Suami Pengganti Untuk Alea

Suasana masih begitu tegang, ada dunia yang hampir hancur jika saja dia tidak mencoba bertahan dan meyakinkan diri jika semuanya akan baik-baik saja. Menunggu sudah cukup lama di depan ruang operasi ini. Sampai akhirnya, lampu di depan pintu ruang operasi padam, dan Rean langsung berdiri menunggu Dokter keluar dari sana.

"Bagaimana?"

"Maaf, kami hanya bisa menyelamatkan salah satu dari mereka"

Jantung Rean sudah berdegup kencang, berpikir siapa yang selamat. Bukan Rean egois dan tidak peduli pada bayi tidak berdosa di dalam kandungan istrinya, tapi dia lebih akan terluka jika melihat istrinya tidak ada. Banyak hal yang harus dia tebus untuk mendapatkan maaf sang istri. Kesalahan terlalu banyak dia lakukan pada Alea.

"Pasien sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang rawat, dan untuk bayinya, mohon maaf kami tidak bisa menyelamatkan meski sudah berusaha"

Air mata menetes begitu saja di pipi Rean, bukan dia egois sampai tidak ingin bayi itu selamat. Tapi mungkin ini sudah menjadi takdir yang harus dia alami.

Arian menepuk bahu kakak sepupunya, menghela napas pelan. "Kak, biar aku saja yang mengurus pemakaman bayi kalian"

Rean mengangguk dengan air mata yang mengalir deras, dadanya cukup sesak karena dia juga tidak sejahat itu harus senang dengan seorang bayi tak berdosa telah pergi meninggalkan dunia ini, bahkan sebelum dia menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Tapi, mungkin ini sudah menjadi takdir yang harus di jalani.

Ketika brangkar pasien di dorong oleh perawat keluar ruang operasi. Rean menatap pada istrinya yang terbaring lemah dengan segala alat medis terpasang di tubuhnya.

"Alea, kamu harus bertahan Sayang. Aku akan menemanimu"

Setelah brangkar itu pergi, Rean masuk untuk melihat bayi perempuan yang meninggal. Sudah terbalut kain, Rean menggendongnya dengan air mata yang mengalir begitu deras.

"Maafkan Daddy Nak, maaf karena tidak bisa menjaga kamu dan Ibu kamu dengan baik"

Bayi ini harus pergi sebelum dia bisa melihat dunia ini. Rasanya begitu menyakitkan ketika Rean tidak bisa menyelamatkan keduanya. Padahal, meski bayi dalam gendongannya sekarang bukanlah anaknya, tapi dia tetap anak dari adiknya yang harus dia sayangi juga. Sayangnya, takdir Tuhan berkata lain.

"Tenanglah di surga sana, tunggu Daddy dan Ibu ya"

*

Mendengar kabar menantunya kecelakaan, tentu membuat Ibu Yulita segera datang ke Rumah Sakit. Papa Chris dan Arian mengurus pemakaman anak Alea.

Ketika masuk ke dalam ruangan, yang pertama kali dilihat Ibu Yulita adalah Rean yang duduk di kursi samping tempat tidur dengan mengenggam tangan Alea. Wajahnya terlihat lelah, cemas, dan penuh kekhawatiran. Ibu Yulita mendekat pada putranya itu, melirik ke arah gadis yang berdiri disisi lain ranjang.

"Rean"

Rean menoleh, menatap Ibunya dengan mata sayu. Hal yang membuat Ibu Yulita merasa sangat sakit melihat anaknya yang rapuh seperti ini. Seorang Ibu tidak akan pernah membiarkan anaknya terluka sendirian, dia akan selalu menemaninya.

"Tidak papa, Alea pasti akan baik-baik saja. Sekarang kita banyak berdoa saja"

Rean tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan dan kembali menciumi punggung tangan Alea yang berada dalam genggamannya.

"Apa belum sadarkan diri juga?" tanya Ibu Yulita pada Gina yang sejak tadi menjaganya.

Gina mengangguk, dia menatap adiknya yang masih setia memejamkan mata. "Kata Dokter kita tunggu sampai besok, jika belum juga sadar maka akan dilakukan pemeriksaan lanjutan"

Ibu Yulita menghela napas pelan, mengelus lembut kaki Alea di ranjang pasien. "Segera sembuh Nak, izinkan anak ibu menebus semuanya"

Gina menatap Ibu Yulita, sosok seorang Ibu yang baik dan hangat. Gina jadi rindu pada Ibunya yang sudah meninggal. Menyadari tatapan Gina, Ibu Yulita tersenyum dan menghampirinya.

"Ini Kakaknya Alea ya?"

Gina mengangguk pelan, dia menatap Ibu Yulita dengan sedikit canggung. "Iya Tante"

"Kamu yang kuat ya, adik kamu pasti akan kuat dan bisa melewati masa kritisnya"

"Iya Tante, semoga"

Ibu Yulita mengusap bahu Gina dengan lembut. Memberikan semangat padanya, hal itu membuat Gina merasakan kehangatan yang telah hilang sejak orang tuanya meninggal dan dia tidak berada disini.

"Alea adalah perempuan yang kuat, dia pasti akan bertahan"

Rean menatap kosong pada wajah istrinya yang penuh bekas luka, sudut keningnya terpasang perban, lengan kirinya juga di perban, dan kakinya mengalami patah. Keadaan yang memang tidak baik-baik saja. Terlihat jelas jika mobil yang menabraknya melaju dengan sangat kencang.

Tepat pada saat itu, Papa Chris dan Arian kembali menemui mereka setelah selesai mengurus pemakaman untuk anaknya Alea.

"Rean, Papa sudah meminta orang untuk menyelidiki kecelakaan Alea. Karena pemilik mobil yang langsung lari, seolah ini memang sengaja dilakukan"

Rean menatap Ayahnya, matanya benar-benar sayu. Persis seperti dirinya saat kehilangan Yulita pada saat itu. Dunia seorang laki-laki akan hancur ketika dia harus kehilangan perempuan yang paling dicintainya.

"Aku akan dapatkan siapa orang yang berani mencelakai istriku!" Tatapan matanya terlihat sangat mengerikan, dendam yang terlihat sangat besar. Tidak akan membiarkan siapapun menyakiti wanitanya.

"Oh ya Rian, kemana Arina?" tanya Ibu Yulita.

"Tadi dia ada, tapi sekarang tidak tahu kemana. Aku telepon juga tidak bisa. Apa sedang mengurus pekerjaan ya?"

"Mungkin iya, karena aku tidak masuk Kantor, jadi Arina yang mengurus semuanya" ucap Rean.

Ketika itu, ponsel Papa Chris yang tiba-tiba berdering. Membuatnya keluar untuk menerima telepon. Rean kembali fokus pada istrinya yang masih terbaring dan belum sadarkan diri.

"Sayang, cepat bangun ya. Jangan terlalu lama tidurnya" lirih Rean, mengecup punggung tangan Alea yang sejak tadi berada dalam genggaman.

"Nak Gina, sebaiknya pulang dulu dan istirahat. Biar Rean yang menunggu disini" ucap Ibu Yulita.

"Tidak papa Tante, Gina ingin menunggu sampai Alea sadar"

Ibu Yulita mendekatinya, mengelus lengan Gina dengan lembut dan penuh kehangatan. "Nak, kamu harus istirahat juga. Jangan sampai kamu ikutan sakit. Sebaiknya pulang saja ya, di antar sama Arian"

Yang awalnya Gina ingin menolak, pada akhirnya dia tidak bisa menolak juga. Pergi bersama Arian yang akan mengantarnya.

Papa Chris kembali ke ruangan, melihat Rean dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Rean, polisi sudah menemukan pelakunya"

"Siapa?" tanya Rean dengan mata menyipit tajam.

"Riska"

Bersambung

Selamat Hari Raya Idul Adha.. Kemarin aku sibuk sampe lupa mengucapkan.