Di sebuah kampung yang sejuk dan dingin terdapat pemandangan yang indah, ada danau dan kebun teh yang menyejukkan mata jika kita memandangnya. Menikmati pemandangan ini akan membuat diri tenang dan bisa menghilangkan stres, ada angin sepoi dan suasana yang dingin. Disini bukan saja bercerita tentang pemandangan sebuah kampung, tapi menceritakan tentang kisah seorang gadis yang ingin mencapai cita-citanya.
Hai namaku Senja, aku anak bungsu, aku punya satu saudara laki-laki. Orangtuaku hanya petani kecil dan kerja serabutan. Rumahku hanya kayu sederhana. Aku pengen jadi orang sukses agar bisa bantu keluargaku, terutama orangtuaku. Tapi kendalaku adalah keuangan keluarga yang tak mencukupi.
Apakah aku bisa mewujudkan mimpiku?
yok baca ceritanya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia weni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Senja pulang ke rumahnya. Ternyata rumahnya sepi. "Sepertinya ibu dan ayah sedang berada di kebun," gumam Senja. Kemudian Senja mengambil kunci dari bawah pot dan masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum," ucap Senja. Kemudian Senja masuk, menutup pintu rumahnya dari dalam, dan menuju kamarnya.
Dengan gerakan lembut, Senja merebahkan badannya di atas kasur tipis di kamarnya, menunjukkan kerapian dan kebersihan yang selalu dijaga meskipun rumahnya sederhana. "Ah, akhirnya bisa beristirahat," gumam Senja, melepas lelah setelah seharian beraktivitas.
"Kenapa perasaan aku tidak enak ya, tentang Novi?" ucap Senja, menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran yang sedikit kusut. "Ya Allah, aku tidak boleh berpikir macam-macam," gumam Senja, mencoba menenangkan dirinya sendiri sambil memejamkan mata.
"Wah, perutku sudah berbunyi, kayaknya harus diisi dulu," ucap Senja, langsung bangkit dari kasur dan menuju dapur untuk mencari sesuatu untuk dimakan. Senja membuka tudung saji, dan menemukan sayur tumis kangkung, sambal goreng ikan asin, dan tempe yang masih hangat. "Makanan favoritku!" ucap Senja dengan senyum gembira.
"Kayaknya ibu masak ini siang tadi, soalnya masih hangat," gumam Senja. "Tapi aku rasa ibu tidak tahu kalau Novi dibawa ke rumah sakit. Kalau ibu tahu, pasti sudah datang," lanjut Senja, sedikit khawatir karena ibunya belum tahu tentang kejadian yang menimpa Novi.
Saat makan, Senja juga terpikir masalah uang untuk pelunasan di sekolah. "Apakah ayah sudah ada uang ya?" tanya Senja sedih, menundukkan kepala sambil memainkan nasi di piringnya. "Apa yang bisa aku lakukan ya agar bisa membantu ayah dan ibu?" batin Senja, merasa sedikit beban dengan masalah keuangan di rumahnya.
"Ya Allah, mudahkanlah urusan orangtua hamba, agar hamba bisa mencapai impian hamba. Bisa perbaiki rumah kayu ini menjadi rumah yang lebih bagus, bisa memberikan kedua orangtua makanan yang enak, dan tidak lupa juga bisa membawa kedua orangtua hamba ke tanah suci, ya Allah," ucap Senja dengan penuh harap dan doa yang tulus. Senja menutup mata sejenak, berharap doanya dikabulkan.
"Alhamdulillah selesai makan. Aku harus ganti baju sekolah ini dulu ke kamar, setelah itu baru aku cuci piring," gumam Senja yang langsung berdiri menuju kamarnya, meninggalkan meja makan yang masih berantakan. Setelah berganti pakaian, Senja kemudian membawa piring-piring ke luar rumah untuk dicuci di sumur.
"Wah, air sumur kalau sore hari hangat ya, hehe. Mungkin karena ada cahaya matahari," ucap Senja sambil mencuci piring-piring dengan senyum. "Airnya enak banget, bikin adem," tambahnya.
****************
Di Kebun
Ayah dan Ibu duduk istirahat di bawah naungan pohon, melepas lelah setelah seharian bekerja di kebun. "Bagaimana ya, Bu, kita membayar utang Senja di sekolah? Kubis kita hanya dapat hari ini dua karung, harganya juga murah. Sedangkan hutang Senja di sekolah semua ada sekitar 700 ribu," ucap Ayah dengan nada sedih, menundukkan kepala memikirkan masalah yang dihadapi.
"Iya ya Yah, Ibu juga tidak ada tabungan, sedangkan untuk makan besok saja, beras kita sudah habis, Yah," balas Ibu dengan nada khawatir, memandang Ayah dengan harapan ada solusi.
Pak Asep yang kebetulan lewat kebun mereka, menyapa Ayah dan Ibu yang sedang duduk istirahat. "Assalamualaikum, Pak, Bu. Ada apa ya kelihatannya sedih?" tanya Pak Asep dengan nada ramah, memperhatikan ekspresi wajah Ayah dan Ibu yang terlihat khawatir.
"Wa'alaikumussalam, Pak Asep," jawab Ayah dengan senyum tipis. "Tidak ada apa-apa, Pak Asep, ini kami lagi istirahat saja," kata Ayah berusaha menyembunyikan masalah yang sedang dihadapi. Ibu hanya diam, tidak banyak bicara, sementara Pak Asep memperhatikan mereka sejenak sebelum mengangguk mengerti. "Oh, baiklah kalau begitu. Saya hanya lewat sebentar," ucap Pak Asep sebelum melanjutkan perjalanan.
"Oh, ngomong-ngomong, Pak Hadi dan Bu Sofi sudah tahu belum kalau Novi anak Hena tadi pingsan di Cafe Dahlia dan dibawa ke puskesmas? Senja dan temannya katanya juga ikut ke sana. Saya dapat kabar dari keponakan saya, Resi, dan Novi didiagnosis sakit leukemia. Besok haruS dibawa ke kota karena di sini tidak lengkap peralatan medisnya," kata Pak Asep, menatap Ayah dan Ibu dengan tatapan serius.
"Astagfirullah, ya Allah," jawab Ibu dengan suara sedih. "Ya Allah, Novi..." balas Ayah, suaranya tercekat. "Terima kasih atas infonya, Pak Asep. Kami pulang dulu, mau lihat keadaan Novi ke puskesmas," kata Ayah. "Novi sudah dibawa pulang, Pak Hadi," balas Pak Asep. "Mereka besok pagi akan ke rumah sakit di kota," tambahnya, mengangguk mengerti. Ayah dan Ibu kemudian bergegas pulang ke rumah untuk melihat keadaan Novi dan keluarga Hena.
****************
"Alhamdulillah, piringnya sudah selesai," ucap Senja dengan senyum lega. "Aku harus mandi dulu sebelum Ayah dan Ibu pulang, daripada nanti antri," kata Senja, sambil berjalan menuju sumur untuk mengambil air dan bersiap mandi.
Setelah mandi, Azan Ashar terdengar. Senja langsung mengambil air wudhu dan segera masuk ke dalam rumah untuk melaksanakan shalat Ashar dan beristirahat sejenak sebelum Ayah dan Ibu pulang.
Setelah sholat, Senja mendengar suara langkah kaki Ibu dan Ayah yang tergesa-gesa, "Ayah... Ibu... Ada apa?" tanya Senja, menyambut mereka di depan pintu dengan rasa khawatir melihat ekspresi wajah mereka.
"Assalamualaikum, Sen," ucap Ibu dan Ayah.
"Walaikumussalam," balas Senja. "Sen, tadi Ibu dan Ayah dengar dari Pak Asep bahwa Novi dirawat di puskesmas karena pingsan, dan katanya Novi menderita leukemia," kata Ibu, mengulangi apa yang sudah didengarnya.
"Iya, Bu," balas Senja sedih. "Dan besok Novi harus dibawa ke RS di kota."
"Ya Allah... Terus sekarang bagaimana keadaan Novi?" tanya Ibu. "Novi sudah di rumahnya, Bu," balas Senja.
"Ya sudah, kita bersih-bersih dulu, Bu. Siap-siap sholat, baru kita ke rumah Novi," usul Ayah, mencoba menenangkan suasana sambil mempersiapkan langkah berikutnya untuk mengunjungi keluarga Novi.
"Ya, Bu, nanti kita kesana saja. Perasaanku kok tidak enak, ya, Bu," kata Senja, mengungkapkan perasaan was-was dan khawatir tentang keadaan Novi.
"Jangan pikir yang macam-macam dulu, Nak. Doakan saja yang terbaik untuk Novi," balas Ayah, sambil membelai kepala Senja untuk menenangkan pikirannya.