"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Hari ini adalah hari rabu. Kini, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Stevan sudah bersiap siap hendak pergi ke kampus. Karena hari ini pria itu ada kelas jam delapan.
Namun, Anin yang biasanya juga sudah siap untuk berangkat ke kampus, kini justu masih sibuk di dapur menyiapkan makanan bersama bi Ana masih dengan pakaian rumahnya.
"Kenapa lo belum siap-siap?" Tanya Stevan yang baru saja datang sembari memperhatikan Anin yang masih sibuk menata makanan di meja makan. Pria itu mendudukkan tubuhnya di kursi kosong yang ada di meja makan.
"Hari ini aku nggak masuk. Lagi libur" Jawab Anin sembari menaruh Ayam tepung, capcai goreng, dan sayur jagung yang baru saja ia masak di atas meja.
"Bukannya hari rabu biasanya lo ada kelas?"
"Iya. Tapi pagi ini dosennya nggak masuk" Jawab Anin bohong.
"Berarti jam kedua masuk? terus nanti lo berangkat kuliahnya pake apa?" Tanya Stevan.
Anin tersenyum masih menata makanan satu persatu "Sejak kapan kamu peduli aku berangkat kuliah pake apa?" Tanya Anin balik tanpa mengalihkan pandangannya pada Stevan.
"Biasanya juga kamu nggak pernah mau tau dan nggak pernah peduli kan aku ke kampus pake apa, pulang jam berapa, dan main sama siapa aja" Sindiran halus Anin yang jelas saja menusuk.
Stevan hanya diam tidak lagi menjawab. Jelas saja Stevan merasa tertampar dengan sindiran Anin yang memang sengaja ia tujukan pada dirinya. Stevan cukup sadar diri dan paham dengan maksud ucapan Anin.
Anin masih mengambilkan makanan untuk Stevan layaknya istri yang baik seperti yang Anin lakukan beberapa minggu belakangan ini.
"Selamat makan" Ucap Anin tersenyum memberikan piring yang sudah berisikan nasi dan lauk tersebut pada Stevan.
Sesedari tadi, Anin tak berhenti mencuri pandang pada Stevan yang sibuk dengan makanannya.
Tidak terasa waktu berjalan. Inilah saatnya, waktu berlalu begitu cepat. Sungguh, Anin tidak ingin melakukannya. Tapi bagi Anin, bertahan juga tidak ada gunanya, saat Stevan saja tidak peduli pada dirinya.
Hidup Anin hanya semakin hancur. Sudah cukup Anin selama ini tidak pernah mendapat perhatian dari Stevan sebagai seorang istri. Tapi sekarang justru di tambah dengan Meisya yang selalu menerornya tanpa henti.
Anin tidak kuat lagi, dia lelah. Ia tidak peduli sekalipun orang orang mengatakan dirinya bodoh. Karena menurut Anin, orang orang tidak akan pernah tau apa yang Anin rasakan. Hanya Anin yang bisa merasakan betapa tersiksanya hidupnya selama ini.
Masalah selalu saja datang bertubi-tubi sejak Anin berhubungan dengan Stevan. Mungkin, dengan mengakhiri segalanya, Anin fikir semua bisa kembali seperti semula. Seperti saat Anin belum bertemu dan belum mengenal Stevan di hidupnya.
"Gue berangkat" Ucap Stevan setelah selesai menghabiskan makanannya. Pria itu berdiri, kemudian berjalan menuju pintu utama.
"Stev" Panggil Anin dengan mata berkaca kaca.
Stevan menghentikan langkahnya, kemudian menoleh. "Apa?" Sahutnya. Namun, kening Stevan tertaut bingung saat melihat jelas gadis yang tidak berdiri jauh darinya itu kini meneteskan air mata.
Tanpa bertanya seperti biasa, Anin berlari behambur memeluk Stevan erat.
"Maafin aku ya. Maaf jika selama ini aku cuma nyusahin kamu." Ucap Anin di dalam pelukan Stevan.
"Lo kenapa sih?" Tanya Stevan bingung.
Anin melepas pelukannya, lantas gadis itu tertawa sembari mengusap air mata yang menetes di pipinya.
"Hehe nggak papa kok." Sahut Anin cengengesan.
"Lo beneran nggak papa?" Tanya Stevan memegang pundak Anin. Menatap wajah Anin lekat. Sungguh, dada Anin semakin terasa sesak saat melihat tatapan Stevan seperti saat ini.
"Iya nggak papa. Sana, ke kampus nanti kamu telat."
...Hayo, masih pada mikir ya ada apa sebenarnya? Wkwk Jangan lupa like ya. Makasih :)...
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten