Rahasia Tersembunyi Sopir Pribadiku

Liburan musim dingin selama seminggu yang diberikan untuk Erik telah berakhir.

Pria itu pun hari ini kembali ke istana. Dia sudah siap dengan segala resiko dan konsekuensi yang akan dihadapinya.

"Maaf, saudara Erik diminta menghadap pangeran Gustav di ruang kerjanya sekarang," kata seorang pelayan, saat Erik baru saja hendak keluar kamarnya.

"Baik, aku segera ke sana," sahutnya.

Dia lalu masuk ke ruang kerja Adipati of Vilkrad itu.

"Silahkan duduk. Aku mau bicara yang penting dan serius denganmu bukan main-main," katanya.

"Baik Yang Mulia," ujarnya, duduk di kursi dihadapan pangeran Gustav.

"Kamu tahu, aku selalu serius  dan tidak pernah main-main dalam hal apapun. Terutama masalah etika, kesopanan dan perbuatan tercela," sebutnya lagi.

"Iya, saya paham Yang Mulia, saya mengerti apa yang Pangeran Gustav maksud," katanya lagi.

"Apa yang terjadi di Vilkrad. Jawab aku dengar jujur. Kamu bersikap kurang ajar pada keponakanku? Menciumnya. Apa itu benar," tegasnya.

"Maaf pangeran. Kalau saya telah berbuat lancang. Iya itu benar. Saya mencium Putri Daniella," jawabnya tertunduk.

"Kamu benar-benar kurang ajar bisa selancang itu berbuat sesuka hatimu pada seorang putri, berdarah biru dan bangsawan," urai Pangeran Gustav.

"Aku tak menyangka kamu seberani dan senekat itu rupanya," katanya.

"Maaf pangeran Gustav, saya minta maaf sebesar-besarnya, dari lubuk hati yang terdalam. Saya juga sudah siap dihukum, itu yang mungkin harus saya terima atas perbuatan saya itu," katanya pasrah.

"Awalnya, aku ingin melaporkanmu ke penegak hukum atas perbuatanmu agar kamu masuk penjara," sebutnya.

"Tapi Deedee memintaku untuk memecatmu saja dan meminta kamu segera pergi dari sini. Dia tak mau melihat wajahmu lagi. Jadi, segera beresin barangmu lalu keluar dari istana," perintahnya.

"Baik Yang Mulia. Untuk terakhir kali sebelum saya pergi, sekali lagi saya meminta maaf, dengan segenap hati saya. Terima kasih telah memberikan saya kesempatan bekerja di lingkungan istana. Saya izin pamit kembali ke kampung saya," katanya, membungkuk memberi hormat, lalu keluar dari ruangan itu.

Dia menuju garasi, melihat mobil yang selama ini dikendarainya saat menjadi sopir putri Daniella.

Mobil yang hanya akan jadi kenangan indah bersama gadis yang dicintainya.

Dia menyentuh satu persatu mobil itu, mulai dari Land Rover, Mercy, dan sedan.

Dia kemudian ke kandang kuda, menemui Bass untuk terakhir kalinya.

Dia mengelus kuda kesayangan putri Daniella yang telah dirawatnya hampir satu tahun ini.

"Hei Bass, baik -baik ya kamu nantinya setelah aku pergi. Makan banyak, jadi kuda yang penurut. Jangan sakit dan malas ya. Aku pergi," katanya, mengelus kuda itu untuk terakhir kalinya, sembari menarik nafas dalam-dalam.

Terlihat jelas dari ekspresinya, dia begitu berat berpisah dengan kuda tersebut.

Usai dari istal kuda itu, dia kembali ke kamarnya, membereskan barang-barangnya.

Erik meninggalkan tiga setelan jas, topi dan sepatu yang disediakan istana  untuknya bertugas sebagai sopir.

Sebelum pergi dari situ, dia melihat ke sekeliling kamar itu untuk terakhir kalinya.

Dia memandangi istana megah, kediaman sang putri, wanita cantik impiannya, yang dia puja dan cintai.

"Setidaknya, aku lega kamu sudah bersama dengan pangeran impianmu lagi. Aku harap kamu selalu  bahagia dengannya, terus tersenyum," katanya dalam hati.

"Tugasku berakhir sampai di sini, untuk terus berada di sisimu. Meski aku tak akan bisa lagi memandang wajahmu dari dekat setelah ini, tapi aku akan selalu mendoakanmu setiap malam menjelang tidurku agar kamu selalu bahagia," gumamnya.

"Kamu akan selamanya ada di hatiku, My princess, Daniella Cecilia. Aku pergi, aku pulang kembali ke tempat asalku. Tempat dimana seharusnya aku berada," ucapnya.

Erik  meninggalkan istana itu menjelang siang, naik bus kembali ke kampung halamannya.

Kembali ke rumah masa kecilnya, ke rumah sederhana yang begitu nyaman, sejuk, tenang dan damai.

Kembali ke rumah bibinya yang dipenuhi aroma masakan rumahan, sup sayur dan roti panggang, lezat dan enak dengan udara sejuk dari hutan terdekat.

Kembali membantu bibinya memanen sayuran, memetik buah, membelah kayu bakar dan menjemur pakaian.

Kembali ke pekerjaan sebelumnya, menjadi petani, bekerja di ladang barley, beternak sapi, memerah susu, lalu menjualnya ke pasar di kota terdekat.

Kembali menyempatkan diri, mengunjungi pusara ibu, kakek dan neneknya setiap pagi, membawakan anyelir putih segar, menceritakan apa yang dilakukannya pada hari sebelumnya, tentang keinginan, rencana dan mimpi-mimpinya.

Kembali ke ladang barley yang bergoyang pelan ditiup angin, dengan suara sapi mengembik dan burung bernyanyi.

Kembali menghabiskan sore memancing ikan dan berenang di sungai, air mengalir jernih dengan ikan melompat, melihat kunang-kunang berkedip seperti bintang jatuh di dekat rawa di pinggir hutan , membuat Erik menemukan keseimbangan dalam kesederhanaan.

Kembali bersama teman-teman lamanya, bercanda gurau sembari bermain gitar, menikmati malam bersama mereka, berkemah di pinggir hutan, api unggun yang hangat dan suara gitar yang merdu, membawa tawa yang menyembuhkan, meski hati masih menyimpan bayang-bayang putri yang dicintainya.

Erik kembali ke dunianya yang sederhana, menjalani takdir yang telah digariskan untuknya, sebagai pria sederhana, anak petani dari desa.

***