NovelToon NovelToon
Shan Tand Dan Tahu Ajaib

Shan Tand Dan Tahu Ajaib

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Ilmu Kanuragan / Kultivasi Modern
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzy Husain Bsb

Apa yang terjadi jika Seorang Pendekar Nomer satu ber-Reinkarnasi dalam bentuk Tahu Putih?

padahal rekan Pendekar lainnya ber-Reinkarnasi dalam berbagai bentuk hewan yang Sakti.

Apakah posisi sebagai Pendekar Nomer Satu masih bisa dipertahankan dalam bentuk Tahu Putih?

ikuti petualangan serunya dengan berbagai Aksi menarik dan konyol dari Shantand dan Tahu Ajaib nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzy Husain Bsb, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kekacauan di Hutan Saloka

35

Di dalam tenda utama, Pak Lanselod Suroso duduk di Tikar pandan, dia menatap ketiga utusan di hadapannya dengan wajah serius. Nyala lampu minyak memantulkan bayangan bergoyang-goyang di dinding tenda, mempertegas ketegangan malam itu.

Utusan pertama, seorang pria berwajah keras dengan bekas luka di pelipisnya, melapor sambil menahan nafas berat.

“Lapor komandan, dari pemantauan kami di daerah Manguntirto... bekas markas penjajah ternyata masih ada aktivitas di dalamnya. Kami menemukan tanda-tanda aneh. Setelah diselidiki, ada sebuah ruang bawah tanah rahasia di sana.”

Pak Lanselod mengernyit. “Ruang bawah tanah?”

"Betul Komandan.. Dua anak buah kami dan satu pemuda Manguntirto yang berani turun... mereka hilang. Sampai sekarang tak ada kabar. Tidak ada yang berani menyusul ke dalam.”

Pak Lanselod mengepalkan tinjunya perlahan. “Hmm... sudah kuduga ada sesuatu yang mereka sembunyikan.”

Utusan kedua segera maju, suaranya tergesa.

“Selain itu, Komandan, kami mendeteksi pergerakan mencurigakan dari dalam Hutan Saloka. Mereka semua bertopeng. Pergerakan mereka sangat teratur, seolah ada kekuatan terorganisasi di baliknya. Jumlah mereka belum pasti... tapi cukup banyak dan bisa jadi ancaman buat kita.”

Suasana tenda semakin berat.

Pak Lanselod mengangguk pelan. “Mereka pasti bukan orang biasa kalau sudah berani bergerak di Saloka…atau mungkin mereka ya g menguasai daerah ini? ”

Utusan ketiga, seorang pemuda kurus namun cekatan, tampak pucat saat maju.

“Dan... laporan tambahan, Komandan. Beberapa rekan kami diserang oleh makhluk aneh. Seperti kelabang... tapi memiliki sayap dan bisa terbang! Beberapa rekan kami sudah ada yang terluka! ”

Semua orang di dalam tenda terdiam sejenak.

Pak Lanselod akhirnya berdiri, tubuh tegapnya tampak membayangi para utusan. “Hewan aneh, ruang bawah tanah, pasukan bertopeng... semua ini bukan kebetulan dan seolah semua terhubung.”

Dia menoleh ke para perwira di sekitarnya.

“Kita hadapi ancaman lebih besar daripada yang kita kira. Malam ini, tingkatkan penjagaan! Besok pagi, kita atur tim kecil untuk menyelidiki markas bawah tanah itu. Aku sendiri yang akan memimpin.”

Tatapannya tajam bagai elang.

“Dan cari tahu... siapa pemimpin mereka dan ada apa di balik gerakan bertopeng itu. Kita harus bergerak sebelum mereka lebih dulu menyerang kita. Gali informasi sedalamnya agar kita dapat membuat strategi yang tepat! ”

"Siap Komandan!! " Mereka semua segera bubar setelah mendapat instruksi singkat.

***

Pak Lanselod bergerak cepat. Dengan suara tegas, ia segera membentuk tim khusus dari para pasukan Garuda terbaik, ditambah beberapa pendekar dari desa sekitar, untuk menghadapi ancaman kelabang aneh itu. Ia tidak ingin membiarkan serangan tersebut berkembang menjadi bencana besar.

 

Namun setelah tim Pak Lanselod tiba di tenda yang sebelumnya diserang oleh kawanan hewan aneh itu, ternyata semua sudah beres. Yang tersisa hanyalah kegaduhan ringan dari para tabib darurat yang sibuk mengobati beberapa prajurit yang terluka.

Semua ini berkat jasa Rafaela, si kucing putih besar — sahabat sejati Silvanna!

Dialah yang pertama kali mendengar teriakan mencekam dari arah tenda penjagaan. Dengan insting alaminya yang luar biasa tajam, Rafaela mampu mencium bahaya dalam radius cukup jauh!

Tanpa menunggu aba-aba, Rafaela langsung melesat ke sumber suara, disusul oleh Silvanna dan Shantand yang berlari di belakangnya.

Saat Rafaela tiba, dia masih sempat menyaksikan bagaimana kelabang-kelabang raksasa itu bergerombol, menyerang dengan pola mematikan. Begitu dekat dengan target, tubuh-tubuh mereka melenting tinggi lalu melesat, seolah-olah bisa terbang ke arah korban mereka!

Namun Rafaela bukanlah kucing biasa.

Sebagai hewan reinkarnasi, ia memiliki kekuatan yang tak dimiliki makhluk alami: kemampuan dasarnya meningkat hingga dua puluh kali lipat, dan kecerdasannya setara dengan manusia dewasa.

Dengan kegesitan dan keganasan yang luar biasa, dalam waktu singkat Rafaela membasmi hampir seluruh kawanan kelabang.

Taringnya berkilat di bawah sinar bulan, cakar-cakarnya mengoyak musuh tanpa ragu!

Hanya beberapa ekor kelabang yang berhasil melarikan diri, melata dengan panik, seolah-olah mereka pun mengenali kehadiran lawan yang mustahil mereka kalahkan.

Para prajurit yang diselamatkan masih sempat memandang dengan kagum dan takjub pada sosok kucing putih besar itu, sebelum kembali fokus pada pengobatan dan pemulihan.

Di kejauhan, hutan Saloka kembali sunyi.

Namun malam itu semua tahu... ancaman sesungguhnya baru saja memperlihatkan wajahnya.

 

Sementara itu, di tenda penjagaan terdepan, situasi mulai terkendali. Para korban yang sempat tersengat racun kelabang kini sudah mendapat pertolongan. Di antara keramaian itu, tampak Shantand dan Silvanna sibuk membantu para korban.

Silvanna dengan cekatan menyalurkan obat-obatan dari kantong kecilnya — ramuan khusus yang mampu menetralisir racun serangga. Dengan tangannya yang terampil, ia membalut luka-luka para korban sambil memberikan semangat.

“Tenang, sebentar lagi racunnya akan reda...,” ucap Silvanna lembut, membuat para korban sedikit tenang.

Shantand, meski masih gugup karena berada di dekat Silvanna, berusaha membantu semampunya — menyiapkan perban, mengangkat korban ke tempat yang lebih aman, dan membawakan air minum.

Para prajurit yang sempat menyaksikan kejadian itu masih ramai dengan pembahasan tentang si kucing putih Rafaela yang

Dengan tubuhnya yang anggun namun kuat, Rafaela menunjukkan taring dan cakar yang mematikan. Ia melompat lincah di antara kelabang terbang itu, mencabik-cabik mereka satu per satu. Aura magis samar-samar menyelubungi tubuh kucing putih itu, membuat para prajurit yang melihatnya nyaris tak percaya.

Bahkan, salah satu prajurit Garuda berbisik dengan wajah heran, "Apakah... itu kucing dewa? Gerakannya begitu cepat! "

Silvanna, yang mendengar bisikan itu, hanya tersenyum simpul sambil membelai kepala Rafaela yang kini meringkuk manja di sampingnya, seolah tak terjadi apa-apa.

Namun, ada hal kecil aneh bagi Rafaela si Kucing putih, beberapa kelabang memiliki gerakan menyerang yang teratur seperti ada yang mengendalikan mereka!

Shantand hanya bisa menggeleng kagum. Dunia ini... jauh lebih ajaib daripada yang pernah ia bayangkan.

 

Malam semakin larut. Kabut tipis mulai turun di hutan Saloka, membuat suasana semakin dingin dan penuh misteri. Di dalam salah satu tenda terbesar, penerangan hanya berasal dari sebuah lentera minyak tua yang menggantung di tengah-tengah. Cahayanya bergoyang pelan, menimbulkan bayangan-bayangan bergerak di dinding kain.

Di sana, duduk tiga orang dengan wajah serius: Pak Lanselod, Pangeran Ponggol, dan Shantand yang diundang khusus untuk ikut dalam pertemuan rahasia ini.

Pak Lanselod membuka pembicaraan dengan suara rendah, hampir berbisik, “Kita tidak punya banyak waktu. Laporan dari tiga utusan tadi menunjukkan bahwa pergerakan musuh sudah dimulai. Dan ruang bawah tanah di Manguntirto itu... aku yakin itu markas lama para penjajah yang dulu pernah bekerja sama dengan penghianat dari dalam negeri.”

Pangeran Ponggol mengangguk berat, wajahnya keras.

“Aku curiga," katanya perlahan, "bahwa sebagian dari penghuni ruang bawah tanah itu... mungkin berkaitan langsung dengan hilangnya orang tuamu, Shantand.”

Shantand terkejut, tubuhnya menegang.

“A-apa maksud Pangeran?” tanyanya dengan suara bergetar.

Pak Lanselod menghela napas panjang.

“Penyelidikan rahasia kami mengungkap, Lurah Samunthu — kepala desa yang dulu terkenal loyal — ternyata telah menjual informasi dan sumber daya desa ke pihak asing. Ia menghilang beberapa tahun lalu... dan diduga kuat, kini menjadi bagian dari organisasi rahasia yang bersembunyi di bawah tanah itu.”

Pangeran Ponggol menambahkan, suaranya tegas, “Dan ada kabar buruk lainnya... Musuh lamaku, yang dulu berkhianat terhadap negeri ini, telah bereinkarnasi. Dia adalah sosok yang ikut dalam jaringan ini. Dan... ada indikasi, merekalah yang menculik orang tuamu.”

Shantand mengepal tangannya, matanya berkilat marah dan bingung dalam satu waktu.

"Siapa... siapakah dia sebenarnya?" tanyanya dengan penuh tekanan.

Pak Lanselod dan Pangeran Ponggol saling pandang sejenak.

“Dia dulu dikenal sebagai Rakhmavendra, pengkhianat besar dari masa perang Saloka. Tapi kini, dia telah berganti rupa, berganti nama... dan yang lebih buruk, dia telah menguasai beberapa kekuatan gelap dari luar negeri.”

Hening sesaat memenuhi ruangan, seolah udara sendiri menahan napas.

Pangeran Ponggol akhirnya berdiri dan meletakkan peta kasar di atas meja.

"Kita harus bergerak sebelum mereka memantapkan kekuatan di bawah tanah itu. Shantand, kau harus ikut. Ini bukan sekadar misi biasa... ini mungkin perjalanan untuk menemukan keluargamu."

Shantand menggertakkan gigi, membulatkan tekad.

“Aku akan ikut! Aku akan menemukan orang tuaku... dan menuntaskan semua ini!”

Pak Lanselod tersenyum tipis, bangga.

“Itu semangat seorang pendekar sejati... Tapi ingat, di bawah sana, tidak hanya kekuatan fisik yang dibutuhkan. Kecerdasan, kerja sama, dan keteguhan hati akan lebih menentukan.”

Belum selesai mereka membahas strategi ekspedisi menuju Manguntirto, tiba-tiba dari arah penjagaan paling belakang terdengar teriakan panik:

> "Kebakaran! Kebakaran!!"

Beberapa prajurit berlarian, wajah mereka pucat diterangi cahaya api yang mulai membesar. Api menjilat beberapa tenda cadangan, dan lebih parahnya lagi, persediaan air mereka sangat terbatas!

Jika air dipakai untuk memadamkan kebakaran, pasukan akan kehilangan simpanan vital untuk perjalanan panjang di hutan. Keadaan mulai riuh, suara perintah bercampur teriakan panik.

Namun di tengah kekacauan itu, Pengeran Ponggol berteriak lantang:

> "Gunakan metode kubur api!! Cepat, ambil tanah basah dari pinggir sungai kecil!"

Dengan sigap, puluhan prajurit segera bekerja.

Mereka mengambil karung-karung, sekop, dan ember seadanya, lalu mengangkut tanah basah sebanyak mungkin ke titik api. Metode kubur api ini adalah teknik darurat militer kuno: api dipadamkan dengan menutupnya rapat-rapat menggunakan tanah basah atau lumpur berat, yang langsung memutus suplai oksigen, membuat api padam tanpa perlu membuang banyak air.

Dalam waktu singkat, kobaran api mulai mengecil.

Asap mengepul tebal ke langit, menyisakan bara-bara kecil yang masih dijaga ketat agar tidak menyala kembali.

Semua pasukan inti, bahkan bagian penjagaan depan pun ikut membantu sebisanya — lucunya Rafaela si kucing juga dengan sigap ikut menyeret karung berisi tanah kecil menggunakan gigi dan cakar kuatnya.

Pak Lanselod dan Pangeran Ponggol memperhatikan situasi dengan cermat.

Ketika api benar-benar padam, Pak Lanselod berkata dengan nada berat:

> "Ini... bukan kebakaran biasa."

Pangeran Ponggol mengangguk, tatapannya mengeras.

> "Ada musuh yang sedang menguji pertahanan kita di malam ini."

"Atau mungkin memperlambat gerak kita.. "

Semua pasukan pun kini makin waspada.

Malam itu, keheningan hutan Saloka terasa semakin menyesakkan, seperti ada bahaya yang bersembunyi dalam kegelapan, menanti kesempatan berikutnya.

***

Begitu api berhasil dipadamkan dan suasana sedikit lebih tenang, Pak Lanselod memerintahkan beberapa prajurit pilihannya untuk menyisir sisa tenda yang terbakar, mencari petunjuk.

Tak butuh waktu lama sebelum salah satu pengintai berseru:

> "Tuan, di sini ada sesuatu!"

Mereka berkerumun di sekitar sisa tiang kayu hangus. Di sanalah, di tanah berabu, terukir sebuah simbol aneh —

seperti pola spiral berpotongan dengan lambang mata terbalik, dikelilingi garis-garis menyerupai belalai hewan.

Pangeran Ponggol yang melihatnya segera memasang wajah serius.

Bahkan Pak Lanselod yang biasanya tenang pun mengerutkan dahi.

> "Ini... simbol lama. Lambang Trisula Hitam..." gumam Ponggol lirih.

Shantand dan Silvanna saling berpandangan. Nama itu terdengar asing, namun berat, seolah membawa beban sejarah kelam.

> "Trisula Hitam," lanjut Ponggol perlahan, "adalah kelompok rahasia di masa penjajahan... Mereka adalah manusia-manusia serakah yang menjual tanah air sendiri demi kekuasaan. Konon, sebagian dari mereka menghilang saat penjajah mundur. Namun jejak-jejaknya... masih ada."

Pak Lanselod menambahkan, suaranya tegang:

> "Dan kudengar, Lurah Samunthu... pernah berhubungan dengan sisa-sisa kelompok ini."

Hening mendadak menyelimuti malam itu.

Asap tipis dari sisa bara tenda terbakar seolah menari-nari di udara, membawa kabar buruk.

Pangeran Ponggol berbalik pada semua yang hadir, terutama menatap Shantand dan Silvanna:

> "kini,Perjalanan ke Manguntirto... akan lebih berbahaya dari yang kita perkirakan."

 

1
Guchuko
Cerita yang menarik dan bikin geregetan. Semangat terus thor!
Fauzy Husain Bsb: ashiap.. thanks 😊
total 1 replies
L3xi♡
Jatuh cinta sama plot twistnya, bikin penasaran terus 🤯
Fauzy Husain Bsb: trima kasih kk/Grin//Smile/
total 1 replies
Fauzy Husain Bsb
ini adalah kisah konyol ttg reinkarnasi yg absurd, yok di coret 2 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!