Ivy Cecilia, seorang perawat yang bertugas di salah satu rumah sakit harus rela kehilangan sang suami dalam kecelakaan tunggal saat pulang dari rumah sakit. Pesan terakhir suaminya adalah jasadnya harus dikebumikan di tanah kelahirannya, Tondo, di negara Filipina. Demi rasa cintanya, Ivy pun menyanggupi. Dengan membawa dua anak mereka yang masih kecil, Ivy mengurus keberangkatannya membawa jenazah suaminya ke Filipina. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, Ivi berniat tindak lama di sana. Selesai misa pemakaman Ivi akan kembali ke Indonesia.
Namun, yang menanti Ivy di sana bukanlah sesuatu yang mudah. Bukanlah pertemuan dengan keluarga mertua yang seperti biasa. Kegelapan, darah, amarah, dan jebakan paling menyiksa sepanjang hidupnya sudah menanti Ivy di Tondo, Filipina.
Apakah Ivy berhasil melalui itu semua dan kembali ke Indonesia?
ataukah Ivy terjebak di sana seumur hidupnya?
Ayo, temani Ivy berpetualang di negeri seberang, Filipina, melaksanakan pesan terakhir mendiang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 : Tragedi Purro
Ivy dan Lukas tiba di tempat yang sudah disiapkan Damon. Seorang staf menyambut mereka di depan pintu dan membawa mereka langsung ke kolam renang hotel di lantai dua.
Di sana sudah ada meja bulat dan dua kursi. Meja bertaplak merah itu di atasnya sudah diatur dua buah gelas wine , bunga mawar asli dan dua buah lilin kecil, serta alat makan.
"Lukas, tunggu, yang dinner hanya kita berdua?," Ivy menghentikan langkahnya
"Seperti yang kau lihat. Memangnya kamu mau dinner dengan siapa?," Lukas ikut menghentikan langkahnya juga.
"Tapi kenapa harus di dekorasi seperti ini?,"
"Apa salahnya aku ingin dinner romantis dengan istri sendiri,"
"Tapi kan kita tahu bahwa pernikahan kita...,"
"Hanya sementara. Itu kan yang kamu ingin katakan?," Lukas menghadap Ivy dan memegang kedua pundak Ivy, "Kau jangan lupa bahwa kamu menikah dengan Lukas Vergara di mana aku bisa memutuskan apa saja yang aku ingin dan aku tidak ingin,"
Ivy bergidik. Lukas melepas tangannya dari pundak Ivy menuju meja dan menarik kursi.
"Silakan, istriku," Lukas dengan gaya mempersilakannya.
Ini bukan dinner, ini film horor. Bulu kudukku dari tadi merinding (Ivy).
Ivy berjalan perlahan ke arah Lukas dan duduk di kursi yang sudah ditarik Lukas.
Lukas duduk di hadapan Ivy.
Pelayan mulai menghidangkan makanan. Menu kali ini western food. Terdengar sayup-sayup lagu romantis mulai diputar.
"Lukas, kenapa harus seperti ini," Ivy memegang garpu dan pisaunya tapi belum menyentuh makanannya.
"Kenapa? Aku hanya ingin menikmati malam dengan istriku,"
"Istri sementara mu," tegas Ivy.
"Sampai saat ini kamu masih tercatat istriku yang sah," Lukas sudah mulai mengunyah daging steak-nya.
"Kenapa harus aku, Lukas?," tanya Ivy.
"Kenapa bukan kamu?," balas Lukas.
Mulut Ivy langsung terkatup.
Ivy menatap menunya dan memotong daging steak-nya dengan asal.
Lukas memperhatikan gerak-gerik Ivy. Dia tersenyum sambil terus menyantap menunya.
**
"Kamu pikir aku takut pada kakak mu yang lemah itu? Heh?," pria berbadan besar itu menampar wajah Sofia. Terlihat dari bekas tamparannya, itu sudah tamparan kesekian kalinya. Bibir Sofia juga sudah berdarah.
"Jangan dulu ambil kesimpulan, kamu akan tahu dia lemah atau tidak begitu kamu bertemu dengannya,cih," Sofia meludah karena mulutnya merasakan darah yang keluar.
"Besar juga nyalimu anak kecil, hahahaha," pria itu mendekat. Dia menarik paksa rambut Sofia ke belakang. Wajah Sofia menengadah ke atas. Sofia meringis.
Pria itu membelai pipi Sofia.
"Wajahmu yang terawat ini tidak lama lagi akan menjadi tidak bisa dikenali," pria itu mengeluarkan pisau kecil dan mulai menekannya ke pipi Sofia, "Aku pastikan kamu akan berteriak kesakitan saat pisau ini mulai masuk ke dalam kulit pipimu yang mulus ini, hahahaha,"
**
"Sudah ditemukan," teriak seorang pemuda ketika melihat tubuh Hana tergeletak di tanah.
"Cepat angkat dia," mahasiswa berkumpul di tempat Hana ditemukan. Mereka langsung membawa Hana ke area yang tidak terjal.
"Masih bernapas. Dia hanya pingsan. Kemarikan minyak gosok siapa yang bawa minyak gosok," ujar seorang pemudi.
**
Pipi Sofia sudah lebam dengan tamparan demi tamparan. Rambutnya sudah acak-acakan. Darah sudah keluar dari bibir dan hidungnya.
"Apakah sudah menuju kemari?," tanya pria berbadan besar kepada temannya yang baru saja masuk.
"Sudah menuju. Sebelum membunuh gadis ini, katanya dia ingin bersenang-senang dulu menikmati dara perawan, hahaha," jawab pria yang satunya.
"Ciihh, dia yang membobol kita menikmati sisanya, begitu maksudnya?,"
"Hahahaha," keduanya tertawa menggelegar.
"Ini hp nya," pria yang baru masuk menyerahkan hp Sofia pada pria berbadan besar.
Mereka memaksa Ivy membuka hp nya dengan menekan jari Ivy ke sensor hp. Hp pun terbuka. Pria berbadan besar mengotak-atik hp itu sebentar, lalu mengambil beberapa foto Sofia.
**
Lukas dan Ivy sudah selesai menyantap menu makan malam mereka. Lebih tepatnya, Lukas yang selesai menyantap karena Ivy hanya memakai bagian kecil daging steak-nya.
Lukas mengambil gelas wine-nya dan minum seteguk.
"Ivy, malam ini, aku ingin mengatakan sesuatu padamu,"
Ivy mengangkat wajahnya dan menatap Lukas. Hatinya tidak karuan. Sebagai orang dewasa dan melihat situasi keadaan yang disiapkan Lukas, Ivy tahu apa yang akan Lukas ucapkan. Ivy mulai gelisah.
Lukas mencondongkan tubuhnya ke arah Ivy dan meraih tangan Ivy yang sudah mulai berkeringat dingin.
"Aku tahu apa yang akan menjadi jawabanmu. Jadi aku tidak butuh jawaban malam ini. Aku hanya butuh kamu mendengar langsung dari mulutku," Lukas mengusap tangan Ivy dengan jari jempolnya. Membuat Ivy semakin tidak nyaman.
"Aku tidak peduli apapun jawabanmu. Aku hanya butuh kesempatan. Hanya itu. Karena kamu bukan anak kecil yang tidak mengerti semua yang sudah aku perjuangkan untuk mu"
Ivy menelan ludahnya mendengar itu.
Lukas menghela napas panjang, membuangnya perlahan. Dia mengatur ritme jantungnya.
"Aku tahu aku mungkin tidak lebih baik dari Rafael. Tapi sekali lagi aku hanya butuh kesempatan dari mu. Bukan jawabanmu,"
Orang ini kenapa terlalu berputar-putar, (Ivy).
"Malam ini di tempat ini, aku ingin mengatakan dari lubuk hatiku..,"
Hp Lukas berdering. Lukas melongos.
Kenapa berdering di saat seperti ini, siapa yang berani menghubungiku padahal sudah ku bilang aku tidak bisa diganggu ,(Lukas).
Layar hp menampilkan nama "Ibu".
Mau tidak mau Lukas harus menjawab panggilan itu.
"Halo, Ibu," suara Lukas terdengar kesal.
"Lukas kamu dimana?," suara Nyonya Christina terdengar panik.
"Aku dengan Ivy di Manila, Ibu. Ada apa?,"
"Lukas, Sofia Diculik. Penculiknya mengirim fotonya pada Ibu,"
"Apa? Diculik?," Lukas beranjak dari kursinya, "Bagaimana bisa?,"
"Aku mengizinkannya hari ini ikut camping tanpa pengawalan karena dia tidak mau di kawal,"
"Bagaimana Ibu segegabah itu. Kenapa tidak memberitahu ku?,"
"Lukas, ini bukan saatnya berdebat. Nyawa adikmu dalam bahaya. Lakukan sesuatu,"
"Apa ibu tahu posisi terakhirnya?,"
"Mereka sedang mendaki ke gunung Purro,"
Lukas langsung menutup panggilan. Dan rahangnya mengeras, tangannya mengepal ketika melihat pesan yang baru dikirimkan padanya dari nomor Sofia. Pesan itu berisi foto Sofia yang sedang diikat di kursi dalam keadaan sudah babak belur dan berdarah.
"Bedebah?,"
"Ada apa Lukas? Sofia kenapa?," Ivy ikut berdiri dari kursinya.
"Kamu tunggu sini. Aku akan ke Gunung Purro mencari Sofia. Dia diculik,"
"O, my God," Ivy menutup mulutnya
"Aku akan buka satu kamar di sini, kamu istirahat di sini jangan kemana-mana,"
"Aku ikut Lukas. Sofia adikku juga,"
"Kehadiran mu akan memperlambat langkahku. Kamu di sini saja. Aku akan membawa Sofia kembali,"
"Tapi..,"
Lukas memegang kedua pundak Ivy,
"Disini supaya aman. Karena kalau terjadi sesuatu padamu, aku tidak bisa lebih tenang dari saat ini,"
Ivy tidak berani membantah. Dia kembali duduk, sedangkan Lukas langsung turun ke parkiran.
"Halo, Damon, bukakan satu kamar untuk Ivy di hotel ini malam ini. Kamu susul aku ke Gunung Purro jangan lupa bawa beberapa orang," Lukas menelpon sambil menuruni tangga. Dia menolak naik lift supaya cepat dia menuruni tangga darurat.
"Baik, Tuan. Aku baru saja menuju dengan membawa pasukan. Tuan posisi Anda lebih dekat ke Purro, tapi jangan bergerak dulu sebelum kami tiba. Tuan hanya sendiri. Mereka rombongan. Jangan ambil risiko," sebelah tangan Damon menyetir, sebelah tangannya lagi memegang hp nya.
Sementara itu di rooftop hotel,
"Nyonya, ingin langsung istirahat di kamar atau masih mau duduk di sini dulu," seorang kru hotel mendekati Ivy dan bertanya.
Ivy menoleh,
"Aku minta kartunya saja. Biar aku sendiri yang ke kamar,"
"Baik, Nyonya. Ini kartunya," kru itu menyerahkan kartu pintu kamar pada Ivy.
**
Beberapa pemuda melihat sebuah cahaya dari pondok kecil di lembah.
"Jangan-jangan Sofia disekap di situ," bisik seorang pemuda.
"Lihat, tempat itu dikawal beberapa pria," ujar seorang lagi.
"Kita tidak mungkin menghadapi mereka sendiri. Kita harus kembali ke rombongan dan menunggu polisi datang. Ketua sudah menghubungi polisi tadi,"
Mereka adalah rekan seregu Sofia dan Hana. Mereka berempat pun berbalik ke rombongan.
Sementara itu di jalan,
Lukas menekan gas mobilnya sehingga mobil dengan kecepatan tinggi itu melesat begitu cepat. Lukas menyalip dengan lincah. Sorot matanya tajam. Di jalanan yang agak sedikit macet, sebelah tangan Lukas meraba laci dashboard nya dan mengambil sepucuk senjata dari dalamnya. Dengan lihai sambil menyetir, tangannya memeriksa isi peluru pistol itu. Peluru terisi penuh. Lukas menyelipkan pistolnya di pinggangnya. Dia kembali fokus menyetir dengan kecepatan tinggi.
Sementara Damon dan beberapa pengawal juga berkendara dengan kecepatan tinggi. Mereka menerobos lampu merah. Mengklakson dengan kasar kepada penyeberang jalan agar tidak menghalangi mobil mereka.
**
Seorang pria mendekati Sofia dan merobek kaos yang dipakai Sofia sehingga dalaman Sofia terpampang nyata.
"Wow, kulit yang mulus, hahaha"
"Aku pastikan kalian akan membusuk di neraka oleh kakakku," teriak Sofia.
"Heii, jangan kasar nona manis. Kita akan sedikit bersenang-senang sebelum bos kami datang," pria itu mulai menyentuh leher Sofia. Sofia berusaha sekuat tenaga menghindar. Pria itu tak terima. Dia kembali menampar Sofia. Sofia kembali berdarah.
**
Lukas melihat tulisan "Akses menuju Gunung Purro". Dia membelokan mobilnya dengan kasar. Mobilnya berhenti di dekat pos masuk. Dia mengokang pistolnya, turun dari mobil dengan hati-hati. Dia mulai menyusuri jalanan tanah yang menanjak. Langkah Lukas yang panjang membuatnya tidak butuh lama untuk tiba di kerumunan mahasiswa yang sementara menenangkan Hana yang trauma.
"Permisi, aku kakaknya Sofia, siapa di antara kalian yang terakhir bersama Sofia?,"
**
Pintu gubuk kecil itu terbuka. Seseorang yang Sofia kenal memasuki ruangan kecil itu.
"Hahahaha," pria itu tertawa membuat gigi palsu emasnya terpampang nyata.
"Ulang tahun ku besok. Kenapa kado nya datang secepat ini," pria yang baru datang itu menggosok-gosok telapak tangannya.
"Benjamin," gumam Sofia.
"Ouw, ternyata tuan putri Vergara masih mengingatku," Benjamin memegang dagu Sofia. Sofia membuang wajahnya.
"Hahahaha. Lucu sekali melihat wajahmu sekarang. Aku penasaran melihat reaksi Nyonya besar Christina melihat kesayangannya seperti ini," Benjamin berbicara sangat dekat dengan wajah Sofia.
"Cih!!," Sofia meludah ke wajah Benjamin, "Kakakku akan membuat kamu menyusul Armando,"
Perkataan Sofia itu menyulut amarah Benjamin.
"Buka ikatan tangannya," perintahnya kepada dua pria yang sedari tadi dalam ruangan.
Pria itu membuka tangan Sofia. Belum sempat Sofia bereaksi, Benjamin memegang kedua tangan Sofia dan mendorongnya jatuh ke tanah. Dalam posisi tergeletak, Benjamin mulai menindih Sofia sambil memegang kedua tangannya.
"Sayang sekali aku langsung membunuhmu. Aku ingin merasakan darah perawan keturunan Vergara, hahahah,"
Sofia merontah dengan keras. Tapi kekuatan Benjamin lebih besar dari kekuatannya. Benjamin mulai menciumi leher Sofia. Sofia terus merontah. Sampai akhirnya kekuatan Sofia mulai habis. Dia sudah mulai merontah dengan lemah. Benjamin yang melihat itu mulai melancarkan aksinya. Dia mulai membuka celana kargo Sofia. Sofia mulai menangis. Dia tetap melawan walaupun dengan kekuatan yang sudah sangat lemah.