NovelToon NovelToon
ISTRI GEMUK CEO DINGIN

ISTRI GEMUK CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Hamil di luar nikah / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: aufaerni

Mateo Velasco, CEO muda yang tampan dan dingin, terbiasa hidup dengan kendali penuh atas segalanya termasuk reputasinya. Namun hidupnya jungkir balik saat suatu pagi ia terbangun di kamar kantornya dan mendapati seorang gadis asing tertidur telanjang di sampingnya.
Gadis itu bukan wanita glamor seperti yang biasa mengelilinginya. Ia hanyalah Livia, seorang officer girls sederhana yang bekerja di perusahaannya. Bertubuh gemuk, berpenampilan biasa, dan sama sekali bukan tipe Mateo.
Satu foto tersebar, satu skandal mencuat. Keluarganya murka. Reputasi perusahaan terancam hancur. Dan satu-satunya cara untuk memadamkan bara adalah pernikahan.
Kini, Mateo harus hidup sebagai suami dari gadis yang bahkan tidak ia kenal. Tapi di balik status sosial yang berbeda, rahasia yang belum terungkap, dan rasa malu yang mengikat keduanya sebuah cerita tak terduga mulai tumbuh di antara dua orang yang dipaksa bersama oleh takdir yang kejam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufaerni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TAWARAN JUSTIN

Sore itu, Mateo dan Livia duduk berdua di balkon kecil apartemen mereka. Langit jingga membentang, memberi ketenangan di tengah hari yang berat. Livia memandangi awan-awan yang perlahan bergerak, sementara Mateo hanya duduk diam di sampingnya, menikmati ketenangan yang jarang ia rasakan akhir-akhir ini.

"Terima kasih," ucap Mateo tiba-tiba, suaranya rendah namun jelas.

Livia menoleh, sedikit bingung. "Untuk apa, Tuan?"

Mateo terdiam sejenak. Pandangannya beralih pada wajah istrinya. Ada ketulusan di mata perempuan itu yang membuatnya terdiam lebih lama dari yang ia kira.

"Karena kau tetap di sini. Di sisiku. Saat semua orang bahkan tak sudi lagi menyebut namaku."

Livia tersenyum lembut. "Saya istri Anda, Tuan. Sudah sewajarnya saya ada di sisi Anda, dalam keadaan apa pun."

Mateo menatapnya dalam, dan untuk pertama kalinya, tak ada lagi amarah, tak ada lagi penyesalan. Yang tersisa hanyalah kekaguman dan rasa syukur.

Ia sadar, Livia adalah perempuan yang dulu ia anggap sebagai beban kini ternyata adalah satu-satunya yang masih menggenggam tangannya, bahkan saat dunia menjauh.

Mateo menarik napas dalam, menatap jemari Livia yang terlipat rapi di pangkuannya. Hening sesaat sebelum ia akhirnya bicara, suaranya terdengar serak, berat oleh rasa bersalah yang menumpuk selama ini.

"Dan… aku minta maaf, Livia," ucapnya pelan. "Atas semua kesalahanku padamu dan anak kita. Maaf karena selama ini aku begitu kasar, bahkan menyakitimu tanpa alasan."

Livia menoleh perlahan. Matanya membesar, tak menyangka akan mendengar itu keluar dari mulut Mateo. Pria itu menunduk, seolah tak sanggup menatap wajahnya sendiri di pantulan mata Livia.

"Aku bukan suami yang pantas untukmu… tapi kau tetap tinggal. Dan itu yang paling menyakitkan untukku karena aku bahkan tak pernah pantas mendapatkannya."

Livia terdiam. Tangannya terangkat, menggenggam tangan Mateo dengan hangat. Air matanya jatuh, tapi bukan karena sedih. Melainkan karena penyesalan yang akhirnya datang… dan karena harapan kecil bahwa mungkin cinta itu bisa tumbuh lagi, dari puing-puing yang dulu sempat hancur.

Mateo merasakan hangatnya genggaman tangan Livia, yang begitu tulus meski tubuhnya pernah menerima begitu banyak luka. Ia menoleh perlahan, menatap wajah istrinya yang kini basah oleh air mata yang tak lagi disebabkan olehnya.

"Tak perlu anda minta maaf, Tuan..." ucap Livia pelan, suaranya gemetar menahan emosi. "Saya hanya ingin anda tahu, bahwa saya tidak pernah membenci anda... meski terkadang saya membenci diri saya sendiri karena tetap tinggal."

Mateo menelan ludah, merasa hatinya diremas oleh kata-kata Livia.

"Tapi sekarang saya mengerti," lanjut Livia. "Saya bertahan bukan karena saya lemah, tapi karena saya percaya... satu hari nanti, anda akan kembali menjadi Mateo yang sebenarnya. Bukan pria yang dikendalikan amarah dan rasa kecewa, tapi pria yang... tahu bagaimana mencintai."

Mateo terdiam. Matanya mulai memanas, dan untuk pertama kalinya, ia tidak menahan air matanya.

Perlahan, ia menarik Livia ke dalam pelukannya ini adalah pelukan pertama yang tidak dilandasi nafsu, kemarahan, atau rasa memiliki… melainkan rasa bersalah dan terima kasih yang tak terucap.

"Mulai hari ini..." bisik Mateo di telinga Livia, "aku akan belajar menjadi suami... dan ayah, yang pantas untukmu dan anak kita."

Livia mengangguk di dalam pelukannya, membiarkan air matanya jatuh di dada Mateo yang kini tak lagi terasa sekeras dulu karena kali ini, ia memeluknya dengan hati.

“Mulai sekarang, jangan panggil aku ‘Tuan’ lagi,” ucap Mateo lembut, menatap mata Livia dalam. “Aku adalah suamimu, bukan bosmu.”

Livia terdiam, hatinya terasa hangat mendengar ucapan Mateo. Itu pertama kalinya pria itu menganggapnya sebagai istri, bukan sekadar seseorang yang terikat karena keadaan.

"Baik... Mateo," ucap Livia pelan, sedikit canggung menyebut nama suaminya secara langsung.

Mateo tersenyum tipis, lalu mengusap lembut kepala Livia. "Aku akan berusaha jadi kepala keluarga yang baik,"

Livia menatapnya dengan mata berkaca-kaca, lalu mengangguk pelan. Dalam diam, ia tahu mungkin luka lama belum sembuh sepenuhnya, tapi hari ini... adalah awal dari sesuatu yang baru.

Esok paginya, Mateo tengah mengunjungi apartemen sahabatnya, Justin. Kali ini, ia tidak datang sendiri. Livia turut bersamanya.

"Rasanya adem lihat kalian sekarang, lebih damai," ucap Justin sambil tersenyum melihat keduanya datang bersama.

"Ada apa kau memanggilku pagi-pagi begini, Justin?" tanya Mateo langsung, tanpa banyak basa-basi.

"Aku ingin menawarkan pekerjaan padamu, Mateo," ucap Justin serius.

"Pekerjaan apa?" tanya Mateo datar.

"Yang pasti, pekerjaannya tidak sampai harus membunuh orang," jawab Justin dengan nada setengah menyindir.

Mateo melirik tajam, jelas tidak suka dengan sindiran itu. Meski kini ia sudah lebih lunak terhadap Livia, tapi dalam hatinya, Dion tetap dianggap sebagai biang kehancurannya dan ia tak pernah benar-benar menyesali apa yang telah ia lakukan.

Livia dengan lembut menggenggam tangan Mateo, jemarinya mengusap pelan seolah ingin meredakan bara di hati suaminya. Ia tahu Mateo bisa meledak kapan saja, terlebih jika menyangkut nama Dion.

"Tenang, Mateo... Tuan Justin hanya bergurau," bisik Livia lirih, menatap suaminya penuh harap agar ia tidak terbawa emosi.

Mateo menarik napas panjang, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak berkata apa-apa, tapi genggaman tangan Livia yang tidak ia tolak menunjukkan bahwa setidaknya, ia sedang mencoba untuk menahan diri.

"Aku tanya sekali lagi, pekerjaan apa? Dan jangan bawa-bawa pria sialan itu dalam obrolan ini," ujar Mateo dingin, menahan emosi.

Justin menghela napas, mencoba tetap tenang. Ia lalu menyandarkan punggung ke kursi dan berkata, "Aku akan membuka sebuah kafe. Tempatnya sudah ada, tinggal dijalankan. Dan aku butuh seseorang yang berpengalaman seperti mu untuk mengelolanya."

Mateo terdiam.

"Aku tahu kau masih marah, tapi tawaran ini tulus, bro. Aku ingin melihat mu bangkit. Ini bukan cuma soal bisnis, tapi soal hidupmu, Livia, dan anak kalian. Terimalah, setidaknya pikirkan dulu," ujar Justin sambil menyesap jus jeruknya pelan.

Mateo menunduk, menatap kosong meja di depannya. Hatinya diliputi keraguan dan gengsi. Dulu, ia yang berdiri paling tinggi. Kini, ia diminta untuk mulai dari bawah oleh sahabatnya sendiri.

Livia menggenggam tangannya erat, seolah memberi kekuatan.

"Aku tahu ini tidak mudah untukmu," ucap Justin lembut. "Tapi tidak ada yang salah dengan memulai lagi. Kau tidak sendiri."

Mateo menghela napas panjang. "Aku bukan tipe orang yang bisa duduk diam melayani pelanggan atau mengatur barista. Aku... belum yakin, Justin."

"Kau tidak akan bekerja sendirian. Aku akan bantu di awal. Anggap saja ini langkah awal untuk kau bangkit lagi Mateo."

Mateo menatap Justin dalam diam, lalu melirik Livia yang menatapnya penuh harap.

"Aku akan pikirkan," jawabnya akhirnya.

Justin tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggumu, dan semoga kau mau menerimanya."

Mateo mengangguk pelan, menandakan bahwa ia akan mempertimbangkan tawaran itu dengan serius.

"Ayo kita sarapan. Kebetulan kekasihku sempat menyiapkan beberapa makanan sebelum pergi," ajak Justin sambil berdiri dari kursinya.

"Aku tidak lapar," tolak Mateo singkat, tetap duduk di tempatnya.

Justin mengangkat alis lalu menoleh ke arah Livia. "Ya sudah, ayo Livia, kita makan saja. Biar dia di situ. Suamimu ini memang unik, vegetarian tapi doyan merokok dan minum alkohol. Aneh tapi nyata."

Mateo kembali melirik tajam ke arah Justin, tapi ia tidak membalas. Ia hanya menghela napas dan bersandar di kursinya, membiarkan ejekan itu lewat begitu saja.

Livia tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Aku ikut, Tuan Justin. Perutku memang sudah lapar sejak tadi," ucapnya lembut.

"Sudah kubilang jangan panggil aku Tuan, nanti suamimu makin cemberut," sahut Justin sambil tertawa dan menggandeng tangan Livia menuju meja makan.

Mateo hanya melirik sejenak, lalu menatap ke luar jendela. Dalam hati, ia tahu Justin hanya mencoba mengembalikan dirinya ke jalur yang benar meski dengan cara yang menyebalkan. Tapi entah kenapa, kali ini Mateo tidak merasa ingin marah. Mungkin karena untuk pertama kalinya dalam hidup, ia tahu ada dua orang yang benar-benar peduli padanya, yaitu adalah Livia dan juga sahabatnya Justin.

Sementara itu, Nathan seperti lenyap ditelan bumi. Beberapa kali Justin dan Mateo mencoba menghubunginya, namun tak pernah mendapat jawaban. Bahkan, panggilan teleponnya kerap ditolak secara langsung oleh pria itu. Tak ada kabar, tak ada pesan dan seolah Nathan sengaja memutus hubungan.

Di tempat lain, suasana sangat kontras. Samuel dan Nathan duduk santai di sebuah lounge mewah, wajah mereka memancarkan kepuasan setelah berhasil membuat Mateo kehilangan hampir segalanya.

“95 persen hidupnya sudah kita hancurkan,” ucap Samuel dengan seringai puas. “Tapi rasanya belum lengkap kalau istrinya belum kita lenyapkan juga.”

Nathan ikut terkekeh pelan. “Ironis, ya? Dulu dia jijik setengah mati pada perempuan gemuk itu. Sekarang malah terlihat mulai mencintainya.”

Samuel menyipitkan mata, nada bicaranya berubah dingin. “Justru itu yang membuatnya jadi target sempurna selanjutnya.”

1
istripak@min
,🥺🥺🥺
Uthie
manusia jahat 😡
kayla
jangan lengah mateo..
bangkit dan berfikir pintar dong CEO mateo..
lemot kak CEO nya..
lanjut kak..
😁🙏
Rachelw: hooh berasa bloon bgt si mateo ini wkwkkwk
total 1 replies
Rachelw
Mateo ini CEO, Pewaris, Dingin tapi kok bodoh
Jeng Ining
dr kmren yg waras si Justin, pdhl diem² jg jd target nathan dn samuel🤔
Herlina Yanti
sangat menarik dan penuh dengan makna hidup.
Uthie
Semoga Mateo segera menyadari keganjilan tsb!! 🤨😌
Oppo Oppo
sumpahh aku galauin dion
kayla
lanjut kak
Uthie
Semoga ada kemajuan buat Livia dari kesengsaraan nya 👍😌
Lailiyah
hmmmmmmmm makin seru nihhhh......okee2 ditungguu eps berikutnya thourrr/Applaud/
Uthie
si Matteo kejam dengan orang yg mengkhianati nya.... lahhh.. dia sendiri juga awalnya seorang Pengkhianat itu 😜😏
kayla
lanjut kak..
Milla
next
Aulia Syafa
kpn thor , ada cahaya untuk livia
Uthie
Kapan itik buruk rupa berubah jadi angsa nya 😄
kayla
sampai kapan penderitaan ini thor..
atau apakah tak akan ada kebahagiaan untuk livia sampai akhir..
sampai ikut lelah/Frown/
Uthie
lanjut...masih sangat seruuu 👍
Lailiyah
luar biass
Lailiyah
ceritanya bagus bgtt...gereget dan sedihny dapet bgtttt thour....ditunggu up nya yee /Hey//Grin/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!