NovelToon NovelToon
Penghakiman Diruang Dosa

Penghakiman Diruang Dosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Iblis / Menyembunyikan Identitas / Barat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: R.H.

⚠️ *Peringatan Konten:* Cerita ini mengandung tema kekerasan, trauma psikologis, dan pelecehan.

Keadilan atau kegilaan? Lion menghukum para pendosa dengan caranya sendiri. Tapi siapa yang berhak menentukan siapa yang bersalah dan pantas dihukum?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.H., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Akhir Dari Kesembongan

Pagi itu, semuanya tampak berjalan normal.

Aku turun ke basecamp untuk memeriksa kondisi Rio. Namun pandanganku langsung teralihkan saat melihatnya berdiri dengan kedua tangan terikat rantai. Tubuhnya kurus kering, sekujur kulitnya penuh bekas cambukan. Aku mengerutkan kening, bingung.

"Bukannya Rio seharusnya duduk di kursi? Siapa yang melakukannya? Rafael, mungkin?" pikirku tak percaya melihat tubuh Rio yang lebam.

Aku menepuk pelan pipinya yang terlelap, tapi tak ada respons. Kesabaranku yang setipis tisu akhirnya habis. Aku menamparnya keras. Rio menggeliat, lalu perlahan tersadar.

Aku menghela napas panjang, memutar bola mata malas. Dengan cara halus nggak mempan. Cara kasar baru sadar.

"Hey? Apa yang terjadi? Kenapa tubuhmu penuh lebam? Siapa yang melakukannya?" tanyaku penasaran, nada suaraku mulai tajam.

Rio meringis kesakitan. Wajahnya pucat, pipinya mengeluarkan darah akibat tamparanku yang terlalu keras. Jahitan di wajahnya robek, bibirnya pecah-pecah karena dehidrasi.

"Siapa yang melakukannya?" ulangku pelan, menatapnya tajam.

Rio menatapku sayu. Saat hendak menjawab, tubuhnya tiba-tiba kejang. Aku hanya melipat tangan, malas melihatnya menggeliat kesakitan.

Arghhh!

Teriakannya menggema di ruang bawah tanah. Dadanya sesak, matanya melotot. "Ah... A...a... L...e...l... Tu..." ucapnya terbata, lalu pingsan.

Aku menatapnya tajam. Apa yang dia katakan? Siapa yang dimaksud? Tapi aku segera mengabaikannya. Aku mendekat, memeriksa kondisinya namun, nadinya, nafasnya berhenti. Oh ya ampun dia meninggal dunia dengan cara tragis seperti ini. Aku segera menutup matanya lalu tersenyum kecut.

Rio Febrian Feat, anak kepala polisi yang dulu begitu angkuh, kini tak lebih dari bayangan dirinya yang dulu. Dan malam ini, ia tak lagi bernapas.

Kini di ruang bawah tanah yang gelap dan dingin, aku berdiri mematung menatap tubuh Rio yang tergeletak tak bernyawa. Rafael berdiri di sampingku, diam. Tak ada kata-kata. Hanya keheningan yang menyelimuti ruangan.

"Inilah akhir dari kesombongan," ucapku dingin.

Rafael menatap tubuh itu, lalu menoleh padaku.

"Paman... Apa yang akan kita lakukan dengan mayat Rio?" tanyanya pelan.

"Menurutmu, kita harus apa?" pancingku, ingin tahu ide gilanya. Jujur saja, aku pun bingung.

Rafael terdiam sejenak, lalu berpikir. "Hmm... AHA! Gimana kalau..." ucapnya antusias, lalu tertawa kecil.

"Apa?" sahutku sengit.

"Gimana kalau kita..." Rafael mendekat dan membisikkan sesuatu. "Gimana? Paman mau, kan?"

Aku menghela napas panjang. Rencana gila. Tapi... menarik. Aku mengangguk. "Tapi kalau ada sesuatu yang terjadi... kamu harus tetap tutup mulut."

Rafael menutup mulutnya dengan tangan, lalu mengangguk.

"Baik, Paman."

Sebelum Rafael pergi, aku mengukir tulisan di tangannya.

"Cari aku kalau bisa." Sedikit tantangan. Akankah mereka bisa menangkapku?

Lalu, aku merobek bibir kanannya dan menulis angka 18 di jidatnya.

Pukul 12:30 malam. Waktu yang tepat untuk bereaksi. Kami sudah siap. Hoodie dan topeng iblis telah dikenakan. Sarung tangan pun tak lupa.

Tubuh Rio dibungkus plastik tebal, dimasukkan ke dalam mobil.

Antoni, seperti biasa, sudah bersiap. Ia memantau jalur dari jauh, memastikan semua CCTV di sepanjang jalan telah diretas dan dinonaktifkan. Tak ada satu pun rekaman yang tersisa. Seolah kami tak pernah melintas.

Aku mengeluarkan ponsel dan menghubungi Antoni.

"Matikan atau rendahkan CCTV di semua jalur yang kami lewati. Pastikan tidak ada rekaman yang bisa mengidentifikasi kami."

"Baik. Saya akan tangani sekarang. Berhati-hatilah, Lion," balas Antoni, lalu memutuskan sambungan.

Aku tersenyum smirk. Rencana kali ini harus berjalan sempurna. Dengan tenang, aku masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankannya perlahan. Tak lupa, aku memutar lagu kesukaanku. Smells Like Teen Spirit.

"Tuan J. Seno... apa kau benar-benar bisa menangkapku? Lihat saja seberapa jauh kau akan bertindak," batinku sambil tersenyum sinis.

Menyulitkan pihak berwajib untuk melacak identitas dan jejakku adalah bagian paling menyenangkan. Apalagi jika yang dipermainkan adalah kepala polisi sendiri.

Menghapus rekaman CCTV, mengakses sistem untuk mengubah arah kamera, mematikan rekaman di titik-titik strategis—semua sudah aku siapkan.

Aku bisa membayangkan wajah-wajah frustrasi para penyidik saat mereka menyadari bahwa jejak kami telah lenyap. Sungguh... permainan kali ini pasti akan sangat menarik.

Kami bergerak diam-diam, menghindari sorotan lampu jalan yang menyala sporadis. Rafael duduk di sampingku, fokus menatap layar ponsel yang menampilkan jalur aman. Sementara aku memantau sekitar, memastikan tak ada mata yang mengawasi.

"Paman, sudah dekat," bisik Rafael. "Aku nggak sabar lihat berita heboh yang bakal mengguncang media sosial besok," lanjutnya sambil tertawa kecil.

Mobil kami berhenti di depan sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit. Rumah itu berdiri megah, tenang, dan gelap. Rumah Rio. Anak kepala polisi.

Kami saling menatap. Tak ada kata-kata, hanya satu pikiran yang sama. Aku memberi isyarat kepada Rafael. Ia mengangguk, lalu turun dari mobil dan meletakkan tubuh Rio di depan pagar—di tempat yang paling terlihat. Tubuh itu terbungkus rapi, namun jelas siapa yang terbaring di sana.

Ada semacam permainan yang sedang kami mainkan. Permainan dengan aturan yang hanya kami berdua pahami. Rafael dan aku saling bertukar pandang. Kami tahu, ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang besar… atau bencana yang tak terduga.

Tanpa suara, kami meninggalkan lokasi. Menghilang dalam kegelapan malam. Sementara itu, Antoni bekerja dari jarak jauh, memastikan semua jejak digital kami terhapus.

"Bagaimana menurutmu, Rafael? Apa yang akan terjadi besok?" tanyaku sambil tetap fokus pada jalanan.

Rafael tertawa kecil. "Paman, besok… pasti heboh. Anak kepala polisi ditemukan tewas, tergeletak di depan rumahnya sendiri." Ucapnya tersenyum lebar. "Dan duarrrr… polisi pasti panik dan cari pelakunya."

Lalu Rafael menoleh padaku, nada suaranya berubah sedikit cemas. "Tapi paman… kita benar-benar aman, kan?"

"Kamu tenang saja. Selagi saya yang urus semuanya, kita aman. Semua CCTV sudah saya matikan. Sidik jari di tubuhnya? Sudah saya bersihkan." Ucapku dinggin, fokus dengan jalanan.

Tiba-tiba, suara notifikasi ponsel berbunyi.

Aku segera mengecek pesan singkat dari Antoni.

"Semua jalur bersih. Tidak ada jejak. Semuanya aman."

1
dhsja
🙀/Scowl/
Halima Ismawarni
Ngeri au/Skull//Gosh/
R.H.: ngeri sedap-sedap au/Silent//Facepalm/
total 1 replies
Halima Ismawarni
seru
R.H.
Slamat datang di cerita pertama ku/Smile/ Penghakiman Diruang Dosa, semoga teman-teman suka sama ceritanya/Smile/ jangan lupa beri ulasan yang menarik untuk menyemangati author untuk terus berkarya/Facepalm/ terimakasih /Hey/
an
lanjut Thor /Drool/
an
lanjut Thor
an
malaikat penolong❌
iblis✔️
dhsja
keren /Hey/
dhsja
keren /Hey/
dhsja
Lanjut /Smile/
dhsja
Keren😖 lanjut Thor 😘
diylaa.novel
Haloo kak,cerita nya menarik
mampir juga yuk ke cerita ku "Misteri Pohon Manggis Berdarah"
R.H.: terima kasih, bak kak😘
total 1 replies
Desi Natalia
Ngangenin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!