Drasha, si gadis desa yang cantik dan polos tiba-tiba diklaim sebagai keturunan keluarga Alveroz yang hilang 15 tahun silam.
Kecuali Nyonya besar Alveroz, tidak ada dari keluarga itu yang menerima Drasha. Bahkan dua orang yang katanya mama papa biologis Drasha lebih mengutamakan sang anak angkat.
Bagi mereka, Drasha adalah putri palsu yang hanya ingin memanfaatkan harta keluarga Alveroz. Sementara itu, sang anak angkat yang pandai mengambil hati keluarga, membuat posisi Drasha semakin terpojok.
Tapi, tanpa mereka semua tahu, Drasha bukan ingin memeras harta keluarga Alveroz melainkan dia membawa dendam dalam hatinya.
Siapa Drasha sebenarnya? Apakah dia memang putri palsu atau justru putri asli keluarga Alveroz? Dendam apa yang membuat Drasha memasuki keluarga Alveroz?
Yuk temukan jawabannya di cerita Drasha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Back Story Drasha Part I
Drasha masuk ke dalam kamar setelah bertemu oma Alhea. Omanya sekarang konsultasi dengan dokter pribadi.
Tak lama setelah itu, hapenya berbunyi.
Ting!
Drasha meletakkan biola dan tas sekolahnya di meja belajar. Dia kemudian duduk di tepi kasur sambil mengusap layar hapenya.
Pesan dari Adriel. Cowok itu menepati perkataanya yang ingin mengirimkan sebuah foto pada Drasha.
Gadis itu terpaku. Melihat tiga sahabat saling merangkul dan tersenyum bahagia di foto tersebut.
Adriel:
Perempuan yang di kanan itu mendiang mama gue
Dia pianis
Yang ditengah yang megang biola itu mendiang ibu kamu
Dan yang di kiri bawa case cello itu tante Tamara Alveroz
Drasha tahu banyak tentang keluarga Alveroz tapi informasi ini, dia tidak tahu sama sekali. Tidak heran, saat pemakaman ibunya, Tamara Alveroz ada di sana.
Drasha mengetik membalas pesan Adriel.
Me:
Terima kasih
Selanjutnya, Drasha beranjak dari kasur menggenggam hapenya erat dengan foto tiga sahabat yang masih terpampang di layar. Gadis itu melangkah ke balkon. Dia berdiri diam di sana.
Langit bergradasi jingga, ungu dan kelabu membentang di hadapannya.
Senja begitu kelihatan sendu di atas sana.
Drasha terus menatapnya.
Kelopak mata gadis itu bergetar dan tanpa sadar setitik air jatuh ke pipinya.
Dan, Drasha mereka ulang sedikit bagian hidupnya sebelum memasuki keluarga Alveroz.
Drasha kecil adalah anak yang pendiam tidak banyak bicara dan selalu bertatapan datar. Tidak pernah ada yang melihatnya tersenyum kecuali ibunya. Itupun jarang.
Dia juga tidak pernah menangis, terakhir kali mungkin saat dia masih bayi. Dia seperti robot yang tidak punya perasaan.
Orang-orang di desanya selalu memandang rendah dia dan ibunya yang bernama Mawar. Dia dikatakan anak haram karena tidak punya ayah. Ibunya juga sering dikata sebagai wanita yang suka jual diri.
Untung mereka tetap diterima tinggal di sana meski harus selalu menghadapi gosip-gosip tetangga.
Ibu Drasha bekerja sebagai petani sawah untuk menghidupi keseharian mereka. Padahal Drasha tahu kalau ibunya sangat berbakat main biola. Tapi, Mawar memilih jadi petani saja. Justru Drasha yang biasa memainkan biola milik ibunya itu.
Meski hidup tidak bergelimang harta, segala kebutuhan dan keinginan Drasha selalu dipenuhi oleh ibunya. Drasha mau laptop, dibelikan. Mau hape, dibelikan. Hanya saja pemberian ibunya selalu tampak mahal.
Tapi, Drasha tidak mau berlarut-larut memikirkan itu. Dia ingin melakukan sesuatu agar hidupnya dan ibunya lebih baik, bisa meninggalkan desa ini, juga membantu ibunya kembali bermain biola.
Drasha aktif mencari tahu hal yang terjadi di luar sana. Belajar otodidak tentang segala hal. Berbekal internet dan laptop serta hape pemberian ibunya, Drasha belajar tentang trading. Hingga di umur 10 tahun, dia sudah memiliki aset sampai 12 Milyar meski menggunakan identitas ibunya untuk bermain saham, forex dan crypto.
Tidak cuma itu, Drasha juga belajar skill hacking dan menerima pekerjaan remote dari luar negeri. Tentu menggunakan identitas ibunya juga, karena dia belum cukup umur sebenarnya untuk terjun ke semua dunia itu.
"Bu, bagaimana kalau kita pindah ke kota. Di desa kita harus selalu menelan gosip, kalau kita pindah di kota, orang-orang tidak akan peduli dengan kita siapa," saran Drasha, ketika makan malam dengan ibunya.
"Kenapa tiba-tiba, Drasha?"
"Aku cuma kepikiran sama ibu, ibu pernah bilang kalau ibu punya mimpi jadi pemain biola yang tampil di panggung besar. Kalau, kita terus-menerus di sini, ya kita akan begini-begini saja, Bu."
Mawar tersenyum. "Ibu lebih suka di sini, Drasha. Soal biola, itu mimpi yang sudah lama ibu buang."
Drasha bingung. Kenapa sebenarnya dengan ibunya?
Kenapa dia tidak mau meninggalkan desa ini?
Tapi, semakin Drasha tumbuh, dia merasa ada yang aneh dengan ibunya itu. Dia ingat sejak kecil, selalu ada malam di mana Drasha disembunyikan.
Dia diminta masuk ke dalam kamar kosong di sudut depan dan disuruh untuk tidur lebih awal. Drasha selalu menuruti ibunya. Sampai suatu malam saat Drasha berumur 11 tahun, Drasha penasaran.
Rumahnya sangat gelap kala itu. Dia melangkah pelan, sangat pelan sampai tidak akan ada yang menyadari keberadaannya.
Sebuah suara asing menusuk pendengaran Drasha.
"Tuan…"
"Ahh…"
"Tuan Narend…"
"Kamu selalu secandu ini, sayang…"
Apa Drasha terganggu dengan suara itu?
Tidak sama sekali, dia tetap menatap datar kemudian berhenti di depan pintu kamar ibunya. Tidak tertutup rapat hingga Drasha bisa melihat dari celah kecil.
Mata honey ambernya bisa menangkap dua orang dewasa tanpa sehelai benang aktif di atas kasur.
Gadis itu terus menatap datar.
Apakah itu ayah Drasha?
Sudahlah, dia akan bertanya pada ibunya di waktu yang tepat. Tidak sekarang.
Drasha lalu membalikkan badan ingin kembali ke kamar, tidak ingin mengganggu aktivitas orang dewasa itu. Tapi sebuah nama membuat langkahnya berhenti.
"Ahhh, Rosalina sayang…"
"Tuan Narend…"
Siapa Rosalina? Kenapa pria di dalam sana menyebut ibunya dengan nama Rosalina?
Drasha memutuskan untuk melangkah mundur dengan pelan dan bersender di balik dinding kayu dekat pintu. Dari percakapan dua orang dewasa itu, Drasha tahu kalau nama asli ibunya adalah Rosalina. Jadi selama ini ibunya menggunakan identitas pengganti. Kenapa?
Esok harinya Drasha mencari tahu soal ibunya. Tapi sangat banyak yang bernama Rosalina. Dia akhirnya mencari tahu tentang Narendra Alveroz.
Drasha bertanya-tanya, apakah dia adalah ayah Drasha yang sebenarnya?
Tapi, dari informasi yang dia dapatkan di internet, Narendra Alveroz sudah menikah.
Apa ibunya selingkuhan? Makanya lebih memilih tinggal di desa bersama Drasha?
Pantas ibunya tetap bisa membeli segala kebutuhan Drasha, ternyata ada orang lain dibalik itu semua.
Tapi kalau memang Narendra Alveroz itu ayah Drasha? Kenapa ibunya tidak mau Drasha bertemu pria itu?
Sekitar 5 bulan selanjutnya, pria itu datang lagi pada suatu malam. Seperti biasa Drasha diminta tidur lebih awal.
Tapi, Drasha bergerak lagi mencari tahu. Dia menunggu dua orang dewasa itu selesai dengan aktivitasnya, lalu menguping di balik dinding kayu.
"Tuan, sepertinya sedang sedih sekaligus kesal."
"Ya, memang, kamu selalu selalu tahu tentang aku, Rosalina."
"Ada apa Tuan, apa tentang orang tua Tuan lagi?"
"Iya, mereka masih mengira kalau aku tidak tahu tentang aku yang bukan anak kandung mereka. Aku benci melihat mereka pura-pura, Rosalina."
"Tuan…"
"Aku jadi ingat kata-kata mereka yang akan memberikan sebagai besar warisan Alveroz Group untuk cucu kesayangan mereka… Drasha, putri tunggal Riovan dan Tamara. Kalau mereka menganggap aku, harusnya aku yang jadi pewaris utama mereka, Rosalina."
"Tuan tidak perlu khawatir tentang itu, Drasha sudah tidak ada di dunia ini. Saya yakin, Tuan yang akan jadi pewaris utama Alveroz Group."
"Ya, kamu benar, Rosalina, aku tidak perlu khawatir, karena Drasha sudah kamu bunuh 9 tahun yang lalu."
Seketika itu, jantung Drasha rasanya mau copot. Kelopak matanya berkerut kaget.
Dia baru saja mendapatkan fakta bahwa dia bukan anak kandung ibunya dan harusnya sudah tidak ada di dunia ini.
Sudah jelas kenapa ibunya tidak mau Drasha bertemu Narendra Alveroz. Pria itu mau Drasha mati.
cwo yg di toilet restoran itu jg gk sih
penasaran bangt sm siapa drasha
beneran drasha asli ato plsu