Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Malam hari sudah tiba.
Sendi sudah ada dihalaman rumah sakit. Sendi sedang menunggu seseorang yang akan menjemputnya. Bukan akan menjemputnya melainkan Sendi yang meminta untuk dijemput. Karena Sendi tidak membawa motor.
Kata Ella motornya ada dirumah Ella. Tentunya Ella yang membawanya kesana. Karena kemarin saat Ella menemukan sendi yang pingsan dipinggir jalan. Sendi pingsan di sebelah motor. Setelah mengurus pendaftaran Sendi. Ella meminta di antar oleh Dicky untuk mengambil motor Sendi dan di bawa kerumah Ella saja supaya aman. Dan Sendi akan mengambilnya besok pagi saja.
"Sorry, lama. Lo nggak papa kan?"
Dia Agel, yang baru datang dan berhentikan motor di hadapan Sendi. Tadi Agel sangat terkejut saat sendi mengiriminya chat bahwa Sendi di rumah sakit dan minta di jemput. Apalagi pas sendi cerita bahwa dari pagi dia di rawat makanya tidak jadi ke rumahnya pagi tadi.
"Nggak papa. Ya udah buru, gue udah nggak sabar pingin rebahan di kasur milik lo. Gue capek," jawab Sendi.
"Oke,"
Dan tak lama hanya butuh waktu satu jam dari rumah sakit akhirnya Agel dan Sendi sampai di rumah Agel. Di sana sudah ada motornya Ridho yang kata Agel akan menginap di sini juga.
"Wiiihhhh, cuy. Sakit beneran ya lo?" tanya Ridho pada Sendi. Begitu Sendi dan Agel sampai di kamar milik Agel.
"Demam doang sih sebenernya, tapi nggak nyangka aja kalo demam itu bisa bikin gue sampe pingsan di jalan dan merepotkan orang lain," Sendi malu dan sepertinya tidak bisa melupakan kejadian itu begitu saja.
"Btw.. Bukannya semalem lo dari sini Sen?" tanya Agel, penasaran.
Sendi merebakan badan diatas tempat tidur. Bibir yang masih sedikit pucat itu menghela. "Gue habis dari rumah lo. Gue kedinginan dan paginya gue tiba-tiba pusing banget dan hidung gue mampet."
"Oh ya?'" Ridho dan Agel berseru bersamaan.
Sendi mengangguk. Bayangan di saat di usir oleh ayah terlintas. "Dan yang lebih parah lagi... gue di usir cuy,"
"HAH...?! Di usir?!" Ridho dan Agel kaget berjamaah.
"Di usir siapa Sen?" tanya Ridho. Sungguh Ridho benar-benar terkejut mendengar itu.
"Ayah gue lah, siapa lagi,"
Wajah Sendi terlihat lelah. Membuat Agel dan Ridho bertukar pandang. Ridho dan Agel merasa kalau Sendi sedang melawak. Tapi kalau bisa lawakannya yang bener dikit dong masa usiran di jadikan bahan lawakan sih, serem banget.
"Bentar deh."
Agel meneliti wajah Sendi. Wajah Agel juga semakin dekat, membuat Sendi mendengus dan mendorong wajah temannya itu.
"Muka lo astagaaa, jangan deket-deket, geli gue." kata Sendi yang langsung terduduk, Sendi takut jika Agel akan dekat-dekat lagi. Sendi merasa merinding sebadan-badan.
"Gue cuma mau mastiin kalo lo nggak asal ngomong. Takutnya lo cuma ngigau karena lo baru aja demam." kata Agel dia sudah menjauhkan wajah dan sekarang sedang berdiri dengan melipat kedua tangan di dada menatap satu temannya itu cukup intens.
"Kenapa lo bisa di usir?" Bukan Agel yang bertanya tapi Ridho. "Masa setega itu Ayah lo main usir sih? Nggak percaya ah gue,"
"Terserah mau percaya atau enggak, yang penting beberapa hari ke depan gue mau merepotkan kalian berdua. Gue beneran nggak tahu mau kemana," Sendi sedih kepalanya yang sudah cukup baikan tadinya kini juga kembali sedikit pening karena memikirkan masalahnya itu.
Drrrttttr.... Drrrtttttt...
Ponsel yang ada dalam saku bergetar, Sendi segera memgambilnya dan melihat siapa yang menelfon.
Mbak Kiki
Sendi langsung menerima telpon itu tanpa berpikir dua kali. "Iya mbak?"
"Kamu di mana? Kata bapak kamu di usir, bener?"
Sendi terdiam. Sendi agak kaget mendengar tanya itu. Dari mana mbak Kiki tahu kalau dirinya baru saja di usir tadi pagi? Apakah Ayah yang memberitahunya?
"Mbak tahu dari mana?"
Sendi menahan gejolak kesedihan. Sendi sedih tapi juga kesal karena ayahnya sepertinya tidak menyayanginya. Buktinya ayah mengusirnya kan? Kalau ayah sayang padanya ayah tidak mungkin tega mengusirnya seperti ini. Anak mana yang tidak sedih karena di benci orangtua kandungnya? Diusir ortunya?
"Nggak penting mbak tahu dari mana. Mbak tanya, kamu dimana sekarang? biar mbak susul. Ini udah malem Dek, mbak menelfon Haya dan Maslim tapi katanya kamu nggak disana. Kamu di mana Dek, di mana? Mbak khawatir,"
Suara Mbak Kiki memang berbeda. Jelas sekali jika suara mbak Kiki terdengar mengkhawatirkannya. Sendi menahan gejolak amarah di dada. Amarah itu tertahan di tenggorokan karena tidak Sendi lampiaskan. Sampai-sampai tenggorokannya Sendi terasa sangat sakit.
"Aku di rumah temen mbak. Kamu santai aja, jangan khawatir. Aku baik-baik aja kok,"
Mendengar Sendi yang mengatakan bahwa Sendi baik-baik saja membuat Agel dan Ridho menggeleng. Padahal temannya satu itu baru saja keluar dari rumah sakit, kenapa pula Sendi harus berbohong?
"Nggak mau tahu pokoknya share lock sekarang juga, mbak susul."
Tekad Kiki sudah bulat membuat Sendi yang sudah membuka mulut untuk membantah pun urung karena panggilan telah di akhiri sepihak oleh mbak Kiki. Sendi menggenggam erat pinggiran kaosnya. Kenapa bukan ayah yang berperilaku seperti itu? Kenapa bukan ayah yang kalang kabut untuk mencarinya? Sungguh, Sendi merasa sakit hati.
"Lo baru keluar dari rumah sakit dan lo tega bohongin keluarga lo Sen? Wah, gi.la lo gi.la," ujar Agel dia sungguh tak habis pikir. "Beliau khawatir sama lo btw," geramnya merasa mulai terpancing emosi karena kelakuan satu temannya itu.
"Lo ngerti apa hah?! Lo tahu apa tentang gue dan keluarga gue hm?!"
Sama, Sendi yang sedang kalut pun sepertinya mulai terpancing emosi juga. Buktinya Sendi kini menatap Agel dengan nyalang nan tajam. Sendi pun beranjak dari kasur. Sendi mendekati Agel. Sendi mencengkram kaos bagian depannya. Membuat Ridho melotot dan segera berdiri di tengah-tengah dua sahabatnya itu. Ridho sangat yakin kalau di biarkan begitu saja dua temannya itu akan berantem dan pasti babak belur.
No! jangan sampai!
"Heh, kalian nih temen cuy. Udah-udah kita belajar atau main game aja ayok!" Ridho berusaha tawar menawar agar tak terjadi percekcokan di antara Sendi dan Agel.
"Apa lo?! Minggir sana!"
Sendi mendorong dada Ridho sampai si Ridho terjengkang ke kasur, untungnya. Setelahnya Sendi mengambil barang miliknya dan dengan sengaja Sendi menabrak bahu Agel lalu keluar dari kamar itu.
"Hah! Sialan!"
Sendi mengumpat begitu sudah keluar dari halaman rumah Agel. Sekarang Sendi berjalan menuju jalan yang tak tahu menuju kemana sambil menelfon seseorang.