Seorang lelaki bernama Muhammad Zayn Malik berusia 22 tahun yang hampir saja di hajar massa karena sebuah kesalahpahaman dan ditolong oleh seorang Kiai pendiri salah satu pesantren.
Saat itu ia sangat ketakutan karena hampir saja nyawa nya hilang seketika. Lelaki itu dibawa oleh Kiai ke pesantren miliknya. Saat itu pernikahan putri satu-satunya akan di berlangsungkan dengan seorang ustadz. Namun karena suatu kesalahan yang dilakukan oleh ustadz tersebut, ustadz itu tiba-tiba saja membatalkan pernikahannya sehari sebelum hari H. Kiai Hanan beserta keluarga tak dapat berkata lagi. Lelaki yang ditolong Abah Hanan mengajukan diri untuk menikahi putri Kiai tersebut agar keluarga besar kiai Hanan tidak menanggung malu, hal itu ia lakukan demi membalas kebaikan kiai Hanan. Dan ia pun resmi menjadi suami dari Zahra gadis 21 tahun tersebut walaupun tanpa adanya cinta diantara merekra.
Follow Ig Author @winda_srimawati
Baca juga karya pertama Author yang berjudul PENANTIAN KEKASIH HALAL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Izinkan Pulang
Setelah infus Zahra habis, Zahra pun di izinkan pulang oleh dokter. Zayn juga sudah menebus obat dan membayar biaya administrasi Zahra. Kini mereka sedang di dalam perjalanan menuju kerumah, tiba-tiba saja handphone Zahra berbunyi, ternyata Hawa yang menghubungi Zahra.
Tring... Tring... Tring...
"Siapa sayang?"
Zayn melirik sekilas ke arah Zahra, Zahra merogoh benda pipih yang ia simpan di dalam tasnya.
"Hawa mas, sebentar ya mas, Zahra angkat telfon dulu."
Zayn menganggukkan kepalanya, Zahra menekan tombol berwarna hijau kebawah, dan mengobrol dengan Hawa sekitar kurang lebih lima menit. Lalu Zahra mengakhiri telfonnya.
"Kenapa sayang? apa ada yang sakit? kenapa menarik nafas begitu?"
Pandangan Zayn sesekali melirik ke arah Zahra. Ia masih saja khawatir dengan keadaan Istrinya, sudah jelas-jelas dokter mengatakan jika Zahra hanya perlu istirahat dan tidak ada riwayat penyakit yang serius. Namun kejadian pada saudara kembarnya selalu saja terngiang-ngiang di benaknya. Takut jika Zahra juga mengalami hal yang sama seperti kembarannya.
"Insyaa Allah Zahra baik-baik saja mas, kan mas dengar sendiri tadi sewaktu dokter memeriksa Zahra sewaktu mau pulang. Zahra hanya lega karena tadi dosen tidak datang, hanya diberi tugas saja. Dan kebetulan untuk mata kuliah siang di ganti besok. Jadi Zahra tidak ketinggalan mata kuliah hari ini."
Zahra terlihat senang karena tidak harus ketinggalan jam kuliahnya. Karena mata kuliah hari ini salah satu mata kuliah favoritnya.
"Syukurlah kalau begitu,"
"Oh iya, bimbingan mas bagaimana?"
"Kamu tidak perlu memikirkan mas sayang. kamu fokus saja dengan kesehatan kamu."
Zahra menganggukkan kepalanya. Tak lama mereka tiba juga di kediaman Papa Azzam. Mobil itu memasuki garasi rumah. Zayn keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Zahra. Tanpa aba-aba Zayn menggendong tubuh mungil Zahra, refleks Zahra mengalungkan tangannya di leher sang suami.
"Mas, Zahra bisa jalan sendiri. Zahra hanya kelelahan, bukannya kecelakaan dan tidak bisa berjalan." Ucap Zahra mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Sstt, kamu tidak boleh berkata begitu. Kamu belum pulih, udah diam."
Mode kulkasnya datang lagi. Zahra hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Satu lagi sifat Zayn yang Zahra ketahui, jika suaminya tidak suka dibantah.
Saat tiba di depan, asisten rumah tangga membukakan pintu. Ia tampak kaget melihat tuan mudanya sedang menggendong nona mudanya. Aisyahrani yang melihat Zayn dan Zahra telah pulang pun menghampiri.
"Kenapa dengan Zahra nak?"
"Zahra tadi pingsan ma. Sempat di rawat juga. Zayn ke atas dulu ya ma. Zahra harus segera istirahat."
Aisyahrani mengikuti langkah kaki putra bungsunya menunju ke kamar. Ia juga tampak khawatir. Akhirnya mereka tiba juga dikamar Zayn dan Zahra. Zayn membaringkan tubuh Zahra perlahan di atas tempat tidur. Aisyahrani duduk disamping sang menantu dan membelai kepala menantunya dengan sayang yang tertutup hijab.
"Kamu kenapa bisa pingsan nak?"
"Zahra tidak apa-apa ma. Mama jangan khawatir, Zahra hanya perlu istirahat saja. Hanya saja mas Zayn terlalu mengkhawatirkan Zahra."
"Bagaimana mas tidak khawatir sayang. Kamu tiba-tiba saja pingsan di dalam dekapan mas. Padahal sebelumnya kamu baik-baik saja."
"Sudah, kok malah debat. Kamu juga Zay, istri lagi sakit itu disayang. Kamu tidak gerah sayang pakai cadar dan hijab?"
Sebenarnya Aisyahrani juga penasaran dengan wajah sang menantu, selama ini Aisyahrani juga belum pernah melihat kecantikan Zahra. Namun ia tidak ingin mengganggu privasi sang menantu.
"Kalau begitu Zahra izin buka cadar ya ma."
Aisyahrani menganggukkan kepalanya, Zayn juga setia duduk disamping kanan sang istri. Perlahan cadar itu terbuka. Ternyata reaksi mama mertua Zahra sama dengan Zayn saat pertama kali melihat Zahra.
"MasyaaAllah sayang, kamu cantik sekali. Pantas saja Nayna bilang kamu seperti bidadari. Bahkan kamu memang jauh lebih cantik dari sewaktu mama muda. Zayn beruntung sekali memperistri kamu. Sudah cantik, sholehah, lembut, pintar masak dan baik."
Aisyahrani memuji menantunya itu. Ia masih saja memandang wajah cantik Zahra. Tidak menyangka jika menantunya itu begitu cantik, amalan apa yang dilakukan putranya sehingga mendapatkan istri seperti Zahra. Begitu pikir Aisyahrani.
"Tidak ma, mama jangan berlebihan memuji Zahra. Zahra juga banyak kekurangan. Sesungguhnya apa yang Zahra miliki hanyalah sebuah titipan, termasuk juga dengan kecantikan yang di berikan oleh Allah kepada Zahra."
Aisyahrani tersenyum mendengar penuturan sang menantu. Tak ingin mengganggu waktu istirahat sang menantu. Aisyahrani meninggalkan dua sejoli itu dikamar.
"Ya sudah, mama keluar dulu ya sayang. Zay, kamu jaga Istri kamu dengan baik. Mama akan buatkan bubur untuk Zahra."
"Mama jangan khawatir,"
Zahra merasa beruntung memiliki mertua yang perhatian. Ia tidak menyangka jika keluarga dari suaminya begitu baik dan bisa menerima dirinya dengan baik. Bahkan para ipar-iparnya bisa menghargai kehadirannya dirumah itu, walaupun mereka juga suka jahil.
"Mas,"
"Hhmm,"
"Terimakasih ya sudah menjaga Zahra."
"Sudah tanggung jawab Mas sebagai suami kamu sayang. Sekarang kamu istirahat."
Zayn membelai kepala sang istri dengan sayang, ia tatap wajah cantik istrinya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Sampai-sampai membuat Zahra gugup dan jantungnya berdebar karena tatapan Zayn.
Cup!
Satu kecupan mendarat di kening istrinya, Zahra memejamkan matanya saat kecupan hangat itu menyentuh keningnya. Lalu Zayn ikut merebahkan badannya di samping sang istri, dan mendekap hangat tubuh mungil Zahra.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu membuat atensi Zayn dan Zahra menatap ke arah pintu. Baru saja mau memejamkan mata, sudah ada yang mengetuk pintu.
Zayn berjalan ke arah pintu, ternyata bibi asisten rumah tangga yang mengetuk pintu. Ia membawakan semangkuk bubur yang dibuatkan langsung oleh Aisyahrani. Zayn menerima bubur yang terletak di atas nampan tersebut. Bibi itupun langsung pamit dari kamar Zayn.
"Sayang, makan dulu buburnya ya, sekalian minum obatnya."
"Kan tadi sudah mas. Ini baru juga jam 11, sebentar lagi ya mas. Biar pas waktu minum obatnya."
Zayn mengangguk setuju, ia hanya memikirkan agar istrinya lekas sehat. Sampai ia lupa belum jadwal minum obat Zahra. Zayn meletakkan bubur itu di atas nakas, dan kembali merebahkan tubuhnya di samping sang istri.
Sedangkan di bawah, Aisyahrani duduk berdua dengan Azzam. Azzam juga baru saja menyelesaikan untuk mengecek laporan dari perusahaan yang baru saja dikirim oleh Emyr melalui asisten pribadi Emyr.
"Ma, tadi papa dengar Zahra sakit, sakit apa ma?"
"Kelelahan pa, hanya perlu istirahat. Sekarang Zahra sedang istirahat dikamar ditemani oleh Zayn."
"Syukurlah ma kalau begitu. Sekarang papa lihat Zayn sudah mulai perhatian dengan Istrinya. Semoga saja Zayn akan selalu begitu, kasian menantu kita ma jika Zayn masih saja bersikap dingin seperti awal pernikahan mereka. Papa juga tidak enak dengan Kiai Hanan, apalagi beliau sahabat papa."
Ternyata Azzam juga memikirkan keadaan menantunya selama ini. Memang ia juga sering melihat sikap putra bungsunya begitu dingin di awal pernikahan putra dan menantunya. Namun kini ia bisa bernafas lega, karena ia melihat sudah ada perubahan dengan Zayn. Semoga keputusannya dulu membuat wanita yang pernah dicintai Zayn pergi meninggalkan Zayn tidak salah. Jangan sampai wanita itu kembali lagi, begitu pikir Azzam.
...----------------...
...To Be Continued...