Ketika sedang dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, Farida Agustin harus rela terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria beristri bernama Rama Arsalan.
Bagaimanakah kehidupan keduanya kelak? Akankah menumbuhkan buih-buih cinta di antara keduanya atau justru berakhir sesuai kontrak yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Gelisah Tanpamu
Nadia sejak pagi tadi tak fokus pada kerjaan, bahkan berkali-kali dia ditegur oleh managernya yang tak lain adalah Edo, sang pacar.
"Kamu, tuh, kenapa nggak fokus dari tadi? Ini kerjasama besar, Nadia, jangan menyia-nyiakan kesempatan."
"Aku minta maaf. Aku bener-bener nggak bisa fokus sama sekali hari ini." Nadia terduduk lesu saat waktu istirahat.
"Apa yang lagi kamu pikirin? Jangan bilang, kalau kamu mikirin Rama."
Nadia terhenyak mendengar penyataan sang pacar yang tak sepenuhnya salah.
"Iya, sudah beberapa hari dia nggak bisa dihubungi sama sekali. Aku cuma takut dia mulai melupakanku dan akhirnya kita nggak bisa menguasai hartanya," terang Nadia.
"Tapi sebelum itu, kamu dan dia nggak ada masalah apa pun 'kan? Maksudku, kalian sedang tidak bertengkar."
Nadia mengingat-ingat lagi saat terakhir kali menghubungi Rama.
"Ya, aku dan Rama sedikit ada masalah karena dia nggak suka aku kembali kerja dan membatalkan rencana program hamil."
Edo mengusap wajahnya dan tampak berpikir bagaimana caranya agar Rama tak mencoba berpaling dari Nadia.
"Nanti kita pikirkan caranya agar Rama tidak bisa berpaling dari kamu. Sebaiknya, kamu persiapkan diri untuk shooting iklan selanjutnya," ucap Edo.
"Iya, aku istirahat sebentar."
Akhirnya, pikiran Nadia sedikit teralihkan setelah mendengar perkataan Edo. Dia jadi bisa lebih fokus pada kerjaannya saat ini.
**
Sementara itu di apartemen, Rama sedari tadi tak bisa duduk dengan tenang. Hal itu lantaran Farida yang pergi entah ke mana dan tak pamit sama sekali. Dia takut jika istri sirinya itu pergi bersama pria lain, seperti yang diucapkan tempo hari.
"Ke mana perginya Farida? Biasanya jam segini dia lagi di dapur," ujar Rama seraya mondar mandir bak setrika berjalan.
Tak lama setelah dia membicarakan sosok yang dicarinya, pintu apartemen pun terbuka dan muncullah Farida yang membawa beberapa kantong belanjaan.
Rama yang melihat itu seketika langsung membawakan belanjaan Farida yang lumayan berat.
"Kamu dari mana saja?" tanya Rama setelah meletakkan belanjaan di meja dapur.
"Ke pasar, Tuan. Kemarin 'kan cuma belanja sedikit, jadi tadi mumpung belum terlalu pagi saya ke pasar biar nggak kesiangan sampai rumah," jelas Farida lalu meneguk segelas air minum.
"Kenapa nggak bilang kalau belanja ke pasar? Saya 'kan bisa antar kamu."
Farida menatap Rama dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Yakin, Tuan mau antar saya belanja ke pasar?"
"Iyalah, memangnya ada yang salah?"
"Ya, enggak juga, sih. Cuma saya ragu aja kalau Tuan mau diajak ke pasar, secara Tuan 'kan orang kaya, mana mungkin mau menginjakkan kakinya ke pasar."
Rama menyentil kening Farida karena kesal dengan perkataannya. "Kamu meragukan saya, kalau saya pergi ke pasar?"
Farida mengangguk dan lagi-lagi satu sentilan mendarat di keningnya.
"Tuan, lama-lama kening saya bisa jadi kayak ikan lohan. Seneng banget kalau nyentil kening, dikiranya nggak sakit apa," protes Farida.
"Sakit, ya?" tanya Rama.
"Iyalah, pake nanya lagi," jawab Farida.
"Sini saya obatin biar nggak sakit lagi." Rama menggerakan telunjuknya agar Farida mendekat. Dan dengan polosnya Farida pun mengikuti gerakan telunjuk Rama.
Satu ciuman mendarat di kening Farida, yang mana langsung membuat Farida tak bergeming di tempatnya.
"Sudah sembuh," ucap Rama dan membuat Farida langsung tersadar dari rasa tak percaya dengan apa yang barusan terjadi.
Rama hanya tersenyum tipis lalu tangannya mulai membuka satu per satu belanjaan tadi. Farida pun akhirnya, turut melakukan hal yang sama dan tak lupa membersihkan sayur, buah, dan lauk yang belum diolah sebelum menyimpannya di kulkas.
......................
Masakan untuk makan siang pun telah siap, Farida lantas membereskan dapur dan mencuci peralatan memasak. Sementara Rama membersihkan meja makan kemudian menyajikan makanannya.
Selesai beberes dapur, Farida langsung mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk pauk yang terhidang di meja.
"Silakan, makan, Tuan." Farida memberikan piring tadi pada Rama dan disambut hangat oleh Rama.
Selesai melayani Rama, kini gilirannya untuk mengambil nasi serta lauk pauk lalu menyantapnya.
"Tuan," panggil Farida disela makan siangnya.
"Ya."
"Boleh tidak, saya minta sesuatu?"
Rama meletakkan sendoknya, lalu menatap Farida yang juga tengah menatapnya dengan serius. "Apa?"
"Tolong, jangan bersikap lebih terhadap saya. Saya ini manusia biasa yang pastinya akan merasakan cinta terhadap lawan jenis. Saya hanya tidak ingin jika saatnya nanti pergi, saya justru membawa luka yang sulit untuk diobati."
"Maksud kamu gimana? Sikap lebih apa yang kamu bicarakan?"
Farida menatap lekat Rama dengan mata yang berkaca-kaca. "Jangan buat saya jatuh cinta pada Anda, hanya karena perlakuan hangat yang Anda berikan. Saya sadar diri, Tuan. Di sini saya hanya berstatus istri sementara dan setelah saya berhasil memberikan seorang anak, saat itu juga saya akan pergi sejauh mungkin dari kehidupan Anda."
Tanpa sadar Rama mengepalkan kedua tangannya setelah mendengar penuturan dari Farida. Entah kenapa, dia merasakan sakit saat kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Farida.
Rama pun sebenarnya bingung dengan apa yang dirasakannya saat ini. Sementara Farida hanya menangis dalam diam karena hati kecilnya mengatakan bahwa dia mulai jatuh cinta pada pria yang saat ini bersamanya.
Akan tetapi, Farida langsung menepis jauh rasa itu karena dia tahu perasaannya tidak akan pernah terbalaskan. Sebab pria yang kini berstatus suaminya itu juga memiliki kehidupan lain bersama seorang wanita yang lebih berhak atas segalanya.
Setelah beberapa saat hening, Rama pun mulai membuka suara. "Maaf ... Kalau memang perlakuan saya membuatmu kurang nyaman. Tapi percayalah, saya tidak ada niatan untuk membuatmu merasakan sesuatu yang tak seharusnya kamu rasakan."
"Saya mengerti, Tuan. Karena itulah saya minta pada Tuan agar tidak memperlakukan saya terlalu lebih. Biarkan perpisahan yang akan terjadi nantinya, tidak meninggalkan luka di antara kita."
"Baiklah, lain kali saya akan menjaga jarak denganmu. Terima kasih sudah mengingatkan saya."
"Sama-sama, Tuan."
Mereka pun kembali menikmati makanan yang kini terasa hambar setelah obrolan tadi. Seolah tenggorokan mereka tak bisa untuk menelan makanan tersebut. Baik Rama maupun Farida, larut dalam pikiran masing-masing.