Edward terkejut saat istrinya yang hilang ingatan tiba-tiba mengajukan gugatan cerai kepadanya.
Perempuan yang selama empat tahun ini selalu menjadikan Edward prioritas, kini berubah menjadi sosok yang benar-benar cuek terhadap apapun urusan Edward.
Perempuan itu bahkan tak peduli lagi meski Edward membawa mantan kekasihnya pulang ke rumah. Padahal, dulunya sang istri selalu mengancam akan bunuh diri jika Edward ketahuan sedang bersama mantan kekasihnya itu.
Semua kini terasa berbeda. Dan, Edward baru menyadari bahwa cintanya ternyata perlahan telah tumbuh terhadap sang istri ketika perempuan itu kini hampir lepas dari genggaman.
Kini, sanggupkah Edward mempertahankan sang istri ketika cinta masa kecil perempuan itu juga turut ikut campur dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin memanfaatkan keadaan
Setelah kedatangan Nana tadi siang untuk menyerahkan surat persetujuan cerai, kini Edward sedang berada di sebuah klub malam untuk mengusir perasaan gelisah dan takut yang menguasai hatinya.
Sudah dua botol Vodka yang ia habiskan sendirian. Namun, perasaan gelisah dan takut itu belum juga pergi dari hatinya.
"Edward, sudah!" Samuel reflek merebut gelas yang ada ditangan Edward. Ini sudah gelas yang ke sekian dan Edward belum juga mau berhenti.
"Kembalikan gelasku! Aku masih mau minum lagi," ucap Edward dengan suara yang terdengar diseret-seret karena mabuk.
"Nggak," tolak Samuel. Dia menghindar saat Edward hendak mengambil kembali gelas yang ada ditangannya.
"Argghh!! Kalian semua menyebalkan!" kata Edward sembari menyandarkan punggung dan kepalanya pada sandaran sofa.
Samuel dan Andro sontak saling pandang. Keduanya sama sekali tidak tahu kenapa Edward bisa sefrustasi ini.
"Ed, sebenarnya ada apa?" Andro memberanikan diri untuk bertanya. Dia menepuk bahu Edward yang wajahnya sudah sangat merah akibat pengaruh alkohol.
"Apa kamu punya masalah? Ayo, cerita pada kami!" lanjut Andro bertanya.
Ditengah kesadaran yang tersisa tinggal setengah, Edward tampak tertawa cekikikan. Ia berpegangan pada lengan Andro pada saat hendak menegakkan kembali punggungnya.
"Kalian tahu, nggak? Nana, perempuan cengeng itu sudah benar-benar berani."
"Apa lagi yang Nana lakukan, Ed?" tanya Andro ingin tahu.
"Dia..." Edward menatap wajah sahabatnya satu persatu. "Dia berani menggugat cerai aku."
Lagi, Edward tertawa cekikikan. Kepalanya yang terasa sangat berat, ia letakkan di pundak Andro.
"Apa?" pekik Samuel tanpa sadar. "Nana berani menggugat cerai?" Matanya yang sipit tampak terbelalak lebar.
"Ya," angguk Edward membenarkan. "Dia berani menggugat cerai aku. Dia ingin berpisah denganku, Sam!"
"Syukurlah kalau Nana akhirnya sadar diri juga. Dia memang bukan perempuan yang pantas untuk kamu. Dia itu perempuan murahan yang nggak tahu malu yang tiba-tiba datang merebut posisi Silva di hidup kamu. Jadi, perempuan kayak dia, memang layak untuk kamu buang."
Samuel tertawa senang. Dengan perginya Nana dari hidup Edward, maka Silva akan mempunyai kesempatan untuk memperoleh status terhormat sebagai istri Edward Huston.
"Apa kamu bilang?" tanya Edward dengan nada tak suka.
"Aku bilang, Nana nggak pantas untuk kamu. Dia cuma perempuan murahan yang mengandalkan tubuhnya untuk menjebak kamu. Dia..."
Bugh!
Samuel jatuh tersungkur dari atas sofa saat tinju Edward mendarat telak dipipinya. Edward kemudian berdiri dengan sedikit oleng sambil menunjuk-nunjuk wajah sang sahabat.
"Jangan pernah menghina Nana!" tegas Edward dengan sorot kemarahan dimatanya.
"Ed, kamu memukulku hanya demi membela Nana?" tanya Samuel tak percaya.
"Nana itu istriku. Dan, kamu sebagai sahabatku, nggak sepatutnya mengatakan hal yang nggak pantas tentang dia."
"Ed, kamu gila?" tanya Samuel keberatan.
Sudut bibir yang berdarah dia usap dengan ibu jarinya.
"Kamu yang gila!" balas Edward sengit. "Aku nggak akan cerai sama Nana. Aku nggak akan pernah melepaskan dia apapun yang terjadi," lanjutnya bergumam sambil duduk kembali ditempat semula.
Samuel menggertakkan giginya. Dia berdiri dengan bantuan dari Andro.
"Sudahlah, Sam! Edward sedang mabuk. Akal sehatnya lagi nggak berfungsi. Jadi, nggak ada gunanya kamu ajak dia berdebat," ucap Andro menenangkan Samuel.
Sang sahabat tampak mendengkus kasar. Dia kembali duduk di sofanya lalu menyambar gelas berisi Vodka yang ada diatas meja.
"Edward benar-benar sialan! Berani-beraninya, dia memukulku hanya demi membela perempuan manja itu!" gerutu Samuel sambil meletakkan kembali gelasnya diatas meja.
"Nana bukan perempuan manja," timpal Edward dengan mata terpejam.
"Lihat kan, Ndro? Dia benar-benar menyebalkan!" sungut Samuel.
"Sudahlah!" kata Andro. "Nggak ada gunanya meladeni orang mabuk seperti dia."
Andro turut meminum minumannya. Dia hanya menggeleng pelan saat Edward mulai tertidur cukup pulas disampingnya.
"Nggak biasanya Edward hilang kontrol seperti ini, Sam. Apa jangan-jangan, dia mulai ada perasaan sama Nana?" tanya Andro menebak.
"Perasaan pada Nana? Hah! Nggak mungkin," sangkal Samuel.
"Tapi, akhir-akhir ini sikap Edward memang agak beda terhadap Nana. Dia... menjadi sedikit lembut pada perempuan itu."
Yang dikatakan Andro memang ada benarnya. Akhir-akhir ini, Edward memang agak berbeda.
Dia jarang berkata kasar lagi pada Nana. Bahkan, ketika Edward bertengkar dengan Nana, yang lebih sering mengalah adalah Edward.
"Ini nggak bisa dibiarkan, Andro! Edward nggak boleh jatuh cinta sama Nana. Nanti, nasib Silva, bagaimana?" ujar Samuel dengan gelisah.
"Kenapa kamu harus mencemaskan Silva sampai segitunya, Sam? Apa jangan-jangan, kamu suka sama Silva, ya?" tanya Andro dengan nada penuh curiga.
"A-aku..." Samuel terlihat salah tingkah. "Ya, aku memang menyukainya. Tapi, aku sadar kalau yang ada dihati Silva cuma Edward. Itu sebabnya, aku selalu berusaha untuk membuat Edward dan Silva jadi bersatu," akunya kemudian.
Setelah mengaku tentang perasaannya terhadap Silva, kini Samuel mengirim pesan teks kepada perempuan itu untuk datang menjemput Edward.
Dan, selang hampir satu jam, akhirnya perempuan itu datang juga.
"Ya ampun, Ed? Kenapa kamu minum banyak sekali?" Silva menghambur menghampiri Edward yang terkulai tak sadarkan diri diatas sofa panjang.
"Ed, ayo bangun! Kita pulang, ya!" ajak Silva sembari menepuk-nepuk pipi pria itu.
Tidur nyenyak Edward pun jadi terganggu. Pria itu perlahan membuka mata meski kepalanya terasa sangat berat.
"Ayo, Ed!" ajak Silva.
Dia berusaha untuk membantu Edward bangun dari posisi tidurnya.
"Biar kami yang papah dia sampai ke mobil!" usul Andro.
Pasalnya, tubuh mungil Silva tak akan bisa menopang badan Edward yang cukup berat.
"Kamu terlihat sangat tampan dan seksi saat sedang mabuk, Ed! Bersiaplah! Malam ini juga, kamu akan jadi milikku!" gumam Silva saat dirinya tinggal berdua saja didalam mobil bersama Edward.