NovelToon NovelToon
EMPRESS ELARA (Transmigrasi Kedalam Tubuh Permaisuri Lemah)

EMPRESS ELARA (Transmigrasi Kedalam Tubuh Permaisuri Lemah)

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno / Masuk ke dalam novel / Mengubah Takdir
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Senja Bulan

Seorang wanita modern Aira Jung, petinju profesional sekaligus pembunuh bayaran terbangun sebagai Permaisuri Lian, tokoh tragis dalam novel yang semalam ia baca hingga tamat. Dalam cerita aslinya, permaisuri itu hidup menderita dan mati tanpa pernah dianggap oleh kaisar. Tapi kini Aira bukan Lian yang lembek. Ia bersumpah akan membuat kaisar itu bertekuk lutut, bahkan jika harus menyalakan api di seluruh istana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja Bulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. Bayangan dari Utara

Tiga hari telah berlalu sejak pengkhianatan di Istana Timur. Namun, istana belum benar-benar tenang. Di balik wajah damai para bangsawan, masih ada desas-desus, ada ketakutan yang disembunyikan rapat.

Elara tahu itu.

Setiap langkahnya di koridor istana kini diikuti pandangan mata penuh bisik-bisik. Tapi ia tak peduli. Ia pernah hidup di dunia yang lebih keras dari ini di mana satu kesalahan kecil bisa berarti kematian.

Pagi itu, ia berjalan di taman sambil menatap bunga lili yang baru bermekaran. Di balik ketenangan itu, Kaen muncul tanpa suara.

“Kita punya masalah baru,” katanya pelan, menahan nada tegang di suaranya.

Elara tidak menoleh.

“Maksudmu? Masalah apa?”

Kaen menyerahkan surat kecil, disegel dengan lilin berwarna perak.

“Surat ini ditemukan di kamar Kepala Istana Utama sebelum dieksekusi. Dikirim dari utara, dua hari sebelum serangan itu terjadi”

Elara mengambil surat itu, merobek segelnya dengan hati-hati.

Isinya singkat tapi tajam.

‘Ketika bunga pertama mekar di taman timur, tandanya istana akan retak dari dalam. Putra Mahkota akan menagih haknya, dan darah akan kembali mengalir.’

Ia membaca ulang, matanya menyipit.

“Putra Mahkota?”

Kaen mengangguk.

“Pangeran dari kerajaan utara. Nama yang muncul di medan perang tiga tahun lalu Leonhart.”

Nama itu membuat udara di sekitar mereka terasa berat.

Elara menatap Kaen lama.

“Kau yakin dia masih hidup?”

“Lebih dari yakin,” jawab Kaen. “Aku melihat tanda tangannya di surat itu. Dan hanya satu orang di dunia ini yang menulis dengan gaya seperti itu.”

Sementara itu di ruang kerja Kaisar, Kaelith tengah mendengarkan laporan dari kepala pengintainya.

“Pasukan dari utara mulai bergerak di perbatasan, Yang Mulia. Mereka tidak menyerang, tapi membangun markas di dekat lembah es.”

Kaelith mengetukkan jarinya ke meja.

“Mereka ingin kita bereaksi dulu.”

“Apa perintah Anda?”

“Kirim mata-mata ke utara. Aku ingin tahu siapa yang memimpin mereka. Jika benar Leonhart, aku ingin wajahnya dihadapanku sebelum musim dingin tiba.”

“Baik, Yang Mulia.”

Saat pengintai itu pergi, Kaelith bersandar di kursinya.

Ia memejamkan mata sejenak, mengingat kata-kata Elara beberapa hari lalu —‘Kalau ingin membakar akar busuk, jangan pakai amarah.’

Sialnya, kata-kata itu mulai melekat di kepalanya.

Sore itu, Elara memanggil dua pelayan barunya ke paviliun kecil di tepi kolam.

Salah satu dari mereka, gadis muda bernama Mira, membawa teh hangat dengan tangan gemetar.

“Tenangkan dirimu,” kata Elara lembut. “Aku tidak menggigit.”

Mira menunduk cepat.

“Maaf, Yang Mulia… aku hanya belum terbiasa berada di dekat Anda.”

Elara tersenyum samar.

“Kau dari mana?”

“Dari utara, Yang Mulia.”

Tangan Elara yang memegang cangkir berhenti sejenak.

“Utara?”

“Ya… keluarga saya tinggal dekat lembah es, sebelum perang terjadi.”

Elara menatapnya tajam, tapi ekspresinya tetap tenang.

“Aku mengerti.”

Ia menyeruput tehnya perlahan. “Kau boleh pergi sekarang.”

Begitu Mira dan pelayan satunya keluar, Kaen muncul dari balik pilar.

“Dia bukan pelayan biasa,” katanya.

>“Aku tahu,” jawab Elara. “Gerakannya terlalu ringan untuk gadis yang baru masuk istana. Dan tangannya tidak kasar bukan tangan orang yang terbiasa bekerja.”

Kaen melipat tangannya.

“Mau aku selidiki?”

“Tidak untuk sekarang. Biarkan dia merasa aman dulu.”

Elara menatap permukaan teh yang bergetar oleh angin.

“Kadang musuh paling berbahaya adalah yang berpura-pura takut.”

Malamnya, Elara duduk di ruang bacanya, mencoba menenangkan pikiran.

Namun pintu terbuka pelan Kaelith masuk, membawa gulungan peta.

“Aku butuh pendapatmu,” katanya langsung.

Elara menaikkan alis.

“Sejak kapan Kaisar meminta pendapat Permaisuri?”

“Sejak Permaisuri menebak pengkhianat dengan tepat,” jawab Kaelith tanpa nada bercanda.

Ia membuka peta besar di meja.

“Jika Leonhart bergerak dari lembah es, dia akan sampai di perbatasan timur dalam dua minggu.”

Elara memandangi jalur yang ditunjukkan.

“Kalau begitu, jangan kirim pasukan besar. Kirim mata-mata dengan baju pedagang. Buat mereka berpikir kita tidak tahu apa-apa.”

Kaelith mengangguk perlahan.

“Kau benar. Tapi aku butuh seseorang yang bisa memimpin operasi kecil itu dari balik bayangan.”

Ia menatap Elara dalam-dalam.

“Aku berpikir tentang Kaen.”

Elara menegakkan tubuhnya.

“Kaen tidak bisa pergi. Aku butuh dia di sini.”

“Kau takut ditinggal?” tanya Kaelith datar.

“Tidak,” jawab Elara cepat. “Aku hanya tidak mempercayai siapa pun di istana ini selain dia.”

Kaisar terdiam lama, lalu berkata pelan:

“Kalau begitu, aku akan kirim orangku sendiri.”

Elara menatapnya.

“Orangmu?”

“Seseorang yang bisa bergerak tanpa suara… dan tidak tunduk pada siapapun kecuali aku.”

Elara memutar bola matanya.

“Kau selalu punya kejutan, ya, Kaisar.”

Kaelith menatapnya sebentar, lalu berkata dengan nada yang lebih lembut:

“Bukan kejutan. Aku hanya belajar dari seseorang bahwa diam tidak selalu berarti tunduk.”

Untuk sesaat, ruangan itu terasa lebih hangat.

Namun sebelum Elara sempat membalas, langkah tergesa terdengar dari luar. Seorang pengawal masuk dan berlutut.

“Yang Mulia! Ada ledakan kecil di dapur istana seseorang mencoba meracuni perbekalan kaisar!”

Elara dan Kaelith saling berpandangan.

Mata mereka berbicara hal yang sama ini bukan serangan biasa. Ini pesan.

Kaelith berdiri cepat.

“Kunci semua gerbang. Tidak ada yang keluar atau masuk tanpa izin langsung dariku.”

Elara berdiri di sisinya, matanya menajam.

“Dan aku akan mencari tahu siapa yang berani melakukan ini di bawah atapku sendiri.”

Untuk pertama kalinya, mereka berdiri sejajar bukan karena peran… tapi karena tekad yang sama.

Di malam yang sama, di kamar pelayan paling jauh dari istana utama, Mira membuka jendela kecil.

Angin dingin dari utara masuk, membawa aroma salju yang belum turun.

Di tangannya, ada potongan kecil logam berukir lambang bintang merah.

Ia menggenggamnya erat dan berbisik pelan,

“Yang Mulia Leonhart… rencana berjalan sesuai keinginan anda.”

1
Murni Dewita
👣
Senja Bulan
Ada urusan 🙏
Siti
knp thor masa gk update seminggu🤔
Siti
Kapan update nya.....🙏
Siti
Aku suka ceritanya,jarang loh seorang wanita petinju masuk dunia novel. Apalagi aku suka karakter wanita badas .
Senja Bulan: terimakasih sudah komen kk🙏
total 1 replies
Dzakwan Dzakwan
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!