Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Pintu depan rumah Rafael terbuka dengan perlahan, suara derit kayu yang berat menambah ketegangan di udara. Semua mata tertuju pada pintu itu, sementara Rafael, Luca, dan Dr. Anton yang masih sibuk merawat Liana, merasakan tekanan yang menyelimuti ruangan. Pintu itu terbuka sedikit lebih lebar, dan dalam kegelapan malam yang hampir mencekam, sosok itu muncul.
Pria tinggi, mengenakan jaket hitam dengan wajah yang sebagian tertutup oleh bayangan, berdiri tegak di ambang pintu. Namun, saat lampu ruang tengah menyinari wajahnya, Rafael tertegun. Ternyata pria itu bukan musuh baru atau ancaman yang tak dikenali. Pria itu adalah orang yang selama ini tak pernah ia lupakan—pria yang telah mengajarinya cara bertarung, mengasah insting bertahan hidup, dan yang terakhir kali dilihatnya dalam keadaan terluka parah, hilang tanpa jejak bertahun-tahun lalu.
"Liana, anakku," suara pria itu menggetarkan Rafael. Suara yang begitu familiar namun juga begitu menakutkan.
Rafael menatapnya dengan mata yang tak percaya, seakan dunia berputar terlalu cepat di sekelilingnya. "Kau... Kau...," Rafael terengah, mulutnya terasa kering. "Apa yang terjadi? Kenapa kau—"
Pria itu, yang kini Rafael kenali sebagai Victor Prameswari, ternyata adalah ayah kandung dari Liana, mengangkat tangan dengan gerakan yang menenangkan. “Aku tahu kau akan banyak bertanya, Rafael, tapi sekarang bukan saatnya untuk itu. Liana membutuhkanmu, dan ada hal yang jauh lebih besar yang harus kita hadapi.”
Luca berdiri, terlihat bingung namun tak mampu mengungkapkan lebih banyak. Ia berusaha untuk menjaga ketenangannya, tetapi tidak bisa menyembunyikan rasa curiga yang semakin menumpuk. “Victor Prameswari... Ayahnya Liana? Tapi… bagaimana bisa?”
Victor menghela napas dalam-dalam, matanya yang tajam menatap serius ke arah Rafael. “Aku mengajarkanmu banyak hal, Rafael. Tapi ada satu hal yang belum pernah ku beritahukan padamu. Aku tidak hanya mengajarkanmu untuk bertarung. Aku juga melatih Liana, tanpa kau ketahui, dan aku melatihnya untuk satu tujuan. Tujuan yang lebih besar dari sekedar bertahan hidup.”
Rafael tercengang. Semua yang ia ketahui selama ini—semua latihan keras, semua pelajaran tentang dunia mafia, tentang cara bertahan dan melindungi diri—semua itu ternyata ada hubungannya dengan pria yang berdiri di hadapannya sekarang. Namun, ada sesuatu yang lebih mendalam yang membuatnya terdiam. Pria ini—Victor—sepertinya bukan hanya seorang mentor atau pelatih, melainkan juga seorang yang lebih penting dalam hidupnya.
“Aku tahu kau akan banyak bertanya,” lanjut Victor, suaranya serak namun penuh ketegasan. “Tapi kau harus mengerti, Rafael. Dunia ini jauh lebih besar dari apa yang kita lihat. Dunia yang kita jalani ini penuh dengan pengkhianatan, dan dalam waktu singkat, jika kita tidak bertindak, semua yang kita perjuangkan akan hancur. Dan ada satu hal yang lebih penting dari segalanya.” Victor berhenti sejenak, matanya mengarah ke arah Liana yang masih terbaring lemah di atas sofa. “Itulah sebabnya aku mengajarimu cara bertarung. Karena ada sesuatu yang lebih besar yang harus kau lindungi. Liana.”
Rafael merasakan dadanya penuh dengan pertanyaan, tetapi hatinya berdegup lebih cepat, menyadari betapa pentingnya apa yang baru saja Victor katakan. Liana, yang selama ini menjadi pusat dari segala sesuatu yang terjadi, ternyata lebih terhubung dengan dunia ini dari yang ia kira.
“Liana?” ucap Rafael, mulutnya serak. “Apa maksudmu, Victor?”
Victor mendekat, berdiri di samping Liana yang kini perlahan mulai membuka matanya. Wajahnya terlihat lelah, tetapi ada cahaya yang sama sekali berbeda di tatapannya. “Liana adalah kunci dari semua ini, Rafael. Dia bukan hanya seorang wanita biasa. Dia adalah harapan terakhir untuk menghentikan apa yang Adrian rencanakan. Tapi untuk itu, kita harus memastikan dia tetap hidup. Dan itu adalah tugasku untuk melindunginya.”
Rafael merasa seperti tersandung di tengah badai informasi yang tidak pernah ia harapkan. “Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kita lakukan?” tanyanya dengan suara hampir putus asa.
Victor meraih tangan Liana yang mulai sadar sepenuhnya. Tangannya yang kasar memegang dengan lembut. "Sebelum aku pergi... ada satu hal yang harus aku serahkan padamu, Rafael. Satu hal yang bisa mengakhiri semua ini. Satu alat yang bisa menghentikan rencana Adrian dan orang-orang seperti dia. Tapi untuk itu, kau harus berani mengambilnya."
Rafael menatap Victor dengan bingung. “Apa itu? Apa yang bisa mengakhiri semua ini?”
Victor menundukkan kepala, lalu menarik sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kotak kecil yang terlihat kuno dan berat, dengan ukiran yang rumit di permukaannya. Kotak itu dibuka perlahan, memperlihatkan sebuah benda yang terlihat seperti peta tua dengan simbol-simbol yang tidak Rafael pahami.
“Ini adalah peta yang akan mengarahkan kita ke tempat yang sangat penting. Tempat di mana Adrian menyembunyikan semua kekuasaannya. Tempat yang selama ini tidak diketahui oleh banyak orang. Di sana ada sebuah kekuatan yang bisa memusnahkan semua yang telah dia bangun.” Victor menatap peta itu dengan tatapan yang penuh ketegasan. “Ini adalah warisan dari keluarga kami, dan Liana adalah satu-satunya yang bisa memanfaatkannya.”
Liana, meskipun masih lemah, duduk dengan tubuh terbungkus selimut. "Bagaimana mungkin ini terjadi, Ayah? Aku benar benar tidak menyangka kalau ayah akan terlibat dalam hal berbahaya seperti ini.” tanyanya dengan suara parau.
Victor menatapnya dalam-dalam, matanya penuh rasa sayang yang terpendam. “Maafkan ayah nak, ayah sengaja menyembunyikannya darimu karena ayah hanya ingin memastikan keamananmu. Kau adalah kunci, Liana. Apa yang aku ajarkan padamu selama ini bukan hanya tentang bertahan hidup. Itu adalah untuk persiapan ini—untuk saat ini. Kau harus siap untuk menghadapi dunia yang penuh dengan kebohongan ini.”
Tiba-tiba, suara keras terdengar dari luar, menggetarkan seluruh rumah. Suara kendaraan yang datang mendekat, mengguncang ketenangan malam. Rafael berdiri, matanya menyipit. "Ada sesuatu yang tidak beres," katanya dengan nada serius.
Luca berdiri di samping Rafael. “Kita harus pergi sekarang,” katanya cepat. “Mereka tahu kita ada di sini.”
menguras emosi dan memacu adrenalin. 🫰