Yuan Chen, seorang yatim-piatu yang hidup dilanda kemiskinan. Direndahkan, dikucilkan, dihina, dan diperlakukan tidak baik oleh semua orang, sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.
Di dunia yang mengandalkan kekuatan sebagai hal utama, Yuan Chen tak mempunyai kesempatan untuk berlatih, ia selalu sibuk setiap harinya hanya untuk mencari sesuap nasi.
Namun, kehidupannya perlahan berubah, di saat takdir mempertemukannya dengan seorang Kakek tua yang memberinya Batu Hitam yang memberikannya kekuatan dan menjadikannya sangat kuat. Dan saat itulah Yuan Chen pun bangkit dari keterpurukannya dan memulai perjalanannya di dunia kultivasi yang kejam ini. Inilah kisah Yuan Chen, seorang pemuda yang berhasil menguasai Tiga Alam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon APRILAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30
"Pedang Angin Ekstrim!" teriak salah satu orang yang mengejar Yuan Chen, meneriakkan nama jurusnya.
"Pedang Angin Ekstrim? Ini adalah jurus yang sama Fu Han! Ternyata, mereka dari Akademi Tujuh Warna!" gumam Yuan Chen, sangat merasa terkejut bercampur kesal, di saat ia mengetahui bahwa mereka adalah murid-murid Akademi Tujuh Warna.
Duar— —
Ledakan pan terjadi di saat jurus pedang angin ekstrim yang mengarah kepada Yuan Chen tetapi berhasil dihindari oleh Yuan Chen, namun jurus pedang itu menghantam satu rumah kayu di Desa Embun Pagi.
Para penduduk desa pun seketika berhamburan keluar dari rumahnya. Mereka semua melarikan diri untuk mencari perlindungan. Namun, kedua pengejar yang telah diketahui identitasnya oleh Yuan Chen, menyerang secara brutal dan tak pandang bulu.
Beberapa serangan mereka bahkan menewaskan penduduk desa, dari anak kecil hingga yang tua.
Yuan Chen merasa bahwa ini tidak bisa terus berlanjut seperti itu. Yuan Chen menyadari, bahwa kedatangan murid Akademi Tujuh Warna ke Desa Embun Pagi, bukanlah untuk bertarung dengan Kake Ji, melainkan datang untuk Yuan Chen.
Tanpa sadar, masalah yang disebabkan oleh Yuan Chen di Akademi Tujuh Warna itu menyeret seluruh warga Desa Embun pagi ke dalam kekacauan ini.
"Apa yang harus aku lakukan ...." ujar Yuan Chen, tetapi perkataannya terpotong di saat serangan energi pedang mengenai bahu kanannya, membuat Yuan Chen yang tengah melompat-lompat dari atap rumah ke atap lainnya pun seketika terjatuh. Dan saat itu, Yuan Chen pun terbaring di tanah. Debu-debu naik ke udara, membuat asap yang cukup tebal pada lokasi terjatuhnya Yuan Chen.
"Sial!" kata Yuan Chen, kesal. Dia pun berusaha bangkit kembali, dan segera mengangkat tinggi kepalanya. Ia pun mengeluarkan pedang dari dalam cincin ruang penyimpanannya. Di mana cincin ruang adalah benda yang biasa digunakan oleh para kultivator untuk menyimpan barang, menyimpan segala hal dalam jumlah banyak, bahkan cincin ruang tertentu dapat menyimpan sebuah gunung didalamnya.
"Bajingan! Aku akan melawan kalian...!?" teriak Yuan Chen dengan suaranya yang lantang, kedua matanya membola bulat, menatap tajam kepada dua orang murid Akademi Tujuh Warna yang berdiri di atas atap rumah kayu.
Salah satu orang itu menggeliat, meletakkan pedangnya di atas pundak. Lalu ia mendecih pelan dan berbicara, "Cih! Hanya untuk membunuh bocah lemah ini, bahkan membuat kita turun tangan!" katanya dengan nada yang sinis.
"Berhenti berbicara omong kosong! Cukup selesaikan tugas kita dan segera kembali. Ingat, di desa ini, masih ada seseorang yang sangat merepotkan, walaupun dia adalah sang legenda yang terjatuh." sahut rekannya, memperingati.
"Baiklah, baiklah, aku mengerti!" kata orang disebelah nya dengan nada yang malas.
Namun, kedua orang itu seketika melesat dengan seberkas cahaya kehijauan yang berkelebat di langit. Membuat Yuan Chen membelalakkan kedua matanya, melihat kecepatan yang sangat begitu mengerikan.
"Cepat sekali ... Trang!" kata Yuan Chen, dan tiba-tiba sebuah pedang mengarah kepadanya. Namun pedang itu berhasil ditangkisnya.
Kemudian, Yuan Chen pun melompat mundur, kembali berlarian sembari terus menahan serangan demi serangan yang berdatangan kepadanya. Seolah-olah serangan itu tidak pernah ada hentinya, bahkan kini sebelah tangan Yuan Chen telah berlumuran darah.
Darah itu terus menetes dari ujung jarinya, tetapi rasa sakit itu seolah-olah telah lama mati, Yuan Chen terus berlari sembari menahan gempuran kedua praktisi Kaisar Tempur itu.
Namun, tidak peduli seberapa kerasnya Yuan Chen berjuang, ia hanyalah seorang praktisi yang baru mencapai tingkatan ranah ketiga, Ahli Bela Diri.
Kesenjangan tingkatan ranah dengan kedua musuhnya itu terlalu besar. Seolah-olah berjarak antara langit dan bumi. Membuat Yuan Chen sama sekali tak bisa untuk melukai mereka sedikitpun, tetapi serangan meraka, seolah-olah Yuan Chen adalah target yang telah terkunci dan tidak dapat mengelak.
Bahkan saat ini, pedang salah satu orang itu bergerak horizontal, seketika pedang itu menusuk Yun Chen dari belakang, menembus kulit, mengoyak daging, mematahkan tulang.
Yuan Chen pun berhenti berlari, ujung pedang orang itu menembus hingga ke depan, membuat Yuan Chen tidak bisa untuk tidak bersuara, "Wha!" seteguk darah segar dimuntahkan dari mulutnya.
Sreset...
Pedang yang menancap dari belakang itu kini di cabut dengan kejam, suara itu begitu membuat bulu tengkuk berdiri, seolah-olah seorang penjagal tengah mencincang dagingnya.
Kini tubuh Yuan Chen pun perlahan runtuh, pedang di tangannya pun terlepas, segera Yuan Chen pun memegangi lubang di perutnya akibat tusukan pedang yang terus menerus mengalirkan darah segar. Ia mencoba menahan darah yang mengalir, tetapi tak kuasa.
"Sepertinya ... ini adalah akhir dari hidupku!" ucap Yuan Chen, pelan, bahkan hampir tak terdengar.
Saat itu, agar tidak meninggalkan jejak sedikitpun, semua murid Akademi Tujuh Warna membantai seluruh warga Desa Embun Pagi. Bahkan Kakek Ji pun sudah mencapai batasannya. Di mana ia kewalahan untuk menghadapi mereka semua, dan berakhir dengan kematian.