NovelToon NovelToon
REINKARNASI BERANDALAN

REINKARNASI BERANDALAN

Status: tamat
Genre:Kebangkitan pecundang / Action / Time Travel / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:251
Nilai: 5
Nama Author: andremnm

Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 34. bukti merah...

Misi telah memasuki fase paling berbahaya. Dion, Maya, dan Rani, dipimpin oleh Ibu Sumi, kini tengah melakukan pendakian vertikal yang brutal menuju puncak Bukit Merah. Ini adalah tebing curam yang penuh dengan batu-batu licin dan akar-akar yang menonjol.

Ibu Sumi bergerak dengan lincah, usianya seolah tidak mengurangi kekuatannya. Dia menggunakan senapan berburu sebagai tongkat panjat, menempatkan kakinya di celah-celah batu yang tidak terlihat.

Ibu Sumi: (Berbisik) "Kita harus cepat. Puncak bukit pasti memiliki sensor gerakan yang sensitif. Tapi kabut tebal dari Air Terjun Naga akan menutupi kita hingga ke menara."

Kabut yang dimaksud Ibu Sumi mulai menyelimuti mereka. Kabut itu tebal, dingin, dan berbau air terjun serta lumut. Jarak pandang mereka berkurang drastis, tetapi hal ini memberikan perlindungan visual yang sempurna dari menara pemancar militer yang berdiri di puncak.

Dion memimpin, membawa ransel yang berisi peralatan hacking dan Kunci Pemicu Temporal. Setiap langkahnya adalah pertarungan melawan gravitasi.

Dion: (Berbisik, terengah-engah) "Kabutnya membantu... tapi kita juga tidak bisa melihat jebakan apa pun di depan."

Rani: (Berbisik dari belakang, mengawasi) "Ibu Sumi akan tahu. Fokus pada pendakian. Begitu kita keluar dari kabut, kita berada di Zona Terbuka. Kita harus berada dalam mode serangan penuh."

Maya mendaki di tengah. Setelah semua yang ia lalui, ketakutannya kini telah berubah menjadi fokus yang dingin. Ia hanya memikirkan satu hal: rekaman 100% itu harus tersebar.

Mereka terus mendaki selama hampir satu jam di dalam kabut. Keheningan hutan dipecahkan hanya oleh suara tetesan air dan napas mereka yang berat.

Tiba-tiba, Ibu Sumi berhenti mendaki. Dia mengangkat tangannya memberi sinyal berhenti.

Ibu Sumi: (Berbisik sangat pelan) "Berhenti. Aku mencium asap tembakau. Kita sudah berada di zona luar pos penjaga."

Mereka bersembunyi di balik sebatang pohon besar. Di depan mereka, di tengah kabut yang sedikit menipis, terlihat samar-samar pagar kawat berduri yang mengelilingi puncak bukit. Pagar itu tingginya tiga meter.

Di dekat gerbang pagar, samar-samar terlihat api unggun kecil dan dua siluet tentara yang sedang merokok.

Rani: (Mengintip dengan hati-hati) "Pagar kawat, pagar listrik, dan dua penjaga yang malas. Ini persis seperti yang Arya duga. Mereka menganggap bukit ini tidak bisa ditembus oleh siapa pun selain mereka sendiri."

Ibu Sumi: "Aku akan mengalihkan perhatian mereka. Aku akan menuju ke sisi kanan dan membuat suara. Begitu mereka bergerak, kalian berdua lari ke pagar. Di sana ada bagian kawat yang sudah lama berkarat. Dion, kau lompati pagar. Jangan sampai menyentuh kawat."

Dion: "Tapi... Ibu Sumi. Kau akan memancing bahaya!"

Ibu Sumi: (Tersenyum kecil) "Jangan meremehkan seorang nenek yang mencintai hutannya, Nak. Pergi!"

Ibu Sumi menghilang dengan senyap ke dalam kabut. Setelah beberapa detik yang tegang, mereka mendengar suara patah ranting yang keras, diikuti oleh suara desisan ular yang meyakinkan.

"HEI! Suara apa itu?! Sialan, jangan bilang ada ular lagi di sini!" teriak salah satu penjaga.

Kedua siluet itu segera bergerak, senjata siap siaga, ke arah suara—menjauhi posisi mereka.

Rani: (Menarik tangan Dion dan Maya) "Sekarang! Lari!"

Mereka berlari melintasi tanah yang sedikit terbuka, mencapai pagar kawat. Dion dengan cekatan menemukan bagian yang berkarat, membuka sedikit celah yang cukup untuk mereka menyelinap.

Rani: "Maya, kau yang pertama! Dion, kau di belakangku! Cepat!"

Maya menyelinap. Rani mengikutinya. Dion, yang membawa ransel besar, harus berjuang lebih keras, tetapi akhirnya dia berhasil lolos.

Mereka sekarang berada di dalam perimeter, dengan menara pemancar yang menjulang tinggi di depan mereka, diselimuti kabut dan dikelilingi oleh bangunan militer yang remang-remang.

Rani: (Berbisik mendesak) "Kita harus ke menara! Langsung! Jangan berhenti!"

Di belakang mereka, di luar pagar, mereka mendengar suara Ibu Sumi yang berteriak.

Ibu Sumi: "Hei! Kalian sedang mencari sesuatu? Mungkin kalian harus mencari di dasar jurang!"

Tembakan senjata otomatis terdengar. Ibu Sumi berhasil menarik perhatian mereka sepenuhnya.

Misi sekarang berada di tangan Dion dan Rani. Menara pemancar, sang target terakhir, hanya berjarak lima puluh meter di depan.

Dengan gemuruh suara tembakan yang mengalihkan perhatian di luar pagar, Rani, Dion, dan Maya berlari menuju dasar Menara Pemancar Militer di Bukit Merah. Menara itu menjulang tinggi, puncaknya menghilang ke dalam lapisan kabut tebal.

Rani melihat ke atas. Tidak ada tangga luar. Hanya struktur baja yang halus.

Rani: (Berbisik cepat) "Tangga ada di dalam gedung kontrol utama! Kita harus masuk melalui pintu belakang!"

Mereka mencapai bangunan kontrol utama—sebuah kotak beton bertingkat satu di dasar menara. Rani dengan hati-hati memeriksa kunci pintu belakang.

Rani: "Kunci kartu RFID. Maya, kau tetap di sini. Awasi pintu masuk utama. Dion, kau ikut aku! Kita harus masuk sekarang!"

Dion dengan sigap mengeluarkan alat hacking mininya dari ransel. Dia menyentuh alat itu ke pembaca kunci kartu. Layar alat hacking berkedip, mencoba memecahkan kode.

Dion: "Enkripsi lama. Beri aku tiga puluh detik."

KRKKK!

Bunyi kunci terbuka. Rani dengan cepat menarik Dion ke dalam dan menutup pintu. Mereka sekarang berada di lorong gelap, berbau oli dan peralatan listrik.

Rani: (Mengeluarkan senter kecil yang dimatikan) "Tangga ke puncak menara ada di ujung lorong ini. Ruang Server ada di sebelah kanan."

Tiba-tiba, dari ruang kontrol utama di depan mereka, terdengar suara tentara berbicara di radio.

Suara Tentara: "Ya, Komandan. Suara tembakan berasal dari perimeter barat. Kami sudah mengirim tim. Pertahankan semua pos. Prioritas: Menara Pemancar!"

Rani: "Sial! Mereka panik tentang menara! Mereka tahu apa yang akan kita lakukan! Mereka pasti akan mengirim penjaga ke puncak!"

Mereka bergerak cepat, merangkak di sepanjang dinding lorong. Mereka mencapai tangga logam yang sempit, tangga spiral yang berkarat menuju kegelapan di atas.

Rani: "Aku di depan, Dion. Kau tepat di belakangku. Kita harus bergerak tanpa suara. Kita hanya punya lima menit sebelum tim penjaga tiba di puncak."

Mereka mulai mendaki. Langkah kaki mereka di tangga logam bergema pelan di dalam struktur menara. Setiap anak tangga terasa seperti satu meter.

Sementara itu, di lantai satu, Maya menjaga pintu. Jantungnya berdebar kencang. Dia mendengar langkah kaki di luar bangunan dan suara radio yang keras. Tim penjaga datang!

Maya: (Berbisik ke headset kecilnya) "Rani! Tim datang! Tiga orang! Mereka menuju pintu depan!"

Rani: (Melalui headset, suaranya terengah-engah) "Pegang posisi, Maya! Aku hampir sampai di puncak!"

Di puncak menara, kabut tebal menyambut mereka. Mereka telah mencapai platform logam kecil di bawah antena utama. Di tengah platform, ada sebuah Papan Sakelar Kunci besar yang tertutup oleh casing pelindung baja.

Dion: "Itu dia! Kabel utama pemancar radio ada di dalam papan sakelar itu! Aku harus menyambungkan Kunci Pemicu Temporal ke sana!"

Rani: "Cepat! Aku akan mengawasi tangga!"

Dion membuka ranselnya dan mengeluarkan Kunci Pemicu Temporal dan peralatan hacking portabel. Papan sakelar itu dilindungi oleh kunci gembok kombinasi elektronik.

Dion: "Gembok digital. Aku akan memecahkannya! Ini akan memakan waktu tiga puluh detik!"

BIP! BIP! BIP!

Dion mengetikkan kode-kode brute force ke gembok itu.

Rani: (Mengarahkan senapan ke tangga) "Dion, aku mendengar sesuatu! Mereka datang! Cepat!"

Dion: (Sambil terus bekerja) "Lima belas detik lagi! Aku harus menembusnya!"

Maya: (Melalui headset, suaranya panik) "Rani! Mereka masuk ke gedung! Aku mendengar mereka di lorong! Mereka menuju tangga!"

Rani: "Dion! Sembilan puluh persen dari rencana ini bergantung pada Kunci Pemicu! Jangan gagal!"

Dion: "Tiga... Dua... Satu..."

KLIK!

Gembok terbuka. Dion dengan cepat membuka casing pelindung, menampakkan kabel-kabel tebal yang berseliweran di dalam. Dia segera menemukan kabel feed utama antena dan memasukkan Kunci Pemicu Temporal ke konektor yang telah ia siapkan.

Di bawah, mereka mendengar deru langkah kaki semakin keras. Penjaga sudah mencapai lantai atas.

Dion: "Terpasang! Aku akan segera menekan tombol aktivasi!"

Rani: "Tahan! Tunggu sinyalku! Mereka akan tiba dalam hitungan detik!"

Di puncak menara pemancar militer, dinginnya kabut bercampur dengan keringat ketegangan. Dion telah memasukkan Kunci Pemicu Temporal ke kabel feed antena utama. Rani bersiap di tepi platform logam, senapan terangkat, mengawasi tangga spiral yang gelap.

Suara langkah kaki di tangga logam kini sudah sangat dekat, bergema di struktur baja.

Rani: (Berteriak) "Dion! Sekarang!"

Tepat pada saat itu, tiga tentara Pasukan Khusus muncul dari tangga, senjata mereka siap menembak, senter taktis mereka menyapu kabut.

Tentara 1: (Berteriak) "Jatuhkan senjata! Kalian dikepung!"

Rani melepaskan tembakan peringatan ke struktur baja di samping mereka, suaranya memekakkan telinga.

DOR! DOR!

Tentara itu terkejut. Mereka tidak menyangka akan menghadapi perlawanan di puncak menara yang terisolasi.

Dion tidak menunggu lagi. Tangannya gemetar, tetapi fokusnya tajam. Dia menekan tombol aktivasi pada Kunci Pemicu Temporal.

Sebuah cahaya hijau terang menyala dari liontin batu harimau milik Ibu Sumi. Sinyal pemicu radio frekuensi rendah itu mengalir ke antena, dan dari sana, melesat ke langit, menembus atmosfer dan mencapai Jaringan Pengawas Global.

Sinyal terkirim!

Dion: "Berhasil! Sinyal pemicu sudah dikirim!"

Seketika setelah sinyal itu terkirim, Rani menjatuhkan dirinya ke tanah dan menembak kotak kontrol utama menara.

DOR! DOOR! DOOR!

Kotak kontrol itu meledak, memutus aliran listrik. Menara pemancar yang baru saja mereka gunakan menjadi mati total.

Rani: "Kunci Pemicu sudah bekerja! Menara mati! Kita keluar dari sini!"

Di saat yang sama, di dalam ruang kontrol militer di lantai dasar, Maya mendengar suara ledakan di atas. Jendela kaca bergetar.

Di luar, suara tembakan otomatis dari perimeter terdengar lebih intens—Ibu Sumi dan Pasukan Khusus terlibat baku tembak sengit.

Maya tahu dia harus menciptakan kekacauan di lantai dasar. Dia mengambil salah satu granat suar dari ransel Rani dan melemparkannya ke ruang kontrol.

PSSSST!

Suar itu mengeluarkan asap putih tebal, memicu alarm kebakaran dan memenuhi ruangan dengan asap.

Kembali di puncak menara, dalam kebingungan kabut dan asap, para tentara yang terkejut oleh ledakan Rani mencoba membalas tembakan.

Tentara 2: "Menara mati! Ada penyusup! Cari mereka!"

Rani dan Dion mulai menuruni tangga secepat mungkin, sementara tembakan sporadis menghantam platform di atas kepala mereka.

Mereka menuruni tangga tanpa henti, melewati lantai demi lantai. Di headset mereka, suara Rani berbisik.

Rani: "Maya! Di mana posisimu?!"

Maya: (Melalui headset, suara batuk) "Di bawah... aku sudah memasang... kabut asap! Keluar dari pintu belakang! Ibu Sumi menunggu di selatan!"

Mereka mencapai lantai dasar. Kabut asap suar telah memenuhi lorong. Dion dan Rani tidak dapat melihat, tetapi mereka tahu jalan keluar. Mereka meraih tangan Maya yang menunggu di dekat pintu belakang.

Rani: "Ayo! Keluar dari sini!"

Mereka berlari keluar dari bangunan kontrol, kembali ke hutan lebat di tengah kabut yang kini semakin tebal.

Begitu mereka keluar dari pagar kawat, mereka bertemu dengan Ibu Sumi yang terengah-engah. Senapan berburunya panas, tetapi dia tampak tidak terluka.

Ibu Sumi: "Kalian berhasil! Aku sudah melumpuhkan tim penjaga! Sekarang, ikuti aku! Aku akan membawa kalian ke tempat di mana tak ada helikopter yang bisa melihat kita!"

Saat mereka berlari menembus hutan, headset Rani berbunyi. Itu adalah sinyal yang kuat, sinyal berita internasional yang tidak dapat ditutup oleh Darurat Militer Jaya.

Penyiar Berita (Melalui headset Rani, dengan suara panik): "Kami mendapat laporan yang belum terkonfirmasi... Server utama Jaringan Pengawas Global baru saja menerima unggahan data besar-besaran, yang berisi rekaman video definitif tentang rencana Komandan Jaya untuk memicu perang nuklir di Jawa Timur... Kami mengulang! Ini adalah bukti yang tidak terbantahkan! Dunia sekarang tahu! Komandan Jaya adalah penjahat perang!"

Bom yang Sebenarnya telah meledak.

Dion dan Maya saling pandang. Mereka berhasil. Misi Arya—meluncurkan kebenaran yang tidak bisa dibantah ke dunia—telah selesai.

Rani: (Memimpin, wajahnya tersenyum lega untuk pertama kalinya) "Selesai. Tapi pertarungan politik baru dimulai. Sekarang, kita harus lari dari konsekuensi Ledakan Kebenaran ini!"

1
Calliope
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
andremnm: makasih🙏🙏
total 1 replies
Deqku
Aku jatuh cinta dengan ceritamu, tolong update sekarang juga!
andremnm: makasih ya
total 1 replies
tae Yeon
Terlalu emosional, sampai menangis.
andremnm: makasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!