Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RENCANA JAHAT BU RATNA
"Murni, bisa Ibu bicara sebentar?" suara Bu Ratna terdengar dari balik pintu.
Murni menoleh ke arah Made, meminta izin untuk menemui Bu Ratna, Made mengangguk. "Kamu temui Bu Ratna," jawab Made.
Murni beranjak meninggalkan Made, ia menghampiri Bu Ratna dengan menundukkan kepala. Rasa takut akan kegarangan Bu Ratna sudah berbekas di hatinya. Hingga untuk menatap matanya pun, Murni tak berani.
"Iya, Bu. Ada apa?" jawab Murni pelan.
Bu Ratna tersenyum lembut, berusaha menyembunyikan niat liciknya. "Ibu mau bicara sesuatu yang penting. Bisa kita bicara di luar?"
" Ko aneh, Bu Ratna jadi bersikap baik, perasaanku sedikit gak enak," pikir Murni was-was.
Murni mengangguk dan mengikuti Bu Ratna keluar kamar. Mereka berjalan menuju ruang keluarga, meninggalkan Made.
"Murni, Ibu perhatikan kamu dan Made saling mencintai. Ibu senang melihatnya," ujar Bu Ratna membuka percakapan.
Murni tersenyum malu. "Iya, Bu. Murni juga senang bisa dekat dengan Mas Made." Akhirnya hati Murni mencair, ia tak mau berburuk sangka sama mertuanya sendiri.
"Ibu tahu, kamu pasti sangat mencintai Made. Dan Ibu juga tahu, kamu pasti ingin yang terbaik untuknya," lanjut Bu Ratna, nadanya semakin meyakinkan.
Murni mengangguk mantap. "Tentu saja, Bu. Murni akan melakukan apa saja untuk Mas Made."
"Begini, Murni. Ibu ingin kamu tahu, ada seseorang yang bisa menjadi penghalang kebahagiaanmu dengan Made," bisik Bu Ratna, matanya menatap Murni dengan intens.
Murni mengerutkan kening. "Siapa, Bu?" Kini Murni berani mengangkat wajahnya, ia menatap Bu Ratna dengan perasaan cemas.
"Maya," jawab Bu Ratna singkat. "Dia masih mengharapkan Made, meskipun Made sudah menjadi suamimu. Dia bisa merusak rumah tanggamu."
Murni terdiam, mencoba mencerna perkataan Bu Ratna. Ia tahu bahwa Maya adalah wanita penggoda, tapi ia tidak pernah berpikir bahwa wanita itu bisa menjadi ancaman bagi pernikahannya.
"Tapi, Bu, Mas Made kan amnesia. Dia juga tidak ingat apa-apa tentang Maya," ujar Murni ragu.
"Justru itu masalahnya, Murni! Maya memanfaatkan situasi ini untuk mendekati Made lagi. Dia itu licik, Nak. Kamu harus waspada," tukas Bu Ratna dengan nada tinggi. "Ibu tidak ingin kamu terluka. Ibu ingin kamu bahagia dengan Made."
Murni merasa bimbang. Ia tidak tahu harus percaya pada siapa. Di satu sisi, ia ingin percaya pada Bu Ratna, ibu mertuanya yang kini bersikap baik padanya. Di sisi lain ia tak mau melakukan sesuatu yang sedikit menyimpang.
"Lalu, apa yang harus Murni lakukan, Bu?" tanya Murni dengan suara lirih.
"Begini, Ibu punya rencana. Kamu harus bisa menyingkirkan Maya dari kehidupan Made. Kamu harus membuat Made melupakan Maya dan hanya mencintaimu seorang," bisik Bu Ratna, senyum licik tersungging di bibirnya.
Murni menelan ludah. Ia merasa tidak nyaman dengan rencana Bu Ratna, tapi ia juga tidak ingin kehilangan Made. Ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit.
"Ibu tahu ini tidak mudah, Murni. Tapi, Ibu yakin kamu bisa melakukannya. Kamu adalah wanita yang kuat dan cerdas. Kamu pasti bisa melindungi kebahagiaanmu dengan Made," ujar Bu Ratna, berusaha menyemangati Murni.
Murni mengangguk lemah. "Baiklah, Bu. Murni akan coba."
Keesokan harinya, Murni, Made, dan Bu Ratna bersiap untuk kembali ke Bandung. Mereka mengambil penerbangan pertama dari Lanud Ngurah Rai Bali, meninggalkan Bali yang sudah menorehkan kenangan indah di hati Made.
"Selamat tinggal.. Emak, bapak.. Aku pamit." Murni menatap lapangan udara cukup lama, sebelum ia naik pesawat.
"Yang, udah pamitannya?.. Ibu udah nunggu kita, ayo.." Made berbisik di kuping Murni.
"Iya, Mas, Murni sedih.." Murni tak kuasa menahan tangis, air bening meleleh di pipinya. Dipeluknya Made dengan erat, tangisnya tak bisa ia bendung hingga baju kemeja yang Made pakai basah terkena cucuran air mata Murni.
Made balas memeluk Murni, ia mengecup puncak kepala Murni dengan perasaan haru..
"Huh, dasar pasangan lebay! Baper amat sih mereka!" gerutu Bu Ratna. Ia berdiri mematung dengan perasaan gemas melihat kemesraan Made dan Murni.
Setelah melepas tangisan cukup lama, Made memapah Murni menghampiri Bu Ratna yang sudah sejak tadi menunggu mereka.
"Ayo cepat! pesawat sudah nunggu kita. Malu dilihat orang nangis terus. Cengeng banget sih kamu!" Bu Ratna tak bisa menahan emosinya.
" Maafin dia Bu, namanya meninggalkan kampung halaman pasti sedih." Made membela istrinya.
" Ah, ya udah-udah! Ayo cepetan jalan!" Bu Ratna memandang kedua pasangan itu dengan ekspresi wajah kecut.
Setelah beberapa saat mereka duduk di dalam pesawat, akhirnya pesawat tujuan Bandung itu pun lepas landas.
Setibanya di Lapangan Terbang Husein Sastranegara-Bandung, Bu Ratna berjalan di depan Murni dan Made. Ia menoleh sebentar memandangi anak dan menantunya, "Selamat datang di Bandung.." Bu Ratna mencoba berkata dengan suara yang dibuat seramah mungkin. "Rudi sudah menunggu kita di mobil, ayo!'
Murni, yang sebelumnya hanya mengenal kehidupan sederhana di sebuah gubuk reyot, merasa takjub dengan kemegahan bandara Husein Sastranegara.
Ia melirik Made, menggenggam tangannya seolah tak ingin berpisah, "Mas, ternyata Bandung sangat indah ya.."
" Iya Sayang.. Kamu dan anak kita nanti akan betah tinggal di Bandung," jawab Made dengan perasaan tak kalah senangnya dari Murni.
"Ayo, Murni," ajak Made, menggandeng tangannya. "Jangan bengong saja lihat pemandangan."
Murni tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia merasa seperti mimpi berada di samping Made, pria yang begitu mencintainya dan kini menjadi suaminya.
Ia tidak tahu bahwa kebahagiaan yang dirasakannya saat ini, adalah bagian dari sandiwara yang dirancang oleh Bu Ratna, ibu mertuanya.
Mobil mewah yang dikemudikan Rudi melaju membelah jalanan kota Bandung. Murni tak henti-hentinya memandangi pemandangan di luar jendela. Gedung-gedung tinggi, taman-taman indah, dan jalanan yang ramai, semuanya terasa asing dan mempesona baginya.
"Bandung indah sekali, ya, Mas," bisiknya pada Made.
Made tersenyum, mengusap lembut rambut Murni. "Iya, Yang. Kamu pasti akan betah di sini."
Bu Ratna yang duduk di depan, menoleh ke belakang. "Tentu saja, Murni. Bandung adalah kota yang nyaman dan menyenangkan. Apalagi, sekarang kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami."
Murni tersenyum tulus. Ia merasa sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga Made. Ia tidak tahu bahwa di balik kata-kata manis Bu Ratna, tersimpan kebencian yang mendalam terhadap Maya, istri sah Made yang ingin disingkirkannya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah yang megah. Murni terbelalak. Rumah itu jauh lebih besar dan mewah dari yang pernah ia bayangkan.
"Selamat datang di rumah baru kalian," kata Bu Ratna, tersenyum penuh arti.
Murni dan Made turun dari mobil dengan perasaan campur aduk antara takjub dan bingung. Mereka saling berpandangan, mencoba mencari jawaban atas semua pertanyaan yang berkecamuk di benak mereka.
"Rumah baru? Maksud Ibu?" tanya Murni, suaranya bergetar.
"Iya, Murni. Rumah ini adalah hadiah pernikahan dari saya untuk kalian berdua," jawab Bu Ratna, tersenyum manis. "Saya ingin kalian berdua memulai hidup baru di tempat yang layak."
Murni tak bisa berkata apa-apa. Air mata mulai membasahi pipinya. Ia merasa sangat terharu dan bahagia. Ia tidak menyangka akan mendapatkan hadiah sebesar ini dari Bu Ratna.
"Ya Allah, Bu. Ini... ini terlalu berlebihan," ucap Murni dengan suara bergetar.
"Tidak ada yang berlebihan untuk kalian, Murni. Kalian berdua pantas mendapatkan ini," balas Bu Ratna, menggenggam tangan Murni dengan hangat. "Saya senang bisa melihat kalian bahagia."
Made yang sedari tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara. "Bu Ratna, kami tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan Ibu. Kami sangat berterima kasih."
"Tidak perlu membalas apa-apa, Made. Cukup kalian berdua bahagia dan sukses, itu sudah lebih dari cukup bagi saya," kata Bu Ratna.
Murni memeluk Bu Ratna erat-erat. Ia merasa sangat beruntung memiliki ibu mertua sebaik Bu Ratna. Ia tidak tahu bahwa di balik kebaikan Bu Ratna, tersimpan rencana jahat untuk menyingkirkan Maya, dan lambat laun, ia akan menyingkirkan Murni dari kehidupan Made.