Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Hanin terbangun dari tidur singkatnya tadi malam. Efek, banyak pikiran, membuat tidur gadis itu terganggu. Dia baru bisa memejamkan matanya, tepat sepertiga malam.
Meski masih sangat mangantuk, Hanin tetap menarik langkahnya menuju kamar mandi, membersihkan tubuh, dan bersuci. Guna melaksanakan shalat subuhnya.
"Selamat, pagi nona." Sapa pelayan yang di lewatinya. "Wah.. pelayan rumah ini banyak sekali." Hanin berdecak kagum, karena sepanjang langkah, dia selalu bertemu dengan pelayan yang berbeda.
"Apa nona mencari kamar tuan Kenan?" Suara seorang wanita menghentikan langkah Hanin. Dia berbalik, terlihat pelayan yang bernama Ita semalam sudah menunduk di depannya.
"Tidak, saya sedang mencari dapur. Bisakah bibik mengantar saya kesana?" Hanin meminta, dengan sopan. Tak lupa senyum indah sudah terpajang di bibirnya.
Ita sedikit heran, kenapa nona mudanya ingin pergi ke dapur. "Silahkan lewat sini nona!" segan bertanya, dia segera menuntun Hanin menuju kesana.
Kehadiran Hanin di ruangan memasak, membuat 3 pelayan yang bertugas disana tersentak. Mereka bertanya-tanya dalam hati, kenapa istri tuan mudanya datang kesana. Bukankah ini terlalu pagi untuk sarapan?
"Santai saja, saya cuma ingin memasak sarapan untuk mas Kenan." Hanin tersenyum melihat kearah para pelayan tadi. Dia dapat merasakan kegelisahan lewat sorot mata mereka.
Semua pelayan melihat ke arah Bik Ita. Dan, perempuan paruh baya itupun mengangguk. Seakan mengerti arti tatapan para bawahannya.
Tak lama, hidangan Hanin selesai. para pelayan sudah menatanya di atas meja makan. Gadis itu juga sudah terlihat menunggu kedatangan Kenan. Namun, setelah hampir 1 jam, orang itu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Bik Ita yang tadinya pergi, terlihat datang kembali. "Nona, tuan semalam sudah kembali ke kota J. Karena, ada sedikit masalah di kantor pusat. Pesan beliau, nona istirahat saja disini. Dua hari lagi tuan akan kembali." Bik Ita berucap dengan sedikit hati-hati, dia dapat merasakan kesedihan lewat raut wajah nona mudanya.
"Maafkan saya, nona. Saya juga baru dapat kabar." Ita merasa bersalah. Karena tadi, dia membiarkan istri tuannya itu repot di dapur.
Terlihat sedikit kekecewaan di wajah cantik gadis itu. "Kenapa dia masih saja seenaknya?" Hanin bergumam.
"Tidak papa bik. Saya tau kalau mas Kenan orang yang sibuk." Hanin tersenyum ke arah Ita. Berusaha menyimpan kekecewaannya. "Kalau begitu, mari kita makan bersama. Saya tidak suka makan sendiri bik." Hanin menepuk kursi disebelahnya.
Ita, segera menolak. Dia merasa statusnya tak pantas untuk makan dengan istri dari sang pewaris tahta. "Maaf nona, saya tidak bisa." Perempuan paruh baya itu menunduk hormat.
Hanin mendekat. "Sudah bik, tidak usah terlalu sungkan, duduk aja ya! Ini perintah." Dia mendudukkan Ita ke kursi. Karena, merasa tak punya pilihan, akhirnya wanita paruh baya tadi mengiyakan. Dan mereka makan, dengan di selingi obrolan-obrolan kecil.
Di tempat lain...
Suara ketukan pintu membangunkan pria yang masih terlelap di balik selimut. Menggosok mata beberapa kali, dan menarik langkah kakinya menuju pintu. "Kenapa kau datang sepagi ini?" Kenan bertanya pada orang yang berdiri disana.
"Sayang.. aku sangat merindukanmu. Kenapa sih akhir-akhir ini kamu susah banget kutemui?" Nesya memaksa masuk.
Kenan menarik nafas. "Huh.. tunggulah di bawah, sebentar lagi aku ke sana."
Nesya berjalan mendekat kembali ke arah Kenan. "Aku tunggu kamu disini aja. Atau kalau kamu mau, aku bisa mandiin kamu." Nesya berbisik, bicara dengan nada yang menggoda.
Kenan menarik wajahnya menjauh. Mendur beberapa langkah. "Nesya, tolong! Aku sedang buru-buru." Terlihat raut tak suka di wajah pria itu.
"oups, santai dong sayang.. Aku cuma becanda. Kenapa melihatku seperti itu?" Nesya mendudukkan dirinya disofa.
Kenan memandang gadis itu dengan tatapan tak suka. Malas berdebat, akhirnya dia melangkah menuju kamar mandi.
"Jadi, apa maumu?" Kenan berucap setelah selesai sarapan.
"Aku cuma ingin bertanya padamu, kenapa akhir-akhir ini kau selalu mengacuhkanku, apa karena kau sudah mencintai Hanin?" Nesya menatap tajam kekasihnya.
Kenan diam sesaat. Dia berusaha menimbang apa yang akan diucapkannya. "Berhentilah dengan pikiran anehmu. Aku akhir-akhir ini, hanya sedang sibuk." Kenan membuang muka. Menutupi kebohongannya.
Nesya terlihat semakin kesal. Dia dapat merasakan kebohongan Kenan. "Apa kau pikir, aku gadis bodoh. Aku tau kalau kau sudah berubah, aku dapat merasakannya. Kau sudah mulai tak jujur, dan juga selalu mengacuhkanku dengan alasan yang sama."
"Sudahlah Nes, masih pagi. Jangan rusak mood ku sepagi ini." Kenan berdiri, berjalan menuju ruang tamu.
Nesya mengekor. "Aku tidak perduli, meskipun kau dan Hanin sudah saling mencintai. Tapi, yang harus kau ingat! Aku tidak akan melepaskanmu sampai kapanpun. Karena, kau hanya milikku Kenan. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun mengambilmu dariku." Nesya mengepalkan tangannya geram.
"Satu lagi, kau tidak boleh meninggalkanku begitu saja. Karena, kau masih punya hutang yang tak bisa dibayar dengan kekayaanmu itu." Nesya berlalu. Menghilang di balik pintu.
Kenan terdiam disana. Memikirkan apa yang Nesya ucapkan.
"Apa yang harus ku lakukan. Hanin maafkan aku." Kenan meremas rambutnya beberapa kali.
Merasa menyesal karena merasa tak berdaya mengakui cintanya pada istrinya sendiri.
Waktu berlalu, Hanin terbangun karena merasa ada yang menimpa perutnya. Gadis itu membuka mata. "Ah" Teriakannya tertahan. Ternyata tangan Kenanlah yang sedang memeluk tubuhnya.
"Bukankah, dia berpesan akan pulang 2 hari lagi. Lalu, kenapa dia sudah ada disini? Lago pula, pintu kamar ini tadi kan aku kunci. Bagaimana dia bisa masuk?" Berbagai pertanyaan melintas di benak Hanin, atas kepulangan mendadak suaminya.
Dia melirik jam yang ada di atas meja. Jarumnya baru menunjuk pukul 1 dini hari. Masih terlalu larut. Dia ingin memindahkan tangan pria itu. Tapi, dia takut mengganggu tidur sang suami.
Hanin memandang Kenan, dia mulai menyentuh kening pria itu. Turun ke alis, hidung dan berhenti dibibirnya. Hanin segera menarik tangannya. Ketika dirinya teringat dengan ciuman panas mereka dulu. "Ya ampun, Hanin.. apa yang kau pikirkan?" Gadis itu menggeleng beberapa kali. Mengusir pikiran mesumnya. Lelah, akhirnya dia memaksakan matanya untuk tidur kembali.
"Pagi, mas." Hanin tersenyum manis saat Kenan sudah sampai di meja makan.
Kenan mendekat. Menarik Hanin kepelukannya, mendaratkan ciuman hangat dikening gadis itu.
"Pagi, sayang." Dia tersenyum.
Hanin sedikit meronta. "Mas, jangan disini. Malu dilihat mereka." Wajah Hanin sudah semerah tomat. Karena para pelayan yang tadi membantunya didapur tersenyum canggung kearah mereka.
Kenan makin mengeratkan pelukannya. "Berarti, kalau ditempat sepi, bolehkan?" Kenan berbisik. Kemudian, mengedipkan matanya genit.
"Hanin mencubit geram perut pria itu. Membuat pelukannya terlepas. "Aww.." Kenan mengaduh.
"Gatal." Gadis itu mengambil piring. Menyiapkan sarapan sang suami.
"Mereka menikmati saraapan paginya dengan hangat, Kenan sesekali menggoda Hanin. Membuat gadis itu kesusahan menahan perasaannya.
"Apa hari ini mas nggak ngantor?" Hanin berucap saat mereka tengah duduk di tepi kolam ikan.
"Hari ini aku sengaja meliburkan diri. Kalau aku pergi terus, kapan waktunya aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku." Kenan membelai kepala Hanin.
Hanin, berusaha menahan gejolak di hati. Perkataan Kenan membuat jantung gadis itu semakin bergemuruh. "Mas, selama kita menikah. Kenapa baru kali ini kita datang kerumah ini. Bukankah ini rumah orang tuamu?" Hanin mengalihkan pembicaraannya.
Pertanyaan gadis itu, membuat raut wajah Kenan berubah ke mode serius. "Sejak kedua orang tuaku meninggal. Aku sudah sangat jarang pulang kerumah ini. Terlalu banyak kenangan tertinggal disini, aku takut tidak bisa mengendalikan perasaanku."
Hanin dapat melihat kesedihan dimata suaminya. "Maaf mas." Dia merasa bersalah.
"Tidak usah merasa bersalah. Harusnya, aku berterima kasih kepadamu. Karena dirimulah, aku berani menginjakkan kakiku kesini lagi." Kenan meraih tangan Hanin.
Gadis itu mengernyit heran. "Memangnya, apa yang kulakukan?" Dia bergumam.
TBC
Mohon bantu vote, like, jadikan favorit dan silahkan tinggalkan komentarnya.
Terima kasih
sorry gwa baca sampe sini