"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
Anin yang sebenarnya memang belum tertidur sedari tadi, memutar tubuhnya ke arah Stevan.
"Maaf" Ucapnya. Kini, posisi mereka saling berhadap hadapan.
"Lo belum tidur?" Tanya Stevan.
Anin menggeleng. "Belum"
"Yaudah sana tidur. Udah jam setengah dua belas" Perintah Stevan.
"Stev" Panggil Anin.
"Hmm"
"Aku boleh nggak, tidur sambil meluk kamu?" Tanya Anin gugup.
Stevan hanya diam tanpa menjawab ucapan Anin. Anin seketika terdiam saat melihat raut wajah Stevan. Anin paham, dia sangat paham dengan tatapan dingin itu.
"Yaudah nggak papa kalo nggak boleh" Ucap Anin kemudian memejamkan matanya.
Detik berikutnya, Stevan tiba-tiba saja melingkarkan tangannya di pinggang Anin, menenggelamkan kepala gadis itu ke dalam pelukannya tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Anin merasakannya, tapi gadis itu sengaja untuk tidak membuka mata. Hingga Anin benar benar terlelap di dalam pelukan Stevan.
***
Stevan sedang berada di kamar mandi. Disaat itu juga Anin buru buru menyiapkan pakaian Stevan untuk berangkat ke kampus dan meletakkan dengan rapi di atas tempat tidur.
Beberapa saat kemudian, Stevan keluar dari dalam sana. Keningnya tertaut bingung saat mendapati bajunya sudah terlihat rapi di atas tempat tidur. Stevan tentu saja sudah tau siapa yang melakukan hal ini. Siapa lagi, jika bukan Anin. Tapi Stevan sama sekali tidak melihat gadis itu di dalam kamar.
Tanpa mengambil pusing, Stevan langsung saja memakai pakaiannya yang sudah di sipkan oleh Anin. Bibir pria itu melengkung, Stevan tersenyum. Bagaimana mungkin pilihan Anin tepat sekali dengan apa yang hendak ia pakai?
Setelah siap, Stevan segera turun ke lantai bawah menuju meja makan. Di sana, dia juga sudah mendapati Anin tersenyum lebar ke arahnya.
Anin segera berdiri saat mendapati Stevan berjalan menuju meja makan. Gadis itu menarik satu kursi untuk Stevan duduki.
"Kamu mau makan apa?" Tanya Anin saat Stevan sudah duduk di kursi yang ada di hadapannya.
"Terserah" Jawab Stevan. Anin pun mengangguk dengan senang hati. Bibirnya tak berhenti tersenyum sembari menuangkan nasi dan beberapa lauk ke dalam piring, tidak seperti biasanya. Biasanya mereka hanya diam dan seperti orang asing di meja makan.
"Selamat makan" Ucap Anin tersenyum sembari memberikan piring yang sudah berisi nasi dan lauk pada Stevan.
Stevan menerimanya masih tanpa membuka suara. Kemudian menyantap makanan tersebut dengan lahap tanpa mengucapkan sepatah kata.
***
Seperti biasa, setelah selesai makan, mereka akan segera berangkat ke kampus. Anin dan Stevan kini sudah berada di dalam mobil dan dalam perjalanan menuju kampus. Di sepanjang jalan, Anin tak berhenti mengoceh seperti anak kecil. Apapun yang ia lihat di jalan, gadis itu pasti akan selalu berbicara seperti anak kecil.
"Stev liat deh itu badutnya lucu banget nggak sih?" Ucap Anin sembari membuka kaca mobil. Memperhatikan beberapa badut yang ada di pinggir jalan yang sedang mencari nafkah dengan menghibur orang orang yang melintasi jalanan tersebut.
Stevan tidak menyauti, pria itu hanya tak henti menatap Anin dengan entah asumsi-asumsi apa yang ada di fikirannya saat ini sambil masih fokus akan kemudinya.
Hingga tak terasa, mereka saat ini sudah sampai di kampus.
"Aku masuk dulu ya." Pamit Anin tersenyum girang.
"Iya. Yang rajin belajarnya Anin" Gadis itu menjawab ucapannya sendiri seperti orang gila. Kemudian keluar dari mobil sesegera.
"Kamu juga hati-hati ya" Ucap Anin melambaikan tangannya setelah berada di luar mobil. Sungguh, gadis itu seperti orang bodoh yang berbicara sendiri.
Sementara Stevan hanya mengerutkan kening bingung dengan tingkah aneh Anin akhir-akhir ini. Tak mau mengulur waktu, Stevan akhirnya melajukan mobilnya menuju Fakultas Kedokteran.
Setelah mobil Stevan semakin menjauh dan tak mampu lagi dijangkau oleh pandangan mata Anin, tubuh Anin melemah seketika, gadis itu menunduk, kemudian berjalan menuju kelas dengan langkah gontai. Sungguh, berpura-pura bahagia dan mencoba membahagiakan diri sendiri itu ternyata menyakitkan juga.
...Jangan lupa like ya. Makasih :)...
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten