Hidupku bahagia, meski harus tinggal di rumah sederhana. Apalagi ada dua anak kembar yang tampan mempesona, meski aku tak tahu siapa bapaknya. Aku hanya ingat ada tato kepala naga di tengkuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Berlanjut
Zayn dan Zayden akhinya berangkat untuk les taekwondo setelah banyak drama di meja makan yang disponsori oleh Dad Hayden.
"Kok bisa-bisanya mereka tahu di mana mama nya berada?" gumam Hayden tak habis pikir.
Tring.
Sebuah pesan masuk ke ponsel yang dipegang oleh Hayden.
"Ngapain Parto kirim pesan. Bukankah harusnya dia fokus menyetir? Awas saja kalau ada apa-apa dengan kedua putraku," Hayden ngedumel.
Tapi tetap saja Hayden membuka pesan dari Parto.
"Pasti Dad penasaran darimana kita tahu lokasi mama?" ketik Parto.
"Ternyata tetap saja ulah twins," Hayden mengulum senyum.
"Iya nih," ketik Hayden untuk membalas.
"Zayn gituloh," balasnya.
"Jelasin dong. Dad beneran nggak tahu," lengkap dengan emoji senyum.
Analisa anaknya ini memanglah teliti.
"Pake ponsel mama yang selalu aku on kan lokasinya," notif pesan suara dari Zayn.
"Owh, lantas kamu pake hape milik siapa?" bagaimana bisa memantau lokasi mama nya sedang mereka berdua tak pernah dipegangi hape oleh Helena maupun Hayden.
"Pake punya nya Bi Ijah," suara Zayn kembali terdengar.
Ide mereka berdua cemerlang juga.
Hayden tersenyum mendengarkan pesan-pesan berikutnya yang masuk.
Kedua anaknya tak jauh beda dengan dirinya waktu kecil.
"Selamat pagi tuan Hayden," sapaan itu membuat Hayden mengalihkan pandangan dari layar ponsel.
"Boleh ikutan gabung? Sendirian?" tanyanya.
Hayden menanggapi dengan muka datar.
Pria itu pun duduk di depan Hayden.
"Tuan Hayden, apa anda serius dengan wanita yang bersama anda sewaktu pertemuan itu?" tanyanya tanpa rasa sungkan.
"Wanita mana yang anda maksud?" pancing Hayden.
"Wanita yang ternyata istriku kenal," lanjutnya.
Hayden mengerutkan dahinya, seolah tak paham.
"Bukankah wanita itu bernama Helena?" tanyanya.
"Hhhmmmm," gumam Hayden.
Hayden berniat mendengarkan apa yang akan diucapkan pria itu selanjutnya.
"Wanita itu sangatlah licik tuan. Istriku sangat mengenal karena Helena adalah sepupunya," beritahunya.
"Oh ya?" tanggap Hayden.
"Pasti dia hanya mengincar harta anda saja. Toh dia wanita yang tak berpunya tuan. Apalagi setelah perusahaan orang tuanya hancur tak bersisa" provokasi terus berlanjut.
"Lantas?"
"Hati-hati tuan. Dulu aku hampir saja terpikat dengan dia, untung saja Alice mengingatkan. Hingga aku tak jadi menikah dengannya," jelas Andrew.
"Apa ucapan anda bisa dipertanggungjawabkan tuan Andrew?" tukas Hayden.
"Tentu saja. Saya sangat yakin akan hal itu," ucap Andrew.
"Saya cuman berharap anda tak menyesal jika yang terjadi adalah sebaliknya," balas Hayden.
Andrew terlihat menelan ludah.
"Apa anda sudah menelusuri kejadian yang sebenarnya? Atau hanya mendapat cerita dari istrimu saja?" pancing Hayden untuk membuat Andrew ragu.
"Jika hanya mendapat berita dari istrimu saja, anda sama hal nya dengan seorang bocah yang mempercayai sesuatu hal dari satu pihak. Keputusan anda pasti tak obyektif," olok Hayden.
"Apa itu artinya anda tak percaya denganku tuan?" tukas Andrew.
"Sorry tuan Andrew, aku bukan orang yang gampang percaya. Aku akan percaya setelah menyelidikinya sendiri," balas Hayden.
"Silahkan dilanjut, ada seseorang yang menungguku di kamar," pamer Hayden dengan tersenyum sinis.
Gantian Andrew yang menautkan alis.
Ternyata cassanova tetaplah cassanova. Aku pikir dia serius dengan Helena? Pikir Andrew sedikit lega.
Kini senyum menghiasi bibir Andrew. Pasti Andrew mengira Hayden sedang kencan semalam dengan cewek panggilan.
Hayden tak menggubris.
Silahkan berpikir macam-macam tentang dirinya, toh dirinya juga tak merasa dirugikan.
Hayden masuk lift menuju lantai di mana sang istri pasti masih terkapar.
Hayden kembali teringat akan pertempuran semalam.
Milik Helena sungguh membuat candu, hingga Hayden mengulanginya beberapa kali.
Dan benar perkiraan Hayden, saat masuk kamar dilihatnya Helena masih nyenyak dengan mata rapat terpejam.
Muncul niat Hayden untuk mengusili sang istri.
Bagaimana sang istri masih terkapar, padahal matahari mulai beranjak naik.
Hayden mendekat dan tangannya usil memilin cerry milik sang istri.
Helena menggeliat merasa terusik, tapi matanya masih enggan untuk membuka.
Bukan Helena yang merasa terganggu, tapi Hayden malah yang ikutan terpancing. Apalagi melihat kedua bukit kembar yang seakan menantangnya.
Hayden sesap lagi seakan tak kunjung puas.
Helena membuka matanya malas.
Sebuah suara yang indah di telinga Hayden lolos begitu saja.
Saat asyik dan fokus dengan tujuan untuk mencapai kenikmatan, sebuah suara tiba-tiba membuyarkan semua.
"Maaf... Aku lapar," kata Helena terkekeh.
Kruk... Kruk... Suara itu terdengar lagi, membuat Hayden teringat akan menu yang dipesan di resto hotel tadi.
Hayden raih pesawat telpon yang ada di atas nakas, dan menekan nomor resto meminta untuk mempercepat pesanannya.
"Kamu mandi dulu saja, makanan bentar lagi datang," kata Hayden.
"Tapi kamu tengok sana dulu," suruh Helena.
Helena malu karena dirinya tak berbaju.
"Kenapa? Malu? Bahkan setiap inchi tubuhmu semalam sudah aku incip," kata Hayden absurd.
"Issshhhh," desis Helena seraya melihat sebagian dada yang nampak merah-merah.
Hayden tertawa puas melihatnya.
"Ntar malam kita ulang lagi," kata Hayden.
"Hah?" Helena menanggapi dengan kebengongan hakiki.
Badannya saja masih berasa kebas, tulang rasanya sudah pisah dari sendi. Dengan begitu enaknya sang suami meminta untuk mengulanginya lagi.
Helena kaget ketika badannya melayang.
"Eh... Eh.. Mau dibawa kemana ini?" karena takut jatuh, Helena memeluk sang suami meski tubuhnya polos.
"Sengaja menggoda yang dibawah nih?" ucap Hayden. Bagaimana tak menggoda, kedua bukit milik Helena tepat berada di depan mata.
"Siapa yang menggoda? Kamu sendiri yang menggendong aku tanpa aku minta," balas Helena sewot.
Hayden menyalakan air shower dan mereka berdua berada di bawahnya.
Niat awalnya mambuat Helena segera mandi, tapi malah berujung satu ronde.
"Sungguh. Kamu ini suami macam apa sih? Sukanya menyiksa istri," kata Helena sewot.
Hayden terkekeh.
"Bersiaplah! Habis ini Zayn dan Zayden akan ke sini, ingin berenang di hotel," kata Hayden merasa tak bersalah.
Makanan yang dipesankan oleh Hayden, ludes oleh Helena seorang. Seolah tak makan setahun aja.
"Kok mereka tahu kita di sini?" pertanyaan yang sama saat Hayden belum dapat penjelasan dari Zayn tadi.
"Tahu lah," ungkap Hayden.
"Apa kamu kasih tahu?" Helena memandang sang suami.
"Tentu saja tidak. Mana aku mau mereka berdua gangguin acara enak-enak kita," tukas Hayden.
"Terus?"
"Zayn aja yang terlalu pintar mendetek lokasi kamu," ungkap Hayden.
"Selalu begitu," gumam Hayden.
"Apa mereka selalu begitu?"
"Yap, apalagi kalau aku perginya lama. Mereka pastinya tak mengira kalau Dadnya ada di sini, karena setahu mereka kamu pergi keluar kota" jelas Helena.
Anak pintar, mereka melindungi mamanya dengan caranya sendiri. Pikir Hayden.
"Aku tadi ketemu dengan mantan calon suami kamu di bawah," kata Hayden berbeda topik membuat Helena tersedak.
Hayden menyerahkan segelas air putih untuk sang istri.
(Apa sih yang tak diketahui Hayden?)
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Bakpia itu dari Yogya, bika ambon dari Medan #update terbaru baru tiba, jangan lupa kasih dukungan.
lanjut thor...
jngn berharap terlalu tinggi bu..klo jatuh nti sakitnya ga ada obat..hahaha
ingin bls pantun tapi ga bisa thor.../Grin/
bisa nya kasih semangat untuk mu thor...
lanjuuut...