Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sadar
Tak berselang lama Hendra dan Resha masuk kedalam ruang rawat Alia. Hendra segera memeriksa kondisi Alia.
"Apa yang kamu rasakan saat ini, Alia?" tanya Hendra sembari memeriksa.
"Kepala saya terasa berat," jawab wanita itu dengan lirih.
"Tidak apa-apa, itu hal yang wajar, karena belum sepenuhnya kadar racun keluar. Nanti akan saya suntikan obat. Kamu tidak perlu cemas ya," ucap Hendra mengukir senyum lembut sembari mengusap rambutnya. Pria itu sudah menganggap Alia seperti adiknya sendiri.
"Apakah semuanya baik-baik saja, Mas?" tanya Resha pada sang suami.
"Alhamdulillah semuanya baik-baik saja. Kamu pulanglah. Sepertinya kamu sangat lelah," ucap Hendra merasa kasihan melihat istrinya yang sedari tadi begitu repot membantunya dalam mengurus kedua pasangan itu.
"Tidak, Mas. Aku akan tetap menemani Alia," sahut Resha tak mau meninggalkan Alia sendiri.
"Tapi kamu sudah lelah, Dek," ucap Hendra tak tega.
"Tidak apa-apa, Mas. Aku baik-baik saja."
"Dok, Dokter Hanan bagaimana keadaannya?" tanya Alia yang baru saja teringat.
"Alhamdulillah dia sudah melewati masa kritis. Kamu tidak perlu khawatir," jawab Hendra menenangkan Alia.
"Tapi, aku ingin melihatnya."
"Nanti saja, tunggu kondisi kamu benar-benar pulih dulu."
"Mas, sebaiknya Alia dan Mas Hanan di satukan saja ruangannya. Agar mereka tak saling khawatir satu sama lain," usul Resha pada sang suami.
"Ya ya, aku akan mengurusnya. Kamu jaga Alia sebentar ya," ucap Hendra mengikuti saran istrinya.
Hendra segera meminta pada perawat untuk menyediakan satu ruangan VIP untuk dua bad pasien. Setelah selesai, pasangan itu segera di pindahkan dalam satu ruangan.
Alia menatap Hanan yang masih belum membuka matanya. Seketika netranya berembun. Ada rasa bersalah atas apa yang menimpa pada diri lelaki itu. Rasanya sudah cukup untuk membuktikan segala pengorbanan dan ketulusannya.
"Maaf, Dok, maaf telah banyak menyusahkan dirimu. Jika nanti kamu sudah sembuh, aku berjanji akan pergi dari kehidupanmu. Sekali lagi maafkan aku yang telah menghalangi kebahagiaanmu," ucap Alia dalam hatinya.
"Hei, kenapa menangis? Tenanglah, pangeranmu itu baik-baik saja," seloroh Resha sembari menghapus air mata Alia. Wanita itu begitu menyayangi Alia sudah seperti adiknya sendiri. Dia tahu bahwa Alia adalah wanita yang baik dan begitu polos, sehingga kepolosannya yang membuat orang lain memanfaatkan.
"Resha, kenapa dia lama sekali sadarnya?" tanya Alia tampak khawatir.
"Tidak apa-apa, nanti dia pasti bangun. Jangan khawatir ya."
"Apakah aku boleh duduk disana?" tanya Alia sedikit ragu sembari menunjuk sebuah kursi di samping tempat tidur Hanan.
"Tentu saja boleh, bahkan jika kamu mau tidur di sampingnya juga boleh," jawab Resha dengan candaannya.
"Res, aku serius," ucap Alia menatap jengkel.
"Hehe... Baiklah, ayo duduk pelan-pelan." Resha membantu Alia duduk, dan membimbingnya untuk duduk di samping tempat tidur Hanan.
"Kamu jangan banyak gerak ya, nanti infus kamu tidak jalan," ucap Resha sembari meletakkan tiang infus di samping Alia. Kamu sini sebentar, aku mau makan bersama Mas Hendra di kantin," pamit Resha yang sengaja memberi waktu untuk pasangan pasutri itu.
"Baiklah, terimakasih atas segala bantuan kamu, Resha. Kamu begitu baik," ucap Alia dengan tulus.
"Sama-sama, mulai sekarang kamu tidak boleh sungkan, apapun yang kamu inginkan dan perlukan, kamu tinggal katakan padaku. Anggaplah aku ini saudaramu," jawab Resha yang membuat Alia menjadi terharu.
"Sekali lagi terimakasih Resha," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
"Sudah, jangan menangis lagi, aku senang bisa membantu dirimu Alia," ucap Resha memeluk Alia dari belakang untuk menguatkan sahabatnya.
Setelah Resha pergi, kini hanya tinggal pasangan itu menguni ruang rawat. Alia menatap lekat wajah lelaki yang katanya sudah menjadi suaminya. Namun, ia kembali mengingat ucapan Hanan saat berseteru dengan kedua orangtuanya.
Apakah benar Hanan telah menikahinya? Tapi, Hanan mengatakan bahwa dia menjadi lelaki pengecut tidak bertanggung jawab. Apakah Hanan hanya membohonginya?
"Dokter, kenapa lama sekali bangun? aku ingin menanyakan sesuatu. Ayo bangunlah," ucap wanita itu sembari mengusap tangan Hanan pelan.
Cukup lama Alia menunggu Hanan untuk bangun, hingga dirinya merasa mengantuk. Alia menyandarkan kepalanya di pinggir tempat tidur Hanan. Tidak menunggu lama dirinya sudah berada di alam mimpi.
Hanan membuka netranya dengan perlahan, sedikit merasa perih saat cahaya ruangan itu menyeruak di kedua manik matanya. Hanan mengedarkan pandangannya mengamati seluruh ruangan itu.
"Alia, Alia!" panggilnya sembari ingin duduk. Namun, gerakannya terhenti karena merasa tangannya ada yang menahan.
Hanan menoleh. Seketika ia mengucapkan syukur saat melihat sang istri ada disampingnya.
"Alhamdulillah ya Allah, aku benar-benar takut Alia," ucapnya sembari mengusap kepala Alia dengan lembut.
Alia yang merasa tidurnya terganggu, ia segera membuka mata.
"Alhamdulillah, Dokter sudah bangun? Kenapa lama sekali?" tanya wanita itu begitu polos.
"Apakah kamu baik-baik saja, Alia?" tanya Hanan tampak cemas memperhatikan sang istri.
"Iya, aku baik-baik saja."
"Syukurlah..."
Hanan menatap begitu dalam. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya bila terjadi hal buruk pada Alia. Tak bisa di tampik bahwa dirinya begitu takut kehilangannya.
"Kenapa Dokter menatapku seperti itu?" tanya Alia merasa tidak nyaman saat di tatap oleh lelaki itu.
"Kamu cantik sekali," jawab Hanan yang membuat wajah Alia bersemu.
"Alia, maafkan aku karena tak bisa menjagamu dari bahaya yang selama ini mengintai. Sungguh aku tidak pernah menduga bila kedua orangtuaku akan berbuat buruk padamu," ucap Hanan penuh penyesalan.
"Jangan menyalahkan dirimu, Dok, sudah cukup selama ini kamu berada dalam rasa bersalah dan penyesalan. Aku tahu kamu orang yang baik. Sekarang jawab pertanyaanku dengan jujur," ucap Alia menatap dalam.
"Baiklah, apa itu?"
"Apakah benar kita sudah menikah?" tanya Alia begitu serius.
"Hahaha... Kenapa kamu masih menanyakan hal itu.," jawab Hanan dengan kekehan sehingga dirinya terbatuk-batuk sembari memegang dadanya.
"Aku serius, Dok. Kenapa kamu tertawa?" kesal Alia mengalihkan pandangannya.
"Alia, sungguh kita sudah menikah. Percayalah," jawab Hanan tampak serius.
"Bagaimana aku percaya bila aku tidak melihat buktinya."
"Baiklah, Sayang, nanti akan aku minta buktinya pada Hendra."
"Kenapa harus pada dokter Hendra?"
"Karena dialah yang menjadi saksi pernikahan kita, dan dia juga yang menyimpan buku nikah kita. Aku sengaja meminta Hendra menyimpan berkas pernikahan itu, karena aku tidak mau kedua orangtuaku mengetahui tanggal dan bulan pernikahan kita yang sebenarnya, karena aku mengatakan bahwa kita menikah sudah lama. Tapi, tadi aku harus jujur, karena aku tidak mau mereka selalu merendahkanmu," jelas Hanan dengan jujur.
Alia hanya terdiam dan menunduk mendengar penjelasan Hanan. Ia tak tahu harus bagaimana sekarang. Sebenarnya berharap bahwa semuanya tidak benar agar dirinya lebih mudah pergi dari kehidupan Hanan.
Bersambung....
Happy reading 🥰
fix no debat