NovelToon NovelToon
MAFIA'S OBSESSION

MAFIA'S OBSESSION

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Mafia
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Areta dipaksa menjadi budak nafsu oleh mafia kejam dan dingin bernama Vincent untuk melunasi utang ayahnya yang menumpuk. Setelah sempat melarikan diri, Areta kembali tertangkap oleh Vincent, yang kemudian memaksanya menikah. Kehidupan pernikahan Areta jauh dari kata bahagia; ia harus menghadapi berbagai hinaan dan perlakuan buruk dari ibu serta adik Vincent.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Suasana di gudang tua itu berubah menjadi neraka bagi mereka yang berkhianat.

Vincent berdiri tegak, membiarkan bayangannya menyelimuti Abizar yang merintih di lantai.

Atas perintah singkat dari Vincent, anak buahnya membawa alat penyetrum listrik, alat yang sama yang digunakan Abizar kepada Areta.

"Lakukan," perintah Vincent dingin.

ZAP! ZAP!

Suara aliran listrik yang menghantam kulit dan teriakan kesakitan Abizar menggema di seluruh ruangan.

Tubuh Abizar kejang hebat, matanya membelalak, merasakan perih yang tak terbayangkan.

Vincent hanya menonton dengan wajah tanpa ekspresi, seolah suara teriakan itu adalah musik baginya.

Di sudut lain, Ronald yang wajahnya sudah hancur bersimbah darah, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

Suara tawanya terdengar parau dan mengerikan di tengah sunyinya gudang.

"Kamu pikir ini semua rencanaku, Vincent?" puji Ronald sambil meludah darah.

"Kamu terlalu bodoh untuk menyadari bahwa musuhmu ada di dalam rumahmu sendiri."

Vincent melangkah mendekati Ronald, mencengkeram rahangnya dengan kasar.

"Apa maksudmu, bajingan?!"

"Tanyakan pada Ibumu! Ibumu sendiri yang memintaku untuk menghabisi Areta," bisik Ronald dengan senyum licik.

"Dia tidak ingin darah rakyat jelata menodai keturunan De Luca. Dia yang memberiku lokasi kalian!"

Vincent terpaku. Tangannya yang mencengkeram Ronald mendadak lemas karena rasa terkejut yang luar biasa.

Dunianya seolah runtuh. Ibunya? Wanita yang seharusnya menjadi pelindung keluarganya, ternyata adalah orang yang mengirim maut untuk istri dan calon cucunya?

"Kamu bohong!" geram Vincent, namun matanya menunjukkan keraguan yang besar.

"Bunuh aku jika kau mau, tapi kebenarannya tidak akan mati," ejek Ronald lagi.

Rahang Vincent mengeras. Kilatan emosi yang campur aduk antara kecewa, marah, dan hancur.

Ia tidak ingin mendengar satu kata pun lagi dari mulut kotor itu.

"DOR!!"

Tanpa peringatan, Vincent menarik pelatuknya. Peluru itu menembus tepat di tengah dahi Ronald. Dan menghentikan tawa dan nyawanya seketika. Tubuh Ronald ambruk, tak lagi bernyawa.

Vincent berdiri diam dengan napas memburu. Ia menatap tangannya yang gemetar, lalu menoleh ke arah Abizar yang masih sekarat.

"Bereskan pengkhianat ini. Jangan biarkan dia mati, aku ingin dia membusuk di sel bawah tanah," perintah Vincent dengan suara yang terdengar hampa.

Ia segera berlari keluar dari gudang itu, menuju mobilnya.

Pikirannya kini terbagi antara rasa khawatir pada Areta dan amarah yang membara menuju rumah besar keluarganya.

Vincent memacu mobilnya seperti orang kesetanan menuju rumah sakit.

Persetujuan ibunya dalam rencana keji ini masih berputar-putar di kepalanya seperti racun, namun keselaman Areta dan bayinya adalah prioritas utamanya saat ini.

Begitu sampai di depan ruang rawat eksklusif, Vincent mendapati Jonas sedang berjaga dengan ketat.

Vincent tidak memedulikan penampilannya yang berantakan dengan noda darah di kemejanya. Tak lama kemudian, seorang dokter senior keluar dari kamar Areta sambil melepas maskernya.

"Dokter! Bagaimana istri saya?" tanya Vincent dengan nada mendesak, matanya menyiratkan ketakutan yang jarang ia perlihatkan.

Dokter itu menghela napas panjang, menatap Vincent dengan serius.

"Tuan De Luca, Nyonya Areta telah melewati masa kritisnya. Luka fisiknya akibat setruman listrik dan beberapa lecet sudah kami tangani. Namun..." Dokter itu terdiam sejenak.

"Namun apa?!" sentak Vincent tak sabar.

"Nyonya Areta mengalami trauma psikologis yang sangat berat. Syok akibat serangan listrik dan tekanan mental yang ia alami membuat kondisinya sangat lemah. Beruntung, kandungan Nyonya Areta sangat kuat. Janinnya selamat, namun detak jantungnya sempat tidak stabil karena stres sang ibu," jelas Dokter tersebut.

Vincent memejamkan mata, merasa dadanya sesak karena rasa bersalah.

"Kami telah memberikannya obat penenang," lanjut Dokter.

"Saat ini Nyonya Areta sedang tidur. Namun, kami harus mengobservasi kondisinya selama beberapa hari ke depan. Dia butuh ketenangan total, Tuan. Jika dia mengalami syok lagi, kita bisa kehilangan bayinya."

Vincent menyandarkan tubuhnya ke dinding rumah sakit.

Ia merasa gagal sebagai suami. Namun, rasa sedih itu segera berganti menjadi kemarahan dingin yang tertuju pada satu orang: wanita yang melahirkannya.

"Terima kasih, Dokter. Jaga dia dengan nyawa kalian," ucap Vincent rendah.

Ia kemudian menoleh ke arah Jonas. "Jonas, tetap di sini. Jangan biarkan siapapun masuk, termasuk ibuku atau orang-orangnya. Aku ada urusan yang harus diselesaikan sekarang juga."

Vincent melangkah perlahan mendekati tempat tidur Areta.

Pemandangan istrinya yang terbaring pucat dengan kabel medis yang menempel di tubuhnya membuat hati pria keras itu hancur.

Ia duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan Areta yang terasa dingin, lalu mengecup keningnya dengan sangat lama.

"Aku berjanji, Areta. Setelah ini, tidak akan ada satu orang pun yang bisa menyentuhmu lagi. Sekalipun itu orang yang paling dekat denganku," bisik Vincent dengan suara parau.

Suasana malam di rumah sakit itu terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara detak jantung dari monitor medis.

Menjelang tengah malam, tubuh Areta mulai gelisah. Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan napasnya menjadi tidak beraturan.

"V-Vincen, tolong..." igau Areta dengan suara gemetar. Wajahnya menunjukkan ketakutan yang luar biasa, seolah ia masih berada di gudang gelap itu.

Vincent segera bangkit dan memeluk tubuh istrinya erat-erat.

"Aku di sini, Sayang. Aku di sini. Jangan takut," bisiknya menenangkan sambil mengusap punggung Areta.

Areta tersentak, matanya terbuka lebar dengan sisa air mata yang masih menggenang.

Begitu melihat wajah Vincent yang berada tepat di depan matanya, napasnya yang memburu perlahan mulai tenang. Namun, rasa bersalah langsung menyelimuti hatinya saat teringat surat yang ia tinggalkan.

"A-aku minta maaf, Vin. Aku bodoh karena meninggalkanmu. Aku pikir itu yang terbaik," isak Areta sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang suaminya.

"Ssshh... sudah. Jangan bahas itu lagi," potong Vincent lembut, mengeratkan pelukannya seolah takut Areta akan menghilang lagi.

"Yang terpenting sekarang adalah kamu dan anak kita selamat. Itu sudah lebih dari cukup bagiku."

Keheningan yang penuh haru itu terpecah saat pintu kamar terbuka pelan.

Seorang perawat masuk membawa nampan berisi makanan hangat dan obat-obatan.

"Permisi, Tuan De Luca. Nyonya Areta harus makan sedikit agar tenaganya pulih sebelum meminum obat," ucap perawat itu dengan sopan sambil meletakkan nampan di meja samping tempat tidur.

Vincent mengangguk. Ia membantu Areta untuk duduk bersandar pada bantal yang ditumpuk.

Ia mengambil mangkuk bubur itu, berniat untuk menyuapi istrinya sendiri.

Vincent dengan telaten meniup sendok bubur yang masih mengepul, lalu menyuapkannya ke mulut Areta dengan gerakan yang sangat lembut.

Ia tidak ingin istrinya memikirkan hal-hal berat, namun Areta tampak masih terguncang dengan pengkhianatan yang dialaminya.

"Aku masih tidak menyangka jika Abizar jahat seperti itu, Vin," bisik Areta pelan, tatapannya kosong ke arah depannya.

"Dia dulu orang yang baik, Vin. Aku pikir dia benar-benar ingin menolongku."

Vincent berhenti sejenak, sendoknya masih tertahan di udara.

Mendengar nama pria itu disebut membuat amarahnya kembali bergejolak, namun ia menahannya sekuat tenaga agar tidak menakuti Areta.

Ia hanya tersenyum tipis, sebuah senyum yang mengandung arti gelap bagi siapa pun yang mengenal Vincent.

"Dunia ini bisa mengubah siapa saja menjadi monster, Sayang. Terutama jika mereka dibutakan oleh uang dan rasa iri," jawab Vincent tenang.

"Jangan pernah pikirkan dia lagi. Dia sudah mendapatkan 'tempat' yang pantas untuknya. Fokuslah pada kesehatanmu."

Areta menatap mata suaminya, mencari ketenangan di sana.

"Lalu bagaimana dengan orang yang menyuruhnya? Ronald bilang ada orang lain..."

Vincent kembali menyuapkan bubur ke mulut Areta untuk mengalihkan pembicaraan.

"Aku akan membereskan semuanya. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang, habiskan makananmu, oke?"

Setelah beberapa suap, Areta tampak lebih tenang dan perlahan mulai memejamkan matanya karena pengaruh obat penenang yang diberikan dokter sebelumnya.

Vincent menunggu sampai napas istrinya teratur dan ia benar-benar terlelap.

Begitu Areta tidur, senyum tipis di wajah Vincent langsung menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin yang mematikan.

Ia meletakkan mangkuk bubur itu, berdiri, dan melangkah keluar kamar.

Di luar, Jonas sudah menunggu dengan tablet di tangannya.

"Tuan, kita baru saja menerima rekaman percakapan terbaru dari kediaman Ibu Anda," lapor Jonas dengan suara rendah.

1
angel
semangat up nya thorr
angel
lanjut thorr
my name is pho: terima kasih kak
total 1 replies
angel
plis areta coba pikir" lagi jangan ambil tindakan yang bikin rumit donk,plisss kali ini aja yahh nanti kalau kau pergi bakal bagaimana vincent😭😭, SEMANGAT THORRR
putrie_07
cinta gila😆😆😆😆
lanjut Thor💪😘
اختی وحی
ikut gemeter😄
اختی وحی
semangat thor,makin seru
my name is pho: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!