NovelToon NovelToon
Cewek Pendiam Inceran Ketos Ganteng

Cewek Pendiam Inceran Ketos Ganteng

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Ketos / Murid Genius / Teen Angst / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Idola sekolah
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Citra Asmarani Mahardi, siswi culun berkacamata tebal, selalu berusaha hidup biasa-biasa saja di sekolah. Tak ada yang tahu kalau ia sebenarnya putri tunggal seorang CEO ternama. Demi bisa belajar dengan tenang tanpa beban status sosial, Citra memilih menyembunyikan identitasnya.
Di sisi lain, Dion Wijaya—ketua OSIS yang tampan, pintar, dan jago basket—selalu jadi pusat perhatian. Terlebih lagi, ia adalah anak dari CEO keturunan Inggris–Thailand yang sukses, membuat namanya makin bersinar. Dion sudah lama menjadi incaran Rachel Aurora, siswi populer yang cantik namun licik, yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan hati Dion.
Saat Citra dan Dion dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah, Dion mulai melihat sisi lain Citra: kecerdasannya, kesabarannya, dan ketulusan yang perlahan menarik hatinya. Namun, semakin dekat Dion dan Citra, semakin keras usaha Rachel untuk menjatuhkan Citra.
Di tengah persaingan itu, ada Raka Aditya Pratama—anak kepala sekolah—yang sudah lama dekat dengan Citra seperti sahabat. Kedekatan mereka membuat situasi semakin rumit, terutama ketika rahasia besar tentang siapa sebenarnya Citra Asmarani mulai terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Si Cupu Vs Si Ratu

Suasana kelas X MIPA 2 terasa hangat meski masih hari pertama. Pak Surya, wali kelas mereka, berdiri di depan dengan senyum ramah. Beliau berkacamata, berkemeja rapi dengan dasi sederhana, memberi kesan bijak tapi santai.

“Baik, anak-anak. Karena ini hari pertama, kita akan saling mengenal dulu. Biar kelas ini terasa kayak keluarga. Caranya gampang: sebut nama lengkap, hobi, dan alamat rumah,” ujar Pak Surya sambil menepuk buku absennya.

Di kelas XI MIPA 1, suasana belajar berjalan normal.

Guru sedang menjelaskan materi di papan tulis, sementara sebagian siswa fokus menulis, sebagian lagi malah asik berbisik-bisik.

Rachel duduk dengan anggun di bangkunya, rambut panjang tergerai rapi. Di sebelahnya, Sherly—teman dekat sekaligus partner gosipnya—mendekatkan wajah sambil menutupi mulut dengan buku.

“Gimana, si cupu itu?” bisik Sherly dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Rachel menyeringai kecil, menoleh sekilas ke arah Dion yang duduk dua baris di belakang mereka.

“Tenang, Sher. Udah gua atasin. Dia gak bakal berani lagi deketin cowok gua,” jawab Rachel pelan tapi penuh kepastian.

Sherly terkekeh. “Ya iyalah, mana mungkin Dion milih anak baru aneh itu daripada lo.”

Dion yang mendengar samar-samar obrolan mereka hanya berpura-pura sibuk menulis. Tapi dalam hatinya ada rasa campur aduk: di satu sisi, ia ingin terlihat setia sama Rachel, tapi di sisi lain, bayangan tatapan Citra yang marah kemarin masih menghantui pikirannya.

Rachel menoleh lagi ke Dion, memberi tatapan penuh kepemilikan. Seolah ingin menegaskan bahwa Dion adalah miliknya, bukan milik siapa pun.

Dion mengangkat kepala dan sekilas membalas senyum Rachel. Tapi dalam hatinya, ia bergumam lirih:

“Citra… jangan sampe lo bikin gue keliatan lemah di depan Rachel.”

Guru Matematika, Bu Ratna, yang sejak tadi menulis rumus di papan, tiba-tiba berhenti. Beliau menoleh ke arah bangku Rachel dan Sherly yang terlihat sibuk berbisik.

“Rachel! Sherly! Kalau mau ngobrol, silakan keluar kelas sekalian. Jangan ganggu teman-teman yang lain.” Suara Bu Ratna tegas, membuat seisi kelas langsung hening.

Rachel spontan menegakkan badan, wajahnya merah karena malu ditegur di depan teman-teman.

“Maaf, Bu…” jawab Rachel dengan nada dibuat sopan, meski dalam hatinya kesal.

Sherly ikut menunduk, pura-pura mencatat.

“Maaf, Bu…” ucapnya lirih.

Beberapa siswa lain menahan tawa. Dion yang melihat dari belakang hanya bisa menghela napas, mencoba menahan ekspresi agar tidak ikut tertawa.

“Baik. Kalau sudah paham, sekarang coba salah satu dari kalian kerjakan soal nomor tiga di papan,” ucap Bu Ratna, kali ini menatap tajam ke arah Rachel.

Rachel yang tadinya duduk anggun langsung terdiam kaku. Ia benci ditegur di depan kelas, apalagi dipaksa maju. Tapi dengan gengsi yang tinggi, ia bangkit dari kursi, berjalan ke depan, dan menulis jawaban di papan tulis dengan langkah penuh percaya diri.

Sherly berbisik ke dirinya sendiri sambil menahan senyum,

“Semoga aja bener, kalau salah bisa makin malu tuh…”

Rachel menulis jawaban dengan percaya diri, tangannya bergerak cepat di papan tulis. Setelah selesai, ia menoleh ke arah Bu Ratna sambil menegakkan dagu.

“Sudah, Bu.”

Bu Ratna menatap sebentar, lalu menggeleng pelan.

“Rachel… ini salah. Konsepnya saja sudah keliru. Coba kamu ulangi baca soalnya baik-baik.”

Rachel terdiam, wajahnya seketika memanas. Dari bangku belakang, terdengar bisik-bisik lirih.

“Gimana nih, masa cewek bego pacaran sama ketos…” bisik seorang murid cowok sambil menahan tawa.

“Iya, Rachel cantik doang otaknya nol,” sahut murid cewek lain dengan nada mengejek.

Sherly yang duduk di bangku langsung menoleh kesal, memberi tatapan tajam ke arah yang berbisik. Tapi bisikan itu semakin menyebar, membuat Rachel makin geram.

Dion yang menyaksikan dari bangkunya menahan emosi. Tangannya mengepal di atas meja, ingin sekali membungkam suara-suara itu, tapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa di tengah kelas.

Rachel menggigit bibirnya, menahan malu. Ia buru-buru kembali ke bangku dengan wajah merah padam.

“Sher, gue sumpah malu banget!” bisiknya dengan suara penuh amarah.

Sherly berusaha menenangkan, tapi matanya ikut berkilat.

“Tenang, Ra. Biar nanti kita kasih pelajaran ke mereka… terutama si cupu itu. Jangan biarin mereka ketawa lebih lama.”

Rachel menghela napas kasar, hatinya penuh dendam. Malu di depan kelas baginya adalah penghinaan terbesar.

Kantin siang itu penuh suara ramai. Beberapa siswa antri beli bakso dan teh manis, sebagian lagi duduk sambil bercanda.

Citra duduk bersama Afifah dan Kiara, menikmati es teh dingin sambil tertawa kecil membicarakan soal perkenalan tadi pagi.

Tiba-tiba suasana berubah ketika Rachel masuk bersama Sherly. Langkahnya terdengar jelas, heels sepatunya berketuk di lantai. Sorot matanya tajam mengarah langsung ke meja Citra.

“Cupu!” suara Rachel melengking, membuat beberapa kepala menoleh.

Citra mengangkat wajahnya, keningnya berkerut. “Ada apa, Kak?”

Rachel berdiri di depan mejanya, menyilangkan tangan. “Lo puas ya lihat gue dipermaluin di kelas tadi? Hah? Senyum-senyum bahagia gitu?”

“Kak, jangan nuduh orang sembarangan. Citra nggak ada hubungannya—” Afifah refleks berdiri, mencoba melindungi.

“Diam lo!” bentak Rachel, membuat Afifah terperangah.

Kiara menarik tangan Citra pelan. “Cit, jangan diladenin…” bisiknya.

Citra menatap Rachel dengan wajah datar, mencoba menahan diri. “Aku nggak ada niat apa-apa, Kak. Aku cuma makan di sini.”

Rachel mendekat, menepuk keras meja hingga gelas es teh bergetar. “Lo pikir gue bodoh? Semua orang ketawa, dan pasti lo seneng kan lihat gue jatuh kayak gitu?!”

Sherly ikut menimpali dengan nada mengejek. “Iya, Cit. Lo tuh nggak usah sok polos deh. Gara-gara lo, Rachel jadi bahan ketawaan.”

Beberapa siswa di kantin mulai memperhatikan, suasana jadi tegang. Dion yang baru masuk kantin melihat dari jauh, wajahnya berubah gusar, tapi ia belum mendekat—antara ingin menghentikan atau justru membiarkan Rachel melampiaskan emosinya.

Citra menggenggam sendoknya erat, lalu menarik napas panjang. “Aku nggak ada sangkut paut sama apa yang terjadi di kelas Kak Rachel. Kalau Kak Rachel mau marah, jangan lempar ke aku.”

Kalimat itu membuat Rachel makin tersulut. Ia hampir saja menumpahkan minuman ke arah Citra, kalau saja Sherly tidak menahan lengannya.

Rachel sudah mengangkat gelas es jeruk, wajahnya penuh amarah. Beberapa siswa menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi.

Tiba-tiba tangan Dion menahan pergelangan Rachel dengan cepat.

“Sayang, udah dong. Jangan kaya gini…” ucap Dion dengan suara menekan tapi tetap lembut di depan orang lain.

Rachel menoleh kaget, wajahnya memerah. “Dion! Lepasin! Dia yang bikin aku malu!”

Dion menggeleng pelan, berusaha meredakan situasi. “Nggak usah bikin keributan di kantin. Semua orang pada lihat, nanti malah lo yang keliatan salah.”

Rachel terdiam sejenak, tapi matanya masih menyala penuh kebencian ke arah Citra. Tangannya perlahan diturunkan, meski napasnya masih memburu.

“Cupu sialan…” gumam Rachel sambil melirik tajam Citra sebelum akhirnya duduk dengan kesal di kursi belakang bersama Sherly.

Citra terdiam, wajahnya tetap tenang meski hatinya berdebar. Afifah segera meraih tangannya, menenangkan.

“Cit, abaikan aja mereka. Kita makan bareng aku sama Kiara, oke?”

Kiara ikut menimpali dengan senyum kecil, mencoba mengalihkan suasana. “Udah, jangan bikin mood kita rusak gara-gara mereka.”

Sementara itu, Dion berdiri beberapa langkah dari meja Citra, menatapnya singkat. Ada sesuatu di sorot matanya—campuran antara rasa bersalah dan… sesuatu yang belum bisa diungkapkan.

Citra balik menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangan. Ia tidak ingin menunjukkan bahwa kejadian tadi sedikit mengguncang perasaannya.

Suasana kantin perlahan kembali ramai, tapi bisik-bisik siswa lain masih terdengar, membicarakan drama panas barusan.

*

*

*

*

1
Ical Habib
lanjut thor
Siti H
semangat... semoga sukses
Putri Sabina: maksih kak Siti inspirasi ku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!