NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:819
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Boyong dan Gosip ibu-ibu

Acara boyong itu di lakukan bakda Maghrib, semua tetangga dan kerabat yang ikut serta sudah siap membawakan beberapa barang, seperti bantal, selimut, klasa (Tikar), botol minum, wajan, beras dan masih banyak lagi. Sementara sisanya hanya ikut tanpa membawa apapun.

Sejenak Ayudia merasa merinding melihat acara tersebut yang padahal terlihat biasa saja. Hanya orang-orang yang berkumpul untuk melihat seseorang boyong ke rumah barunya.

Di depan rombongan itu ada Pakde Narman yang berjalan sendirian seperti pemimpin, di tangannya membawa blarak yang sengaja di bakar entah untuk apa, Ayudia pun tidak tau.

Ayudia sendiri berjalan di tengah-tengah para ibu-ibu dan anak-anak yang ikut rombongan boyong, di sebelahnya kirinya ada Raisa yang menggendong Reya. Sementara di sebelah kanannya ada Bude Sera yang membawa nasi tumpeng.

Selama perjalanan sekitar lima menit itu shalawat tak pernah terputus yang semakin membuat Ayudia di buat merinding sebadan-badannya. Dia belum pernah melihat acara pindahan se-sakral ini selama hidupnya di kota.

Saat dia pindahan bersama Haris, ya tinggal pindah saja. Tak perlu atraksi seperti yang di lakukan Pakde Narman. Kenapa Ayudia mengatakan demikian, sebab bawaan Pakde Narman itu memang cukup mengerikan. Selama perjalanan api terus melahap blarak dengan cepat sehingga nyala apinya pun semakin besar, tapi pakde Narman malah terlihat biasa saja.

Sampai di depan rumah yang bangunannya masih baru itu, Pakde Narman langsung menuju ke arah samping rumah di ikuti oleh suami Raisa yang membawa kasur lantai. Lalu membuka pintu yang terhubung langsung dengan dapur itu pelan sembari mengucap salam, setelah itu pakde Narman meletakan blarak yang masih menyala-nyala itu di pojok dapur sebelum akhirnya mengumandangkan adzan.

Di belakangnya rombongan menunggu di depan rumah, menunggu pakde Narman membukakan pintu utama dan mempersilakan mereka masuk.

Baru setelah itu lampu-lampu di nyalakan, para warga yang ikut serta seketika memenuhi isi rumah. Bude Sera meletakan tumpeng yang di bawanya dengan hati-hati di tengah ruang berukuran 4x4 meter yang merupakan ruang tamu.

"Linggar wis teka, Bu?" (Sudah datang) Tanya pakde Narman menghampiri bude Sera di sebelah Ayudia.

Ayudia mendesah lega, akhirnya ada yang memulai obrolan setelah keheningan yang tercipta. Entah kenapa, selama perjalan tadi mulutnya seolah terkunci, tak mau mengomentari apapun.

"Nggak tau, coba lihat di belakang siapa tau dia lewat sana." Balas bude Sera pada suaminya. Kemudian lelaki paruh baya tersebut masuk lebih dalam, tepat setelah itu terdengar suara motor berhenti di depan rumah.

"Nah itu dateng orangnya," tunjuk Raisa pada adik lelakinya yang baru turun dari motor NMAX miliknya, Ayudia pun bisa melihat lelaki itu dengan jelas karena pintu rumah yang terbuka lebar.

Lelaki hitam manis itu memasuki rumah dengan mengucap salam yang di jawab serentak oleh semua orang. Linggar meletakan kresek bawaanya dengan cengiran lebar, setelah itu meringsek duduk di sebelah Raisa. Tak lupa, lelaki itu juga melempar ciuman jarak jauh ke arah Ayudia.

"Bulik Tini mana? Kok kamu yang bawa ini, Dek." Ucap Raisa pada adiknya.

Sementara Linggar mengangkat bahunya acuh, lalu merebut Reya untuk dia bawa ke pangkuannya. "Kata Bulik suruh duluan aja gitu, yaudah aku nurut." Balasnya santai.

Bude Sera di sebelah Ayudia itu hanya menggeleng pelan. Jadi posisinya adalah, Bulik Sera, Ayudia, Raisa baru Linggar yang memangku Reya. Meski terhalang oleh tubuh Raisa, Linggar masih sempat-sempatnya mengulurkan tangan untuk mencolek pinggang Ayudia lewat belakang tubuh kakaknya.

Ayudia melotot tajam tanpa kata-kata apapun.

"Kamu ini gimana sih, Dek. Terus Bulik Tini kesini sama siapa? Beliau kan harus bawa teh panas juga." Omel Raisa tanpa menyadari kelakuan adiknya di belakang.

"Ada Paklik kok, tadi pas rombongan pergi paklik dateng." Bela Linggar. Raisa pun hanya ber-Oh ria.

Tak lama, Bulik Hartini pun datang bersama Paklik Ilyas. Setelah itu, Bude Sera juga mempersilakan para tetangganya yang datang untuk menikmati hidangan yang sudah di siapkan.

Ayudia niatnya ingin membantu, tapi bude Sera melarang. Katanya kasihan Ayudia yang sedang hamil muda, takutnya kecapekan. Padahal kan hanya mengulurkan air atau hidangan saja kan, apa capeknya coba?

Tapi Ayudia tak mau protes lebih jauh, toh sudah banyak yang membantu. Ada Bulik Hartini juga.

"Udah tau kan gimana pindahan di sini? Nanti kalau kita pindahan ke rumah sendiri jangan kaget, ya." Bisik Linggar tepat di depan telinga Ayudia.

Sementara yang di bisiki menoleh cepat dengan wajah terkejut. Dia tak sadar kalau Linggar sudah meringsek mendekatinya saat Raisa berlalu. Bener-bener deh, bisa aja nyari kesempatan dalam kesempitan!

"Pindahan ke rumah sendiri-sendiri, maksudnya?" Balas Ayudia berbisik pula.

Linggar menggeleng tak terima. "Rumah kita berdua dong, Sayangku ..." protes lelaki itu dengan suara di buat-buat. Ayudia begidik geli, tak ayal dia tetap terkekeh membayangkan kalau suatu saat dia punya rumah sendiri di kota ayu. Hmm ... Apakah suasananya juga akan se-sakral ini?

"Reya mau makan ini?" Tawar Ayudia, sekaligus mengalihkan pembicaraan.

Gadis kecil di pangkuan Pakliknya itu mengangguk pelan. Ayudia pun inisiatif membukakan jajanan tradisional yang dibungkus daun pisang itu. Tapi, pada dasarnya Ayudia yang tak pernah memakan makanan seperti itu, kesulitan membukanya. Ini sih judulnya, niat bantuin malah dianya juga butuh bantuan.

Linggar yang melihatnya terkekeh pelan lalu meraih tangan Ayudia, menitahkannya seperti seorang ayah yang membantu anaknya menulis untuk pertama kali.

"Makasih, Nih," Ucap Ayudia kemudian memberikannya pada Reya. Gadis itu itu mendongak menatap Linggar, sebelum beralih menatap Ayudia.

Di kacamata orang lain, mereka bertiga terlihat seperti keluarga kecil yang begitu harmonis. Dimana sang ayah yang memangku sang anak, dan di sebelahnya duduk sang istri yang sedang mengandung anak keduanya. Sempurna.

Dan berhasil menjadi bahan gosip ibu-ibu yang duduk di teras rumah.

"Mereka pacaran?" Tanya salah satu ibu-ibu kepada Raisa. Wanita dengan jilbab instan itu menoleh ke arah pandangan sang ibu-ibu. Kemudian tersenyum penuh arti.

"Doain aja, Bu-ibu." Begitu ujarnya.

"Wah, jadi beneran gosip mereka yang lagi deket itu, ya?" Tanya ibu-ibu lainnya. Raisa hanya mengedikkan bahu sebelum pamit masuk ke dalam. Meski begitu, obrolan para ibu-ibu itu tak terputus, justru semakin panas.

"Siap-siap rewang aja, Mbak. Kalau mereka berdua jadi, juragan pasti ngadain pesta gede-gedean, secara kan Linggar anak terakhir dan penerusnya."

(Rewang : membantu, biasanya kata-kata tersebut merujuk pada saat ada acara tertentu, seperti pernikahan, dan lain-lain.)

"Iya iya, Mbak. Aku rasa Jaya juga nggak akan biarin pernikahan anaknya kecil-kecilan, yaa meskipun menikahnya untuk kedua kalinya." Sahut yang lain dengan lirih di akhir kalimat.

Ibu-ibu tersebut sontak mengangguk pelan. Memang paling nikmat gosip sembari ditemani semilir angin dan hangat-hangat air teh. Hehehe.

"Tapi bukannya Ayu itu masih hamil anaknya mantan suaminya? Masa cepet banget pacaran sama Linggar? Apa nggak kelihatan murahan tuh cewek? Baru cerai aja udah punya yang baru, nggak sampai setahun loh." Sahut ibu-ibu jilbab merah muda itu dengan julid. Tatapannya menunjuk Ayudia dan Linggar yang adik mengobrol di dalam.

"Haaah! Lagian wajar aja lah Ayu gampang berpaling, orang suaminya aja kaya setan. Tukang selingkuh," bela ibu-ibu yang membawa sarung untuk menyelimutinya dari dinginnya malam.

"Ya tapi kan Ayudia itu perempuan, mbak. Minimal tunggu dia lahiran lah,"

"Lah, mau sampai lahiran atau nggak pun kalau cuma pacaran kan nggak apa-apa. Lagian anaknya ayu juga sudah ketauan kan punya siapa,"

"Nah, justru itu mbak. Kalau tau Ayudia hamil kan besar kemungkinan mereka malah melakukan itu, secara kan nggak akan kebobolan karena sudah ada isinya." Sahut ibu-ibu jilbab merah tadi tambah sengit.

"Astaghfirullah, jangan fitnah kamu, Dar!" Tegur ibu-ibu lainnya.

"Ya kan siapa tau, Mbak!"

"Sudahkah mbak Dar, lagian Lilis juga sudah menikah ngapain ngarepin Linggar lagi? Jangan-jangan sekarang ngincer bukan buat anak, tapi buat diri sendiri?"

ibu-ibu yang di panggil 'Mbak Dar' tersebut sontak melotot tajam. "Sembarangan!"

###

Cungg siapa yang boyongan rumahnya kaya gitu juga😁

1
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!