Remake.
Papa yang selama ini tidak suka dengan abdi negara karena trauma putrinya sungguh menolak keras adanya interaksi apapun karena sebagai seorang pria yang masih berstatus sebagai abdi negara tentu paham jalan pikiran abdi negara.
Perkara semakin meruncing sebab keluarga dari pihak pria tidak bisa menerima gadis yang tidak santun. Kedua belah pihak keluarga telah memiliki pilihannya masing-masing. Hingga badai menerpa dan mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang begitu menyakitkan.
Mampukah pihak keluarga saling menerima pilihan masing-masing.
KONFLIK tinggi. SKIP jika tidak sesuai dengan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Nyaris putus urat nadi.
Usai pertemuan itu, pikiranku terasa buntu. Bagaimana aku tidak berantakan. Tidak ada laki-laki yang sanggup memilih antara anak dan istri. Begitu juga dengan diriku, dua-duanya sangat berarti.
Flashback Bang Rinto off..
Hingga tiba di hari ini, tumpukan permasalahan semakin menghimpitku.
Aku bersandar, menengadah memejamkan mata mencoba untuk menenangkan diri. Istriku sudah tidur, kini aku bebas melepaskan segala beban di hatiku.
Benarkah pria tidak boleh menangis?? Tapi air mataku berjatuhan hingga tanpa kusadari. Kurasakan dadaku begitu nyeri hingga nafas pun terasa sesak.
Dalam hatiku terus beristighfar, yang ku ingat hanya anak dan istriku Dinar. Aku harus kuat demi mereka berdua.
POV Bang Rinto off..
"Rin.."
Bang Rinto menoleh melihat sumber suara yang memanggilnya lalu kembali menghisap rokoknya.
"Mama masih mau jodohkan kamu sama Sherlyn ?" Tanya Bang Satria.
"Iya."
"Biar aku saja yang menggantikanmu." Kata Bang Satria.
"Aku sudah pusing dengan masalahku. Kau jangan semakin memperkeruh suasana. Selain Sherlyn, terserah wanita manapun yang mau kamu nikahi." Jawab Bang Rinto.
"Kalau masalah ini tidak segera di selesaikan, rumah tanggamu akan selalu goyang. Aku tidak bilang kamu salah, kamu melindungi anak istrimu tapi Papa Herca juga berniat melindungi putrinya."
Bang Rinto semakin tak karuan, kata sudah tidak mampu menjabarkan hancurnya perasaannya saat ini.
Sebagai yang di tuakan, Bang Satria mendekap lengan adiknya untuk memberi dukungan. Ia pahami kondisi mental seorang pria bisa goyah di bawah tekanan berat seperti ini.
"Berfikirlah yang tenang, atur perasaanmu..!! Masa seorang Rinto tidak bisa berpikir kritis?? Hati-hati dalam bertindak, jangan gegabah seperti saya yang akan kamu sesali seumur hidup" Ujar Bang Satria penuh dengan makna.
Bang Rinto pun menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Lama kelamaan dadanya semakin terasa nyeri dan saat itu Bang Satria terus menenangkan sang adik.
"Kuat.. ayoo kuaatt..!!"
***
Siang bolong menyoroti sekujur tubuh Bang Rinto dan Dinar. Sungguh dirinya kesal dengan semua proses yang seakan terlalu berbelit dan berulang terus menerus.
Dinar pun mulai lagi dengan keinginannya untuk kabur. Ia melangkah cepat pada jalan turunan penuh dengan kerikil.
"Jangan begitu lah dek. Kita sudah tiga perempat jalan. Kamu harus punya 'nama' agar statusmu jelas, anak saya juga mendapatkan pengakuan dari negara." Bujuk Bang Rinto.
"Dinar jadi istri siri saja. Menikahlah dengan perempuan yang mau ribet dengan hal tidak penting ini." Oceh Dinar tanpa berpikir.
Memang setiap hari Bang Rinto mendengar drama kerewelan seperti ini, hanya saja kali ini perasaannya begitu nyeri. Bang Rinto memperjuangkan Dinar sekuat tenaga tapi istrinya itu dengan mudahnya menyerah.
Dinar tau Bang Rinto sudah menghentikan langkah, mungkin Bang Rinto sedang marah sekarang tapi ia merasa setiap tahapan begitu sulit sedangkan dirinya hanya ingin makan, tidur dan tidur saja.
"Santai sekali kamu bilang saya nikah dengan perempuan lain. Apa tidak bisa kamu hargai usaha saya untuk menyelamatkan rumah tangga kita?????" Bentak Bang Rinto.
"Semua ini melelahkan, Dinar nggak betah. Disini juga nggak ada apa-apa. Kanan kiri hutan, jauh dari mall..........." Omel Dinar kesal.
"Hidup disini juga tidak akan lama. Saya dapat jabatan baru, kita bisa pindah. Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah, hanya untuk orang yang tidak pernah bersyukur..!!!!!" Nada suara Bang Rinto kembali meningkat satu oktaf.
"Siapa yang diam-diam menikahi Dinar????? Om yang minta Opa datang, Om juga yang jebak Dinar di kamar hotel, katanya kalau 'mepet' nggak akan bisa hamil. Nyatanya apa?? Dinar hamil juga. Asal Om tau, Dinar nggak mau hamil sekarang, Dinar masih pengen main, masih pengen kerja, bukan bertemu dengan orang-orang ribet yang tidak ada gunanya..!!!!!!!!!!!"
"Dinaaaaaarr..!!!!" Suara Bang Rinto yang notabene adalah seorang Danton menggema hingga terdengar nyaris satu lapangan.
Syok jelas di rasakan Dinar, kaget hingga jantungnya terasa berhenti berdetak.
"Apa saya harus mengg*ga*i perempuan tanpa ikatan????? Ini negara hukum. Saya menikahi kamu tanpa Papamu dan tidak tercatat saja sudah salah, kau mau buat salah yang bagaimana lagi???? Anak-anak broken home itu menyakitkan, Dinaaarr..!!!! Kamu mau kerja saya ijinkan, mau main juga saya tidak melarang."
Mendengar amarah Bang Rinto, Dinar mundur selangkah. Perasaannya semakin terasa tak karuan.
"Sekarang jelaskan, bagaimana saya menjebak kamu. Nggak ada ceritanya suami menjebak istri. Saya paham kamu belum sepenuhnya mengerti. Saya ijin baik-baik, kalau saat itu kamu tidak mengijinkan.. saya juga tidak akan ketok pintu. Saya pun tidak menduga kalau ternyata apa yang saya lakukan bisa buat kamu hamil."
"Kalau anak ini bukan anak Om Rinto, bagaimana??" Ujar Dinar dengan sengaja tanpa memikirkan akibatnya karena pikirannya sudah lelah.
"Bilang apa kamu tadi???????" Terang saja jawaban Dinar membuat Bang Rinto semakin naik pitam. Pikirannya blank, tangannya sudah terangkat. Rasanya ingin sekali menampar mulut Dinar yang suka mengoceh tak tau aturan.
Seketika Bang Rinto sadar, ia mengurut dadanya seraya terus beristighfar berhadapan dengan istri kecilnya. Ia menghembuskan nafas kasar, matanya sudah merah berusaha menahan diri.
"Kalau begitu, anak siapa?? Jangan sampai tangan ini tempeleng kamu. Saya sudah hampir gila mikir kamu." Tanya Bang Rinto merendahkan nada suaranya. Pikiran dan hatinya terasa lelah.
"Tampar saja. Dinar juga sudah malas." Pekik Dinar.
"Allahu Akbar..!!!!!" Pikiran Bang Rinto terasa penuh. Kakinya menendang pot bunga di sisi lapangan hingga terpental ke tengah lapangan. Ia melepas ikat pinggang seragam PDH nya lalu menariknya hingga terlepas dan melipatnya seakan hendak melayang mencambuk Dinar.
Tau Bang Rinto sedang marah, Dinar langsung menyilangkan kedua tangan. Ia gemetar ketakutan.
ggrrpp..
Dinar merasakan pelukan hangat, usapan lembut membelai rambutnya yang terikat rapi. Seketika itu juga tangis Dinar pecah meraung-raung di pelukan Bang Rinto. Di saat itu Bang Rinto pun ikut menangis dalam sesaknya perasaan
"Saya ikhlas bersujud merendah di kaki Papamu, saya merayu Tuhan demi kamu.. kamu, Dinar..!! Kamu itu saya perjuangkan, menikahi kamu tidak main-main. Apakah cinta saya terlalu menyakiti kamu??"
.
.
.
.