NovelToon NovelToon
Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: X-Lee

Di balik kebahagiaan yang ku rasakan bersamanya, tersembunyi kenyataan pahit yang tak pernah ku duga. Aku merasa istimewa, namun ternyata hanya salah satu dari sekian banyak di hatinya. Cinta yang ku kira tulus, nyatanya hanyalah bagian dari kebohongan yang menyakitkan.


Ardian memejamkan mata, napasnya berat. “Aku salah. Tapi aku masih mencintaimu.”


“Cinta?” Eva tertawa kecil, lebih mirip tangis yang ditahan. “Cinta seperti apa yang membuatku merasa sendirian setiap malam? Yang membuatku meragukan harga diriku sendiri? Cintamu .... cintamu telah membunuhku perlahan-lahan, hingga akhirnya aku mati rasa. Itukah yang kamu inginkan, Mas?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon X-Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

32. Penderitaanmu Adalah Hal Yang Menyenangkan

Di sebuah rumah sederhana namun nyaman di pinggiran kota, terdengar tawa riang seorang anak kecil yang sedang bermain di ruang tengah. Ia berlarian kecil, memeluk boneka kesayangannya, sementara di sudut ruangan, seorang perempuan duduk bersila di atas karpet. Perempuan itu adalah Lisna. Wajahnya tampak tenang, bahkan bisa dibilang bahagia—senyum sumringah tak pernah lepas dari bibirnya sejak tadi. Namun, di balik senyum itu, ada badai yang tak terlihat, mengamuk dalam hatinya.

Lisna bukan istri sah Ardian, namun ia adalah perempuan yang telah menyerahkan seluruh jiwanya pada lelaki itu. Ia adalah istri siri—tak diakui oleh hukum, tak dihormati oleh masyarakat, dan apalagi oleh perempuan yang kini mengancam keberadaannya: Eva.

Tatapannya kosong menatap anaknya yang masih tertawa riang. Tangannya meremas ujung kain bajunya sendiri, berusaha menahan gejolak di dadanya. Ia masih ingat dengan jelas kabar yang ia terima pagi tadi. Salah satu orang suruhannya menghubunginya, dengan nada terburu-buru dan sedikit panik, namun justru membuatnya tersenyum puas.

"Eva mengalami kecelakaan," katanya. "Mobilnya menabrak pembatas jalan... cukup parah."

Hati Lisna berdesir, bukan karena cemas, melainkan puas. Satu sisi dirinya ingin segera memastikan keadaan Eva, namun sisi lainnya berharap—berharap perempuan itu akan mengalami cacat fisik. Bukan mati. Tidak. Lisna tak ingin Eva mati. Ia ingin Eva tetap hidup, namun menderita. Ia ingin Ardian melihat perempuan itu sebagai sosok yang lemah, tak sempurna, dan akhirnya... menjauh.

"Jika aku tidak bisa mendapatkan cinta Mas Ardian sepenuhnya," bisiknya lirih, nyaris seperti desahan angin, "maka dia juga tidak akan bisa..."

Air matanya menetes pelan, bukan karena sedih, tapi karena luka yang telah lama ia pendam. Luka karena menjadi pilihan kedua, luka karena harus berbagi hati seorang laki-laki yang katanya mencintainya, tapi tidak pernah benar-benar memberinya tempat yang utuh. Dalam pelukannya, sang anak tertawa lagi—tanpa tahu dunia orang dewasa bisa sekejam ini. Tanpa tahu bahwa di balik senyum ibunya, tersembunyi dendam yang dalam dan luka yang tak kunjung sembuh.

Lisna menatap anaknya dengan lembut, lalu kembali menatap ke luar jendela. Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, membawa senja yang temaram. Tapi di dalam hatinya, langit tetap gelap. Dan dalam gelap itu, ia berjanji—jika ia harus kehilangan cahaya, maka Eva juga akan hidup dalam bayang-bayang selamanya.

Dalam hati Lisna, tak ada kehangatan. Ia berdiri perlahan dari duduknya, menyusuri lorong rumah menuju kamar, tempat di mana sebagian besar malamnya dihabiskan dalam sepi dan harap yang tak kunjung terpenuhi.

Di dalam kamar itu, tergantung foto Ardian. Foto lama, diambil saat mereka masih diam-diam menikmati kisah cinta yang tak sah. Mata Lisna menatap tajam foto itu, seolah ingin menembus kenangan dan membalikkan waktu.

“Mas Ardian...,” gumamnya lirih. Suaranya bergetar, tercekik oleh rasa sakit yang terlalu lama ia diamkan. “Aku mencintaimu dengan segala luka. Aku rela menjadi bayangan, asal bisa berada di sisimu.”

Lisna menarik napas panjang, lalu membuka sebuah kotak kecil di dalam lemari. Di dalamnya tersimpan selembar foto lain—foto Eva. Cantik, anggun, sempurna. Sosok yang selalu berdiri di sisi Ardian dalam terang, sementara dirinya hanya berada dalam bayang-bayang. Foto itu diremasnya perlahan, tangan bergetar, namun senyumnya tetap terpahat, tipis dan dingin.

“Dia memiliki semuanya. Nama baik, restu keluarga, status. Tapi dia tak mencintaimu seperti aku mencintaimu,” ucap Lisna, kali ini dengan nada yang lebih tajam, penuh amarah yang terselubung dalam ketenangan palsu.

Anaknya menangis pelan di luar kamar, membuat Lisna tersadar kembali dari lamunannya. Ia segera keluar dan menggendong bocah kecil itu, mendekapnya erat seolah hanya anak itulah yang menjadi bukti bahwa cintanya kepada Ardian pernah benar-benar ada—bahwa dirinya pernah berarti.

“Tenang, Nak… Mama akan pastikan kita tidak ditinggalkan. Kamu berhak mendapatkan apa yang telah di dapatkan oleh perempuan itu. Kamu adalah seorang pewaris -- pewaris seluruh kekayaan keluarga besar Wicaksana. Dan Eva… Perempua itu harus tahu, tidak semua yang tampak indah di luar, akan bertahan lama.”

Tatapannya kini dingin. Bukan lagi sekadar perempuan yang terluka, tapi seorang ibu yang siap berperang demi cintanya, demi tempatnya, dan demi anaknya. Tanpa dia sadari, jika dia telah melakukan kesalahan dengan merebut kebahagiaan orang lain.

Lisna tahu, kecelakaan itu hanya permulaan. Ia tak akan berhenti sampai Eva merasakan bagaimana rasanya dicintai separuh hati. Karena baginya, jika cinta tidak bisa ia miliki sepenuhnya, maka tidak ada seorang pun yang pantas memilikinya utuh.

***

Ardian yang sedang berada di luar kota langsung bergegas memesan tiket pulang begitu menerima kabar mengejutkan. Ia nyaris menjatuhkan ponsel dari tangannya ketika mendengar kabar bahwa istri pertamanya, Eva, mengalami kecelakaan lalu lintas. Suara panik dari orang yang meneleponnya masih terngiang di telinganya. Tanpa pikir panjang, Ardian segera membatalkan semua urusannya di luar kota dan menuju bandara dengan hati penuh kecemasan.

Perjalanan pulang terasa sangat lama. Setiap detik yang berlalu seakan mengiris hatinya dengan rasa khawatir yang mendalam. Pikiran-pikiran buruk terus menghantui benaknya.

Setibanya di rumah sakit, Ardian segera berlari menuju ruang tunggu di depan ruangan VVIP. Di sana, ia melihat Abian, Papanya, sedang duduk dengan tubuh membungkuk dan tangan menutupi wajahnya. Wajahnya terlihat tegang, matanya merah.

"Papa," ucap Ardian dengan suara berat, mendekati pria paruh baya itu, "Bagaimana keadaan Eva?"

Abian menurunkan tangannya perlahan dan menatap putranya dengan mata yang masih menyimpan kesedihan mendalam. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab, "Eva masih belum sadarkan diri."

Hening sejenak. Kalimat itu terasa seperti pukulan telak bagi Ardian. Ia menghela napas, mencoba menahan emosi yang mulai membuncah dalam dadanya. Matanya menatap pintu ruang tersebut dengan tatapan kosong, berharap melihat sosok Eva keluar dari sana dengan senyum seperti biasanya.

"Dokter bilang kondisinya stabil, tapi mereka belum bisa memastikan kapan Eva akan sadar," lanjut Abian, suaranya sedikit bergetar.

Ardian duduk di sampingnya, menunduk, dan mengepalkan tangan. Penyesalan mulai merayapi pikirannya. Ia merasa bersalah karena tidak berada di sisi Eva saat kejadian itu terjadi.

Ardian mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri meski jantungnya berdetak tak karuan. Matanya masih terpaku pada pintu ruang tersebut, seolah berharap keajaiban akan terjadi dalam hitungan detik. Di pikirannya, bayangan Eva tersenyum, tertawa, dan berbicara lembut terus menghantui, membuat dadanya semakin sesak.

“Bagaimana bisa ini terjadi, Pa?” tanyanya pelan, nyaris seperti gumaman, tetapi cukup terdengar oleh Abian.

Abian memalingkan wajahnya, menatap lantai rumah sakit yang dingin dan polos. “Kecelakaan tunggal. Kata polisi, rem mobilnya blong. Eva menghindari kendaraan di depannya dan menabrak pembatas jalan. Mobilnya terguling beberapa kali. Beruntung… dia masih hidup.”

Ardian memejamkan mata, merasakan dadanya seperti diremuk. Kata-kata itu menamparnya keras. “Beruntung… dia masih hidup.” Tapi bagaimana kalau tidak? Bagaimana kalau dia kehilangan Eva untuk selamanya?

"Papa... Aku harus menemuinya. Sekalipun hanya untuk melihat wajahnya sebentar," pinta Ardian lirih, namun penuh tekad. Dia berdiri dan ingin masuk ke dalam ruangan Eva. Namun, Julia yang masih berada di sana bersama kakaknya serta pengacara Eva beranjak dan berdiri di depan pintu.

“Tidak bisa!" seru Julia. "Dokter belum mengizinkan siapa pun masuk. Apalagi kamu, kamu sangat tidak diperbolehkan masuk ke dalam sana."

"Saya adalah suaminya." ucap Ardian penuh penekanan

"Suami? Sebentar lagi akan menjadi mantan suami." ejek Julia

"Berhenti ikut campur urusan kami, Julia. Kamu itu hanyalah orang luar."

Julia berdecih, lalu dia berkata. "Aku adalah sahabat Eva. Kami berteman sejak dulu, sebelum dia bertemu kamu. Dan kami sudah seperti saudari. Lalu kamu apa? Kamu mengaku sebagai suaminya. Tapi kamu malah menyakitinya, mengkhianati perasaan nya dengan diam-diam menikah lagi dan mengabaikan dia. Itu yang kamu sebut sebagai suami?"

"Saya tahu, jika saya bersalah. Setiap manusia pasti pernah melakukan kekhilafan. Dan kamu tidak berhak menghakimi saya."

Julia tertawa miris mendengar perkataan Ardian. Dia berpikir, kenapa sahabatnya bisa mendapatkan suami seperti itu?

"Kesalahan mu tidak di benarkan, dan Eva tidak bisa memaafkan semua kesalahan mu." ucap Arsen dengan nada tegas, "Besok adalah sidang terakhir dan sebagai penentuan. Kamu harus hadir, sidang itu harus tetap di laksanakan."

"Eva masih dirawat, itu berarti sidang tidak akan dilanjutkan. Lagi pula, saya tidak akan pernah menceraikan istri saya." tekan Ardian, dia begitu kesal dengan perkataan Julia serta Arsen. Karena mereka membahas hal sensitif, yaitu proses perceraian dia dengan Eva.

"Mau kamu setuju atau tidak, proses perceraian kalian akan tetap dilakukan." ucap Richard

Ardian ingin kembali menyahut, namun seruan sang papa membuat dia berhenti.

"Cukup Ardian! Ini rumah sakit, jaga ketenangan di sini." seru Abian

Dengan ekspresi kesal dan tangan mengepal, Ardian berpindah tempat. Dia duduk dan sedikit jauh dari sang papa dan yang lainnya.

***

1
Mardathun Shalehah
mama nya hobi tantrum, maka nya kayak gitu
Elisabeth Ratna Susanti
kasihan, dibentak. dia kan masih kecil
Nur Nuy
jangan jangan istri abian kalau ga bekas mertuanya nih ya g celakai eva
Mardathun Shalehah: hayooo, siapa pelaku sebenarnya? /Silent//Facepalm/
total 1 replies
Nur Nuy
waduh siapa ya yang bikin eva celaka
Mardathun Shalehah: hayo tebak /Facepalm//Facepalm//Silent/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
setuju nih
Mardathun Shalehah: 🤩🤩🤩🤩🤩🤩
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
iya sih cinta aja tidak cukup tapi tanpa cinta tidak akan ada bahagia di hati
Mardathun Shalehah: Intinya, setiap hubungan harus punya timbal balik. jika hanya satu orang yg berjuang, maka hubungan itu akan terlihat tidak seimbang.
total 1 replies
Nur Nuy
lanjutkan seru
Mardathun Shalehah: oke baiklah
total 1 replies
Nur Nuy
maksud lu apa jalang mwrasa tersakiti, yang tersakiti tuh eva daasar jalang gatauu diri
Mardathun Shalehah: Sabar kak 🤧
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍🥳🥰
Mardathun Shalehah: thanks ❤️🥰
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
maaf kalau bacanya nyicil, ya 🙏🤗
Mardathun Shalehah: gpp, makasih udah mampir KK 🥰🤩
total 1 replies
Adinda
pelakor ngalahin istri sah gak tau malu kau lisna
Mardathun Shalehah: sabar kak /Facepalm/🤣
total 1 replies
Adinda
pasti anak pelakor bukan darah dagingmu ardian biar menyesal kamu
Mardathun Shalehah: Anak kandung kok 🤧🤣
total 1 replies
Nur Nuy
rasain suami penghianat , tunggu tanggal mainnya bakalan nyesel lu seumur hidup lepasin eva😡😏
Mardathun Shalehah: jangan lupa hadir yaa di persidangan/Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
kata nenek, bertengkar di pagi hari itu nggak bagus lho
Mardathun Shalehah: kalau malam bagus gak 🤧🤣
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
ish aku paling benci kalau macet apalagi kalau pakai mobil manual, hmm, capek banget dan bikin esmosi, eh emosi
Mardathun Shalehah: sabar 🤧🤣
total 1 replies
Nur Nuy
sabar eva sabarr hempaskan penghianat itu
Mardathun Shalehah: buset dah 🤣🤣
Nur Nuy: ke kandang singa author 🤣🤣🤣
total 3 replies
Nur Nuy
tidak semudah itu fer Ferguso
Mardathun Shalehah: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Mardathun Shalehah: /Joyful//Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
iya tega banget ish!
Mardathun Shalehah: sabar /Joyful//Shy/
total 1 replies
Nur Nuy
semangat eva ayo kamu bangkit lupakan penghianat itu
Mardathun Shalehah: semangat ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!