Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.
Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.
WORLD OF CYBERPUNK: NEO-KYOTO
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Tetangga dan Perkenalan yang Canggung
Setelah hari pertamanya yang padat di Qpo Xeas, Kaelen kembali ke asramanya. Kamarnya terletak di bagian timur gedung, sebuah koridor panjang dengan pintu-pintu seragam. Saat ia tiba di depan pintu, seorang pemuda berotot dengan rambut pendek cepak dan wajah ramah menyapanya. Ia memakai sarung tangan besi yang terlihat berat, tetapi ia terlihat santai.
"Hei! Aku Patra," sapanya dengan suara bersemangat. "Kau Kaelen, kan? Kurir yang berhasil membuat para instruktur terkejut di ujian. Aku dengar ceritanya."
Kaelen sedikit terkejut. Reputasinya menyebar begitu cepat. Ia mengangguk canggung. "Ya, itu aku. Kau tetanggaku?"
"Tepat sekali!" jawab Patra sambil menunjuk pintu di samping kamar Kaelen. "Aku sudah di sini sejak tadi pagi. Aku tidak menyangka akan mendapatkan tetangga sekeren kau. Aku sudah bilang, kan? Kau akan menjadi MUT hebat. Kekuatanmu itu berbeda."
Kaelen hanya tersenyum tipis. Ia merasa sedikit tidak nyaman dengan perhatian yang tiba-tiba ini, namun ia juga merasa dihargai. Ia masuk ke kamarnya, meninggalkan Patra yang masih berdiri di koridor dengan senyum lebar.
Sore harinya, setelah mandi dan mengganti pakaian, Kaelen memutuskan untuk pergi ke kantin. Ia merasa lapar, dan ia ingin menghindari interaksi sosial yang berlebihan. Namun, saat ia membuka pintu, ia melihat Patra sudah menunggunya.
"Mau ke kantin, kan?" tanya Patra, senyumnya tidak pernah pudar. "Aku ikut."
Kaelen mencoba menolak dengan halus. "Aku... aku mau sendiri."
"Santai saja," balas Patra, acuh tak acuh. "Tidak apa-apa. Kau bisa berjalan sendiri, dan aku akan berjalan di sampingmu."
Kaelen akhirnya menyerah. Patra adalah tipe orang yang sulit untuk ditolak. Mereka berjalan menuju kantin, Patra terus berbicara tentang segala hal, dari jenis makanan favoritnya hingga teknik bertarung yang ingin ia kuasai. Kaelen hanya mendengarkan, sesekali mengangguk.
Setibanya di kantin, tatapan-tatapan sinis langsung mengarah pada Kaelen. Beberapa murid tertawa kecil, menunjuk seragam Kaelen yang sederhana.
"Lihat! Kurir itu lagi!" bisik salah satu dari mereka. "Aku tidak tahu bagaimana dia bisa masuk ke Qpo Xeas. Mungkin dia curang."
Seorang pemuda berbadan besar dengan rambut ungu mendekati Kaelen. "Hei, kurir! Kau di sini untuk mengantarkan makanan?"
Kaelen mengabaikannya, namun pemuda itu tidak menyerah. Ia mencoba mendorong Kaelen, tetapi Patra dengan cepat menempatkan dirinya di antara mereka.
"Hei!" tegur Patra, suaranya kini serius. "Jangan mencari masalah. Kau mau bertarung denganku?"
Pemuda berambut ungu itu melihat sarung tangan besi Patra dan ototnya yang kekar. Ia mundur, tidak ingin memulai pertarungan dengan MUT yang terlihat kuat. Patra tersenyum, lalu menoleh ke Kaelen. "Ayo, cari tempat duduk."
Mereka duduk di meja kosong, dan Patra mulai makan. Kaelen, yang awalnya merasa tidak nyaman, kini merasa sedikit lega. Ia mulai berbicara.
"Terima kasih," kata Kaelen.
"Tidak masalah," jawab Patra sambil mengunyah. "Aku tidak suka melihat orang lain diganggu. Ngomong-ngomong, aku belum pernah ke pemukiman kumuh. Seperti apa rasanya?"
Kaelen tersenyum. Ia mulai menceritakan tentang pemukiman, tentang pekerjaan kurirnya, dan tentang Elias. Ia juga bertanya tentang Patra. Patra, yang ternyata berasal dari keluarga petani di pinggiran Neo-Kyoto, menceritakan tentang mimpinya menjadi petarung terkuat untuk melindungi keluarganya.
Mereka berdua, dari latar belakang yang berbeda, menemukan kesamaan. Mereka berdua datang ke Qpo Xeas untuk satu tujuan: menjadi lebih kuat. Namun, bagi Kaelen, tujuan itu lebih dari sekadar kekuatan. Ia datang untuk takdir yang menunggunya.
Keributan kecil di kantin sudah reda, dan Kaelen serta Patra kembali menikmati makanan mereka. Tiba-tiba, seorang gadis dengan rambut coklat terang dan senyum cerah menghampiri meja mereka. Ia adalah Mita, gadis ceria yang Kaelen lihat saat ujian. Tanpa menunggu persetujuan, Mita langsung duduk di kursi kosong di samping Kaelen.
"Hai!" sapanya dengan nada riang. "Aku Mita. Aku dengar tentang kalian, kurir yang hebat dan petarung dari keluarga petani. Kalian berdua menarik!"
Patra yang semula diam, kini tersenyum. "Kau juga tidak kalah menarik. Si tongkat itu, kan? Pukulanmu saat ujian sangat kuat."
Mita tertawa kecil. "Benar! Aku ingin berteman dengan kalian. Kita kan sama-sama murid baru."
Kaelen yang masih canggung, hanya mengangguk pelan. Mita tidak memedulikannya dan langsung melanjutkan obrolan. "Aku masuk Qpo Xeas karena aku ingin menjadi yang terkuat," katanya dengan serius. "Aku ingin mencapai Tingkat keenam, Penggabungan Aura." Ia menatap Kaelen dan Patra. "Apa tujuan kalian?"
Kaelen dan Patra saling pandang, terkejut dengan pertanyaan Mita yang blak-blakan. Patra menjawab terlebih dahulu, "Aku ingin menjadi yang terkuat untuk melindungi keluargaku."
Kaelen terdiam sejenak. Ia bukan hanya datang untuk menjadi kuat, tetapi untuk memenuhi takdir yang baru ia ketahui. "Aku datang ke sini untuk mencari jawaban," jawab Kaelen, suaranya pelan. "Dan untuk melindungi Neo-Kyoto."
Obrolan mereka berlanjut hingga kantin mulai sepi. Mita menjelaskan lebih dalam tentang struktur Qpo Xeas. "Di sekolah ini, kekuatan itu adalah segalanya," katanya. "Kalau kita bisa mencapai Tingkat keenam, kita akan mendapat akses ke sumber daya tak terbatas untuk pelatihan. Itu bisa mempercepat kenaikan tingkat kita berkali-kali lipat."
"Sumber daya tak terbatas?" tanya Patra, matanya berbinar.
Mita mengangguk. "Ya. Tapi untuk mendapatkannya, kita harus mengikuti turnamen. Kita harus bertarung melawan murid-murid Tingkat keenam lainnya dan menjadi yang terkuat di antara mereka. Saat ini, ada enam murid terkuat di Qpo Xeas yang dijuluki Hhiga."
Mendengar itu, semangat Kaelen menyala. Ia tahu, Korporasi Kronos bisa datang kapan saja. Ia membutuhkan kekuatan, dan ia membutuhkan sumber daya itu. Ia tidak bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri. Ia harus menjadi yang terkuat.
"Aku akan mencapainya," kata Kaelen, suaranya dipenuhi tekad yang kuat. "Aku akan mencapai Tingkat keenam."
Mita tersenyum. "Kalau begitu, kita harus bekerja sama. Aku yakin kita bisa."
Setelah makan malam, Kaelen kembali ke kamarnya. Ia merenungkan semua yang terjadi. Pertarungan pertamanya melawan robot Kronos, kedatangan Elias, Katana Jiwa, dan sekarang, tujuan baru untuk mencapai Tingkat keenam. Ia tidak lagi hanya seorang kurir. Ia adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Malam itu, ia kembali bermimpi. Ia melihat cahaya keemasan, sebuah pedang kuno, dan kehancuran. Namun, kali ini, ia melihat dirinya sendiri di dalam mimpi itu, bertarung dengan kekuatan yang luar biasa. Ia terbangun, napasnya terengah-engah, tubuhnya berkeringat dingin. Jam holografik di dinding menunjukkan pukul 8 pagi.
Ia bergegas siap-siap, mengenakan seragam sekolahnya, dan pergi ke kelas. Hari-hari berikutnya, rutinitasnya sama. Ia mengikuti kelas, mendengarkan instruktur, dan berlatih di ruang pelatihan. Di sana, ia bertemu dengan murid-murid lain, bertukar pukulan dan teknik, dan ia mulai terbiasa dengan kehidupan barunya.
Keren Thor Aku ikutin novelnya😉😉😉