Alia merupakan wanita yang cantik dan lugu dulunya dirinya, hanya wanita polos yang mungkin bisa di bilang hanya wanita biasa dengan paras yang biasa dan tidak tertarik sama sekalia, karena alia hanya tertuju kepada keinginanya yaitu belajar, sampai dirinya bertemu dengan arnold pria yang kakak kelas tingkat 3 di banding dirinya, kakak itu sma 3 dan alia smp 3, alia menganggumi arnold layaknya pasangan sayangnya cinta alia tidak di balas melainkan hanya di permalukan di depan umum, sampai akhirnya 4 tahun sudah mereka bertemu kembali, di tempat perjodohan arnold awalnya tidak tahu siapa wanita cantik itu, sampai akhirnya dia tahu dan kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Tobi merasa kesal dengan Alia, tetapi entah kenapa pasti ada alasan yang disembunyikan oleh Alia sehingga Tobi tidak boleh menyakiti pria tersebut.
“Kenapa sih, Al, lu ngelarang gue buat nabok tuh pria? Padahal gue kesel banget tau nggak sih sama tuh pria?”
“Gue nggak mau kalau itu pria sampai merasakan sakit. Karena cukup gue aja yang merasakan, dia nggak perlu.”
“Emangnya ada hubungan apa lu sama pria itu? Kayaknya lu secinta itu sama dia. Emangnya dia juga mencintai lu?”
“Dia itu... udahlah, nggak usah dibahas. Males gue. Kita ke kelas aja yuk belajar, daripada kita buang-buang waktu di sini.”
Tobi yang mendengar penjelasan Alia menjadi bingung dan tidak bisa berkata apa-apa. Namun, pasti ada yang disembunyikan oleh Alia. Tobi harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena semuanya terasa janggal dan sulit dicerna.
---
Sesampai di kelas
Nama Alia dipanggil oleh kepala sekolah. Tetapi Alia tidak mau menurut, baginya tidak semua hal harus selalu dituruti karena dirinya juga bisa merasakan lelah.
“Kenapa sih itu kepala sekolah manggil gue terus? Gue udah bilang gue nggak suka, kenapa dia maksa mulu? Dia tuh nggak ada capek-capeknya buat maksa orang.”
“Emangnya dia mau nyuruh lu ngapain sih? Dia manggil terus kayaknya nggak jelas banget. Kayaknya nih kepala sekolah juga harus dipecat biar kagak ribet hidupnya. Sebel gue.”
“Dia suruh gue jadi MC buat cowok tadi, maksudnya kayak nemenin gitu deh, jadi asisten. Gue juga bingung sebenarnya peran gue apa di sana. Kayaknya nggak penting banget, nggak sih? Daripada gue di sana, kan mendingan gue belajar biar bisa jadi siswa terbaik, itu lebih berguna buat kuliah atau apapun. Ini kayak nggak penting banget tau.”
“Bukannya lu bilang kayak tuh pria penting banget ya buat hidup lu? Kan lu bela diri kayak tadi. Apa gue salah dengar?”
Sekketika Alia merasa sensitif dengan perkataan Tobi. Namun, Tobi mencoba untuk mengorek-ngorek agar Alia mau menjelaskan siapa pria itu.
“Gue kasih tahu lu ya, Tobi. Nggak semua hal harus lu tahu. Nggak semua hal juga lu boleh tahu. Semua orang itu punya privasi masing-masing, lu harus ingat itu.”
“Kata siapa gue nggak tahu kalau manusia punya privasi? Cuman maksud gue kan, di sini gue sebagai teman lu. Tapi gue kayaknya nggak dihargai gitu sebagai teman lu. Katanya teman, tapi kayaknya banyak rahasia banget dalam hidup lu yang nggak boleh gue tahu, tapi orang lain tahu. Adil nggak sih buat gue?”
Sekketika Alia merasa kalau Tobi itu orang yang sangat egois, sehingga selalu ingin mengetahui semua hal tentang dirinya. Padahal, Alia tidak pernah meminta Tobi untuk ikut campur dalam hidupnya.
“Gue nggak cerita sama lu bukan berarti gue nggak menghargai lu sebagai teman. Justru gue menghargai lu sebagai teman. Karena nggak semua hal harus gue ceritain ke lu. Lu juga harus tahu, kehidupan seseorang itu ada yang bisa dibagi dan ada yang enggak.”
Tobi merasa dirinya bukan orang yang penting. Ia meninggalkan Alia tanpa berkata apa-apa. Sedangkan Arnold mencoba untuk mengejar Alia.
---
“Al, aku mau bicara.”
“Aku nggak.”
“Kenapa sih, Al, keras kepala banget? Aku heran sama kamu. Kamu bisa nggak jangan keras kepala terus? Sesekali melemah kalau kamu salah, Al. Dengan kamu keras kepala begitu, nggak akan menyelesaikan apa-apa.”
Alia merasa sebal dengan tingkah Arnold yang selalu memaksanya. Padahal, ia sudah mencoba untuk melupakan Arnold. Tetapi Arnold selalu saja datang tanpa rasa bersalah.
“Asal kamu tahu ya, aku itu selalu berusaha untuk melupakan kamu. Tapi kamu selalu aja mendekati aku tanpa alasan. Udahlah, cukup berhenti. Aku capek kalau kamu terus begini.”
“Lagian, yang suruh kamu berhenti mencintai aku itu siapa? Kan nggak ada. Aku juga nggak mau berhenti mencintai kamu. Kita bisa membenahi hubungan kita yang dulu, kita bisa mulai lagi dari nol. Menurut kamu gimana?”
“Udah kubilang, percuma. Nggak akan ada yang berubah. Lebih baik kita masing-masing aja. Kalau kita memaksakan satu sama lain, itu nggak baik buat kita ke depannya.”
Arnold tetap mencoba mencari pilihan terbaik, tetapi Alia tidak mau mendengarkannya. Arnold merasa tidak ada harga dirinya di mata Alia. Walau begitu, Alia tetap berusaha bersikap baik.
“Sudah ya, sekarang aku harap kamu mengerti. Jangan paksa aku lagi. Aku benar-benar capek. Aku harap kita tetap bisa berhubungan baik, tapi nggak kayak dulu. Paham?”
“Kamu mengharapkan hubungan seperti apa?”
Arnold mengatakan hal itu dengan mata berkaca-kaca, tetapi tak membuat Alia gentar. Ia tetap cuek dengan sikap Arnold.
“Aku kan udah bilang kalau aku udah nggak suka sama kamu. Jadi jangan paksa aku lagi. Bisa kan kamu mengerti hal itu?”
“Ya, tapi selama ini aku nggak pernah menyakiti kamu sama sekali. Aku juga selalu ada buat kamu. Kenapa kamu kayak nggak peduli sama aku gitu?”
“Ya kamu mau aku berbuat apa? Kan aku udah bilang kita udah selesai. Kamu juga udah fokus ngejar studi. Aku juga nggak punya harapan apapun lagi sama kamu.”
“Masa iya karena kejar studi doang kamu jadi nggak mau sama aku lagi? Emangnya di mana letak kesalahan aku?”
Alia tidak mau mendengarkan kata Arnold karena dirinya sudah lelah dengan kehidupannya sendiri.
---
Setelah pulang sekolah
Arnold menunggu Alia. Namun, Alia hanya diam saja, seperti tidak bereaksi. Arnold menyadari kalau dirinya juga salah, tapi ia tetap merasa harus berusaha keras.
“Kamu mau pulang ya? Aku anterin pulang. Jangan sama papa kamu, biar aku aja. Sekalian aku juga mau ketemu mama kamu, udah lama juga nggak ketemu. Soalnya mamaku titip salam ke mama kamu.”
“Ya kalau mau main ke rumah, main aja. Kenapa harus nganterin aku? Lagian aku bisa kok pulang sendiri. Kalau nggak ada kamu juga aku tetap bisa. Jadi jangan menganggap aku kayak anak manja kali. Please deh, aku udah berubah.”
“Ya maksudnya kan aku satu jalan sama kamu. Nggak ada salahnya kalau aku nawarin. Sekalian kita juga jalan bareng, kan udah lama nggak jalan bareng.”
“Lagian siapa yang mau jalan sama kamu? Udah deh, aku udah bilang ke kamu jangan maksain diri terus. Kamu tuh nggak capek apa maksa diri kamu terus ke aku? Aku tuh udah bener-bener membatasi jarak kita. Tapi kamu kenapa sih masih nggak paham juga? Aku bingung deh harus berbuat apa lagi biar kamu paham.”
Alia selalu saja memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan perasaan Arnold. Sedangkan Arnold hanya memikirkan Alia seorang, tanpa memikirkan dirinya sendiri.