NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34: Gerakan Mencurigakan

Vivi mendengarkannya dengan seksama, angin sore menyapu rambutnya perlahan. Ia mengangguk pelan, menerima penjelasan itu tanpa membantah. Dunia yang mereka hadapi kini memang bukan dunia yang bisa selalu dijelaskan dengan logika sederhana. Kadang, kehendak dan kekuatan berjalan pada jalur yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang merasakannya sendiri.

“Dan sekarang?” tanya Vivi, setelah keheningan beberapa detik. “Setelah kau naik… apa yang berubah? Apa kau bisa merasakannya?”

Maelon memejamkan matanya.

Awalnya, hening. Tapi di balik kelopak mata itu, dunianya mulai menyala. Ia bukan lagi bejana kosong yang menyerap kekuatan dari luar—sekarang, kekuatan itu bergerak dari dalam. Menyebar, mengalir, menghantam dinding otot dan tulang dengan irama baru. Ada getaran yang konstan, seolah seluruh tubuhnya telah menjadi medan resonansi bagi energi Aetheron. Tapi bukan hanya itu. Ia juga merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya—kendali. Bukan hanya terhadap kekuatan, tapi terhadap arah dan bentuknya.

“Aku lebih kuat sekarang,” gumamnya perlahan. “Fisikku… lebih ringan. Otot-ototku tidak menahan kekuatan ini seperti dulu. Stamina, kecepatan, bahkan refleksku, semuanya meningkat. Tapi lebih dari itu…”

Ia membuka mata, menunduk, dan mengambil tombaknya yang tergeletak di tanah. Gagangnya dingin dan biasa. Kayu tua yang sedikit terkelupas, logam ujungnya tak terlalu tajam. Tapi sekarang, Maelon memegangnya dengan cara berbeda—bukan sekadar senjata, tapi perpanjangan dari kehendak.

Maelon menaruh telapak tangannya pada batang tombak itu, memusatkan napasnya… dan memanggil Aetheron. Perlahan.

Seberkas cahaya biru pucat menjalar dari telapak tangannya, seperti tinta yang dituangkan ke dalam air. Tombak itu menyerapnya, tidak meledak, tidak membakar—tapi menyala. Pelan, konsisten, menyelubungi logamnya dengan aura berdenyut seperti nadi. Tombak itu tampak hidup, memancarkan panas samar dan suara dengung rendah, seperti sedang berbisik kepada dunia bahwa ia sekarang mengandung sesuatu yang bukan berasal dari tanah.

“Sekarang… aku bisa mengalirkan Aetheron ke benda mati,” ujar Maelon, matanya tak lepas dari tombak yang menyala di genggamannya. “Mungkin suatu hari nanti, aku bisa membuat senjata ini lebih dari sekadar alat bertarung.”

Vivi melangkah maju, menatap nyala biru di tombak itu, bibirnya ternganga pelan. “Indah… dan menakutkan.”

Maelon hanya mengangguk. Api tak pernah sekadar api. Cahaya tak pernah hanya cahaya. Dan kekuatan, selalu datang bersama bayangan panjang yang mengikuti dari belakang.

Langit mulai menggelap, sinar jingga terakhir sore hari mencair di antara dedaunan. Mereka berdiri lama di tepi danau yang kini sunyi, menyadari bahwa hari ini bukan hanya langkah kecil dalam pelatihan—tapi sebuah jejak pertama menuju jalan yang jauh lebih dalam.

“Yuk, pulang,” kata Maelon akhirnya, suaranya kembali tenang.

“Ya,” sahut Vivi. “Kau butuh tidur… dan mungkin tombak itu juga.”

Maelon tertawa kecil. Untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, tawanya terdengar ringan. Tapi di baliknya, dunia tetap berat dan kelam.

Dan di bawah danau yang diam itu, tubuh tua pengguna Aetheron itu tetap terbaring… mungkin tersenyum.

Langkah mereka melewati gerbang desa terasa berbeda sore itu. Angin menyisir rambut dan pakaian mereka, membawa aroma samar dedaunan kering dan tanah yang baru saja disentuh matahari. Vivi masih menatap tombak di tangan Maelon yang kini telah kembali redup, seperti binatang buas yang baru saja dijinakkan. Sementara Maelon menatap lurus ke depan, pikirannya masih tertinggal pada percikan Aetheron yang sempat membara di telapak tangannya.

Gubuk itu menanti mereka dengan sunyi yang berbeda dari biasanya. Lampu gantung tua di atas beranda berayun pelan, memancarkan cahaya kekuningan yang menggigil. Pintu dibiarkan terbuka sedikit, mengundang rasa penasaran sekaligus firasat yang tidak nyaman.

Ketika mereka mendorong pintu dan masuk, mereka menemukan tiga sosok telah duduk di dalam—Roy dengan topeng khasnya, bersandar tenang di sudut meja; Jeffrie Nova yang bersikap lebih formal dari biasanya, berdiri tegak dengan tangan disilangkan di depan dada; dan Daniel, sang penjaga, dengan mata tajam dan postur kaku, seperti singa yang siap menerkam. Ketiganya sedang terlibat dalam percakapan yang terputus seketika saat pintu berderit terbuka.

Jeffrie Nova menoleh pertama kali. Matanya yang tajam memindai Maelon, lalu menyipit sedikit, seolah mendeteksi sesuatu yang tak kasat mata—sebuah perubahan, bukan fisik, tapi esensi.

“Kalian kembali,” katanya. Suaranya tenang namun ada nuansa waspada di dalamnya. “Kami sedang membicarakan sesuatu yang penting. Tapi—” ia berhenti, langkahnya perlahan menghampiri Maelon, “—aku bisa merasakan sesuatu dari dirimu.”

Roy, yang sedari tadi diam seperti patung kayu dengan wajah tersembunyi, tiba-tiba bergerak. Kepalanya menoleh sedikit ke arah Maelon, dan meskipun wajahnya tak terlihat, suara yang keluar dari balik topeng itu menggema pelan, seperti bisikan dari gua yang jauh.

“Kau telah menembusnya…” katanya, datar namun dalam. “Aura Drelm, lapisan kedua. Kau telah menjadi bagian dari kekuatan itu. Dan tubuhmu mulai menyesuaikan.”

Daniel terlihat kaget. Dahinya mengerut, bahunya menegang. Ia melangkah cepat mendekati Maelon, menatapnya seolah mencari bekas luka atau gejala yang tak kasat mata. “Kau tidak memberitahuku?” katanya, nyaris seperti teguran. “Kapan itu terjadi?”

Maelon mengangkat tangan, sedikit malu. “Hari ini. Di hutan. Aku... menemukannya sendiri.”

Seketika, Jeffrie menepuk bahu Maelon, senyumnya tumbuh tipis namun tulus. “Luar biasa, Maelon. Kau telah menjadi Doctrina sejati. Tidak semua orang bisa menembus Drelm sendirian, apalagi dalam waktu secepat itu. Kau memahami kekuatanmu, dan kau merasakannya. Itu yang membuatmu istimewa.”

“Terima kasih,” bisik Maelon, pandangannya menunduk sedikit. Di hatinya, sesuatu yang hangat menyala—bukan kebanggaan, tapi semacam keyakinan bahwa jalannya, meski masih terjal, bukan jalan kosong.

Namun kehangatan itu segera pudar saat Roy bangkit dari duduknya. Tubuhnya tegak, dan suara yang keluar berikutnya tidak lagi bernada ramah.

“Namun kebetulan kalian datang tepat waktu. Perbincangan ini tidak bisa ditunda.”

Meja di tengah ruangan kini menjadi pusat perhatian. Roy berjalan mengitarinya, lalu meletakkan sebuah gulungan peta yang telah dibuka. Tanda-tanda merah menandai sisi luar desa, di antara hutan dan bukit kecil di barat laut.

“Ada laporan dari mata-mata kita,” Roy memulai, suaranya dalam dan stabil. “Dua hari terakhir, ada gerakan mencurigakan di luar tembok barat desa. Orang-orang bersenjata, bergerak diam-diam, tanpa lambang faksi yang dikenal. Mereka terlalu rapi untuk sekadar pengembara atau pemburu liar. Mereka juga tidak menyerang, tapi menunggu... mengamati.”

Daniel mendekat, jarinya menunjuk lingkaran merah di peta. “Di sini mereka terlihat terakhir. Tak terlalu jauh dari batas patroliku.”

Jeffrie menyela, nadanya datar namun mengandung amarah yang terkekang. “Kita tidak tahu siapa mereka. Tapi kehadiran mereka bukan kebetulan. Desa ini bukan tempat yang bisa diakses sembarangan, terlebih dalam kondisi seperti sekarang. Ada sesuatu yang mereka incar.”

Vivi menatap Maelon, matanya menyorotkan kecemasan. “Apa mungkin… mereka tahu tentang para Doctrina di sini?”

Roy mengangguk pelan. “Itu salah satu kemungkinan. Atau mungkin… mereka mencari sesuatu yang telah lama terkubur.”

Keheningan merambat seperti kabut. Hanya suara dentingan logam halus dari tali tombak Maelon yang bergerak pelan. Ia menatap peta itu, lalu bertanya, “Apa yang harus kita lakukan?”

Jeffrie menjawab, “Untuk saat ini, tetap awasi. Jangan gegabah. Tapi kita akan menyiapkan patroli. Kita tidak akan membiarkan mereka menginjakkan kaki lebih dalam.”

Roy menambahkan, “Dan kalian—kalian sudah tumbuh. Tapi ingat, kekuatan bukan izin untuk mati sia-sia. Jika kalian dikirim untuk menyelidik... jangan melawan jika tak perlu.”

Maelon dan Vivi mengangguk bersamaan. Dan meski malam itu udara terasa lebih berat dari biasanya, dalam hati Maelon, nyala biru Aetheron-nya tak pernah terasa sejelas ini.

1
Aisyah Christine
ceritanya bagus sama kayak cerita kultivator tapi versi moden.
Aisyah Christine
seperti mati hidup semula maelon
Aisyah Christine
smoga ada yang membantu
Aisyah Christine
mengerikan..
Aisyah Christine
apa berlaku persugihan?
Aisyah Christine
lebih baik ambil peluang dari mati tanpa mencuba😂
Aisyah Christine
terima tawaran atau menolak. akan tetapi apa ada peluang ke2?
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
GrayDarkness: 10/10
total 1 replies
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!