"Hai ganteng, malam ini, mau bermalam bersamaku?"
~ Keira ~
"Kau tidak akan menyesalinya kan, little girl?"
~ Reynald ~
**********
Demi bisa menghadiri pesta ulang tahun pacarnya di sebuah klub malam, Keira nekat mencari cara untuk kabur dari pengawasan Raka, sang kakak yang overprotektif, dengan bantuan sahabatnya, Selina. Namun, sesampainya di sana, betapa terkejutnya ia saat mendengar bahwa Dion, kekasih yang selama ini ia sembunyikan dari sang kakak, justru malah menghina Keira di depan teman-temannya.
Hatinya hancur. Di tengah rasa sakit dan kekecewaan, Keira bersumpah akan mencari laki-laki lain yang jauh lebih tampan dan mempesona dari Dion. Saat itulah ia bertemu dengan sosok pria asing yang sangat tampan di klub. Mengira pria itu seorang host club, Keira tanpa ragu mengajaknya berciuman dan menghabiskan malam bersama.
Namun, keesokan harinya, Keira baru menyadari kalau pria yang bersamanya semalam ternyata adalah Reynald, teman dekat kakaknya sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Kasmaran
Di dalam kelas yang mulai terasa membosankan, Keira dan Selina duduk berdampingan. Keduanya sama-sama terlihat gelisah.
Awalnya, Selina menopangkan dagunya di tangan kiri, lalu Keira ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Beberapa detik kemudian, entah kenapa keduanya serentak mengganti posisi ke tangan kanan.
"Hah...." Mereka menghela napas panjang bersamaan, seakan beban yang ada di kepala masing-masing terlalu berat untuk ditahan sendiri.
Spontan mereka menoleh satu sama lain.
“Lo kenapa?” tanya Selina.
“Lo yang kenapa,” balas Keira.
Mereka sama-sama terdiam, lalu berkata di saat yang sama, “Ya udah, lo cerita duluan aja.”
Akhirnya, keduanya hanya saling pandang, bibir sempat terbuka tapi tak ada kata yang keluar. Setelah itu, mereka kembali bersandar ke meja, pura-pura sibuk dengan coretan di buku. Rasa galau tetap tertahan, sementara mereka hanya bisa tersenyum canggung karena sadar sama-sama terlalu gengsi untuk cerita lebih dulu.
"Jadi nggak ada yang mau di spill nih?" Tanya Keira beberapa saat kemudian.
"Nggak," Selina menggeleng.
"Oke," Keira menganggukkan kepala.
Memang, hubungan pertemanan di antara keduanya terbilang unik. Tak ada yang saling memaksa jika salah satu enggan bercerita. Mereka lebih memilih menunggu dengan sabar, hingga masing-masing mau membuka diri dengan sendirinya. Karena mereka yakin, sesuatu yang dipaksa itu tidak akan bagus.
"Oh ya," Selina merogoh tasnya dan mengeluarkan dua buah benda. "Kemarin Mama sama Papa gue dapet ini dari temennya,"
Keira melirik benda yang dibawa Selina dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. “Eh, apaan tuh?” tanyanya, nada suaranya terdengar tertarik.
"Tiket galeri," Jawab Selina. "Katanya ada pelukis yang lagi naik daun baru buka galeri. Mama Papa gue diundang buat datang ke acara pembukaannya, tapi mereka nggak bisa dateng karena lagi sibuk. Terus gue inget kalau Lo kan dulu suka gambar, jadi gue minta dan mau ajak Lo ke sana berdua,"
"Wah," Keira menerima tiket itu dengan antusias. "Boleh deh, sekalian healing," katanya.
"Eh, tapi ntar dulu, gue tanya Kak Raka," Lanjutnya kemudian.
Mendengar nama Raka disebut membuat pipi Selina langsung terasa panas. Ia jadi teringat kejadian kemarin saat Raka mengantarkannya pulang dan mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berdebar kencang.
"Apa pernyataan cintamu dulu masih berlaku sekarang?"
"Kalau masih," Raka melanjutkan saat melihat Selina tak bereaksi apa-apa. "Aku ingin menerimanya. Tapi....,"
Raka tampak menghela napas panjang. "Kalau sudah tidak berlaku, Aku ingin gantian mengejar kamu,"
Ingatan itu membuat Selina otomatis menutup wajahnya dengan kedua tangan karena malu. Dia sebenarnya ingin menceritakan semuanya pada Keira, tapi merasa malu karena ini kan menyangkut kakaknya Keira. Selina takut Keira nanti malah keceplosan dan menceritakannya ke Raka.
"Katanya boleh kok," Kata Keira kemudian yang membuat Selina langsung tersadar dari lamunan. "Kak Raka tanya kita berangkat jam berapa,"
"Eng, mungkin jam tujuh," jawab Selina. "Kita nggak usah lama-lama di sana, cukup satu jam saja, setelah itu nongkrong sebentar di kafe dan pulang ke rumah. Gimana? Gue rasa kakak Lo nggak akan keberatan," Selina berusaha menetralkan suaranya sebiasa mungkin saat menyinggung soal kakak Keira. Padahal sebenarnya hanya mengatakan itu saja membuat jantungnya serasa mau meledak.
"Kak Raka bilang oke, nanti dia akan anter gue ke rumah Lo pukul setengah tujuh," ujar Keira sambil menunjukkan bukti chatnya pada Selina. Hal itu membuat Jantung Selina kembali berdebar-debar. Padahal hal biasa bagi Raka untuk mengantarkan adiknya ke rumah Selina, tapi gara-gara kemarin, Selina jadi berpikir yang lain.
"Kok wajah Lo merah banget sih kaya tomat?" Keira tampaknya menyadari perubahan ekspresi wajah sahabatnya itu. "Lo sakit?"
“Apa? Nggak kok.” Selina buru-buru menggeleng. “Cuma kerasa panas aja,” kilahnya, sambil mengipas-ngipasi wajah dengan tangan.
“Panas apanya?” Keira mengerutkan dahi. Ia melirik sekeliling, melihat teman-teman sekelas mereka justru mengeratkan pakaian masing-masing, bahkan ada yang memakai jaket. Cuaca hari ini memang dingin, ditambah AC di kelas mereka diputar penuh, jadi seakan mereka pindah ke Kutub Utara. Karena itu, cukup aneh ketika Selina malah merasa kepanasan. "Aneh lo,"
...----------------...
"Kakak ngapain dandan?" Keira terheran-heran karena Raka terlihat berpakaian sangat rapi padahal hanya mau mengantarkannya ke rumah Selina. "Emangnya Kakak mau ikut ke galeri?"
"Eng....nggak kok," Raka tampak salah tingkah. "Ini style kakak biasanya kok, apaan sih kamu," elaknya.
"Aneh banget," Keira menyipitkan mata curiga. Ia merasa ada yang sedang disembunyikan oleh kakaknya itu.
"Udahlah, biarin aja," Reynald tiba-tiba muncul di belakang Keira, membuat gadis itu terlonjak kaget. "Kakakmu masih kasmaran itu,"
"Hah? Sama siapa?"
"Yah, siapa lagi kalau bukan sama sahabat baikmu," Reynald lalu tampak memperhatikan sekeliling. Raka sedang kembali ke kamarnya untuk mengambil sesuatu, dan tidak ada orang lain lagi selain mereka berdua. Pria itu pun merasa ada kesempatan.
"Kamu juga kelihatan cantik banget," Merasa aman, Reynald melingkarkan tangannya di pinggang ramping Keira. Begitu erat dan penuh kepemilikan.
“A-apa?” Keira berusaha tetap tenang, tapi wajahnya memanas, jantungnya berdegup kencang tak karuan. Tangannya bahkan sempat kikuk, bingung harus diletakkan di mana.
“Aku jadi cemburu,” lanjut Reynald, kali ini dengan tatapan yang lebih dalam. Jemarinya bergerak pelan, seolah sengaja menekan sedikit di pinggang Keira, membuat gadis itu menegang.
Keira menggigit bibir, salah tingkah. Nafasnya terasa tak beraturan, sementara otaknya sibuk mencari alasan untuk menjauh, tapi tubuhnya justru tak mau bergerak. Reynald semakin mendekat, jarak di antara mereka kian sempit hingga Keira bisa merasakan hangat hembusan napasnya di kulit wajahnya.
"Jangan dekat-dekat," bisik Keira. "Nanti ketahuan sama Kakak,"
Reynald terkekeh. Wajah Keira yang memerah karena panik selalu jadi favoritnya. Alih-alih menjauh, Reynald malah menunduk lebih dekat hingga bibirnya hampir menyentuh kulit leher Keira. Hembusan napas hangatnya membuat bulu kuduk gadis itu meremang.
“Parfum kamu ganti, ya?” bisiknya lembut, hidungnya menempel pada kulit halus leher Keira. “Baunya… manis.”
“I-iya…” Keira tergagap, tangannya berusaha menahan dada Reynald agar mundur, tapi tenaganya kalah jauh. “Kemarin gue beli sama Selina.”
“Hm…” Reynald menutup mata sejenak, menghirup aroma itu dalam-dalam. Ia menyeret hidungnya pelan di sepanjang leher Keira, membuat gadis itu mendongakkan kepala karena geli bercampur gugup. Napasnya jadi berantakan, tubuhnya bergetar karena terlalu dekat dengan pria itu.
"Aku suka," Bisik Reynald lagi. "Rasanya jadi pengen makan kamu sekarang juga,"
"Astaga, Reynald!" Keira memukul dada pria itu pelan. "Nggak usah ngomong aneh-aneh!"
Reynald terkekeh dan memundurkan tubuhnya. Sudah cukup hari ini menggoda gadis itu. Tak berselang lama, Raka pun muncul dari kamarnya.
"Yuk," kata pria itu sambil berjalan ke luar rumah.
"Kak," Keira menatap sang kakak dengan alis berkerut. "Malem-malem ngapain pake kacamata hitam?"