Tentang sebuah ruang yang ku sebut bahagia.
Sebuah kisah tentang persahabatan di sebuah GC di mana canda dan tawa di tuangkan dalam tulisan menjadi sebuah karya dan bisa di nikmati banyak orang.
Yang tanpa bertatap ataupun berjabat tapi saling bersahabat.
This is The Random Zodiak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indri Diandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11: Katanya, perempuan adalah ras terkuat di bumi.
"Iya, siapa orang nya?" tanya serempak Will, Andre dan Andra.
"Itu si Lou." Jawab Vi.
"Ha! Lis? Ngga salah? Emang dia dukun? Praktek di mana?" tanya Andre.
"Louis, ngga suka dia di panggil Lis," Andra pun tertawa mendengar ucapan saudara nya.
"Sudah-sudah! Emang dia tahu hal-hal seperti itu ya?" tanya Putra.
"Tahu, ntar kita tanya aja kalau ketemu. Dah, mau masuk kelas." Jawab Vi yang langsung pergi meninggalkan geng kawa-kawa tersebut.
"Dasar ngga jelas!" Seru Andre.
Andra pun hanya menatap punggung Vi yang semakin lama semakin menjauh dari pandangan. Tak seperti biasanya, kalau kemarin-kemarin dia akan mengejar, tapi kini tak ada lagi Andra yang pengemis cinta.
"Kejar, kalau pengen lo kejar!" Andre yang menyadari sang adik menatap Vi tanpa kedip malah justru sengaja menggoda Andra.
"Itu dulu, sekarang ngga akan." Ucap Andre tanpa ada keraguan. Kemudian ia mengalihkan pandangan nya dari Vi.
"Tambah pusing gue. Udah yuk, masuk kelas!" Ajak Putra.
Mereka pun berjalan beriringan menuju ke kelas.
***
Di tempat lain, Alisya sedang terjebak macet di jalan.
"Duh gawat, bisa telat gue." Keluh Alisya yang tak henti-henti menatap jam tangan nya.
Tin... tin...Tak henti-henti nya, Alisya menyalakan klakson mobil miliknya. Karena di depan ada sebuah mobil yang tak kunjung jalan saat lampu sudah berwarna hijau.
"Itu orang bego atau apa sih, ngga bisa baca rambu-rambu lalu lintas apa ya, pengen gue tarik tuh mobil." Umpat Alisya.
Drett... drett... Bunyi ponsel yang bergetar berulang kali Alisya abaikan. Ia tahu betul itu pasti salah satu dari geng scorpio nya. Kalau ngga Mona ya, Lulu. Karena mereka lah, yang sering ceramah saat Alisya telat datang ke kampus.
* **
"Alisya mana ya?" tanya Mona yang gelisah dan beberapa melihat ke arah pintu masuk.
"Paling juga telat lagi itu anak." Jawab Vi dengan cuek nya.
"Udah gue bilangin, pagi ini kelas pak Jamal, malah pakai acara telat pula." Mona semakin gusar saat mengingat nama dosen pembimbing yang terkenal galak tersebut.
"Udah, tenang aja, dia kan biasa telat pasti nya di hukum pun udah kebal. Beberapa hari lalu juga kita di hukum santai aja kan." Saut Lulu.
"Ngomong sama kalian berdua percuma. Sebentar lagi pasti pak Jamal datang. Lihat saja nanti."
Seorang pria berbadan gempal serta kumis nya menjadi yang ciri khas nya masuk ke dalam kelas. Bahkan senyum pun tak pernah ia tunjukkan.
"Nah, kan panjang umur nih, dosen!" Seru Mona.
"Lo hebat banget sih, jangan-jangan lo punya indera ke enam ya?" tanya Lulu sambil tertawa pelan.
"Hust!" Mona meletakkan telunjuk nya di bibir agar Lulu diam.
Sementara itu Alisya baru saja tiba di tempat parkir kampus. Ia segera keluar dari mobil dan berlari menuju ke kelas nya yang ada di lantai dua.
"Duh, telat ini gue," ucapnya sambil berlari.
Bruk!!
"Aw.... Eh, lo kalau jalan pakai mata dong!" Teriak Alisya pada seorang laki-laki yang bertabrakan dengan dirinya.
"Yang nabrak siapa, yang marah siapa. Dunia emang kebalik sekarang," ucap laki-laki tersebut yang juga memandang tak suka pada Alisya.
"Elu lah, udah tahu gue buru-buru malah ngalangin jalan gue," Alisya semakin meninggikan suara nya saat mendengar perkataan laki-laki tersebut.
Laki-laki tersebut menghela napas panjang lalu berkata. "Perempuan itu, adalah ras terkuat di bumi, jadi percuma gue debat."
Laki-laki tersebut tersenyum mengejek, lalu ia pergi meninggalkan Alisya begitu saja.
"Bukannya minta maaf malah pergi gitu aja. Ngga tanggung jawab banget sih jadi cowok!"
Laki-laki yang bertabrakan dengan nya tak peduli dengan apa yang di ucapkan Alisya dia terus melangkah pergi menuruni anak tangga dengan cepat.
***
Seperti biasanya, Ayako hanya diam di taman. Melihat kupu-kupu yang terbang bebas. Lalu, kenapa dirinya tidak bisa terbang bebas seperti kupu-kupu tersebut.
"Bagaimana aku, bisa lepas dari sini ya?" tanyanya pada diri sendiri.
"Nona sedang apa?" tanya seorang asisten yang sering mengobrol dengan Ayako.
Mereka sama-sama orang Jepang, jadi tidak kesulitan untuk berkomunikasi. Ayako sempat berpikir dia di bawa ke Eropa atau ke Amerika karena melihat gaya rumah nya yang mewah seperti bangunan di negara Eropa. Tapi, saat ia mengetahui musim di sana Ayako tahu dia di salah satu negara Asia yang beriklim tropis.
Bahkan terlalu pintar nya, si penculik menyediakan makanan khas Jepang serta orang-orang yang bekerja pun dari Jepang. Ayako tak bisa menggali informasi sedikitpun dari mereka. Karena semua nya seolah bisu dan tuli.
"Jangan tanyakan suatu hal yang kau sudah tahu jawabannya. Aku lelah dengan sikapmu yang basa-basi itu." Ujar Ayako.
Wanita itu sudah di batas ambang kesabaran. Bahkan ia sekarang tak peduli lagi kalau harus mati di tempat itu. Karena sungguh tak ada celah untuk nya keluar dari sana.
"Nona dari pagi belum makan. Ayo makan dulu!" Pinta sang bibi.
Ayako tak merespon sedikit pun. Ia hanya diam sambil menatap langit. Rasanya ia ingin terbang bebas. Lalu terbesit ide yang melintas di pikiran nya.
"Bi, saya mau makan buah!"
"Buah apa nona?"
"Apa saja, kita makan di sini sambil melihat bunga dan kupu-kupu yang terbang bebas. Kupas di sini saja, saya tunggu segera!"
Asisten rumah tangga tersebut mengiyakan ia bergegas ke dapur mengambil buah-bahan yang ada di dalam kulkas.
"Ini nona buah nya. Saya kupas kan dulu ya!" sang bibi mengambil satu buah apel berwarna merah lalu ia kupas dan ia potong-potong sesuai permintaan Ayako.
Ayako mengambil satu potong lalu memakan nya.
"Ini potongan mu terlalu besar, sini aku contoh kan," Ayako mengambil pisau dari asisten rumah tangga tersebut.
Ia potong buah apel tersebut lebih kecil dari potongan asisten tadi.
Sretttt.... Cairan kental berwarna merah keluar dari tangan Ayako.
"Nona!" Teriak asisten rumah tangga tersebut yang kaget melihat cairan berwarna merah keluar dari tangan Ayako.
***
Putra mengikuti saran dari teman-teman nya. Ia pergi ke rumah Lou untuk menanyakan keberadaan dukun sakti yang di maksud oleh Vi. Walaupun dalam hati ia tak percaya dukun, tapi demi kakak sepupu nya ia rela melakukan apa saja. Udah kayak cinta aja, rela melakukan apa aja!
"Lo yakin, dia di rumah?" tanya Putra pada Andre dan Andra.
"Mana gue tahu, yang ngasih saran kan si Vi. Lagian gue bukan emak nya itu orang, bodoh amat mau di rumah kagak juga gue ngga tahu," jawab Andre.
"Percuma gue tanya sama lo, udah, turun sana!" Perintah Putra.
"Kagak ada yang nyuruh lo tanya ke gue kan?"
"Turun!" Putra mengulangi lagi ucapan nya pada Andre.
"Mulai keluar galak nya," Andre, Will dan Andra langsung keluar dari mobil Putra.
Setelah mereka bertiga keluar, baru Putra menyusul mereka.
"Yuk, masuk!" Putra berjalan lebih dulu.
Tok... tok.. "Permisi!"
"Assalamualaikum!"
"Yuhu, spada!"
Beberapa menit menunggu tak kunjung di buka pintu rumah tersebut.
"Apa pergi ya?" tanya Putra.
"Ngga tahu," jawab Andre.
"Sabar tunggu dulu aja," Ujar Andra.
"Iya, kita tunggu," Will pun ikut bersuara.
Ceklek... Pintu pun di buka dari dalam.
"Iya, cari siapa?"
"Ha.... Hantu!!! Ucap mereka serempak.
tenang aja, aku masih setia menunggu kok./Facepalm//Facepalm/
Perempuan yg tidak pernah marah, sekalinya dia marah konahan pun akan hancur🙂
tidak ada kata toxic di antara kalian
wish you all the best wat kalian