Ganti Cover dari NT yah
Mencintai dengan sepenuh hati ternyata belum tentu membawa kebahagiaan bagi Alia Valerie Putri, gadis yang kurang beruntung dalam hubungan keluarga dan ternyata tak beruntung juga dalam urusan cinta.
Setahun berusaha menjadi kekasih terbaik bagi Devan Bachtiar, berharap mendapatkan kisah romansa bak film Drama Korea, justru berujung duka.
Hubungan penuh tipu daya yang dilakukan Devan, membuat luka di dalam hati Alia. Hingga takdir membawanya bertemu dengan Sam Kawter Bachtiar yang semakin membuat hidupnya porak poranda.
Siapa sebenarnya Sam Kawter Bachtiar? Lalu bagaimana kelanjutan hubungan Alia bersama Devan Bachtiar? Akankah Devan menyesali perbuatannya?
Akankah masih ada kesempatan baginya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sam Pria yang Menyeramkan
*Berhubung Author udah ngantuk, jadi up jam segini ya
*****
Sejenak hening. Devan menatap Alia seolah menanti jawaban gadis itu. Tapi ternyata Alia masih setia pada diamnya. Beberapa menit berlalu, kesabaran Devan pun seolah habis. Namun ia tak bisa meluapkannya kepada Alia.
Tidak lagi.
Devan hanya mengeratkan rahangnya menahan emosi, kedua tangannya mengepal begitu kuat.
"Pikirkanlah baik-baik Alia. Kau tidak akan keluar dari tempat ini selama kau belum menyetujui ku untuk meninggalkan Sam!"
Setelah mengatakan itu, Devan pun keluar dari apartemennya. Tak lupa ia mengunci Alia agar gadis itu tak bisa pergi kemanapun.
Alia hanya menatap pintu yang telah tertutup itu. Hatinya bergejolak marah. Marah dengan keadaannya yang begitu lemah. Hingga lagi-lagi ia menjadi seperti tawanan bagi pria lain selain Sam Kawter Bachtiar, yaitu Devan Bachtiar.
"Aaarrgghhhh!!!" jerit Alia melemparkan vas bunga yang ada di meja.
"Kalian sungguh keluarga gila!!!" kesal Alia.
Gadis itu pun terduduk kembali di atas sofa, berusaha memikirkan bagaimana caranya pergi dari tempat itu. Hingga beberapa menit pun berlalu, terdengar ponsel Alia berbunyi.
Alia tersentak, namun ia mengingat bahwa tadi ia sedang mengisi daya ponselnya dengan powerbank, dan kini mungkin telah terisi.
Alia pun beranjak dan mencari tasnya. Ia mengambil benda pipih itu dan melihat nama yang tertulis di layar.
Sam Kawter.
Alia tercekat, dengan gemetar ia pun menerima telepon itu.
"Halo..." sapa Alia.
"Hoo, apa kau menikmati waktumu bersama adikku, Alia?" tanya Sam.
Suaranya terdengar lembut namun penuh penekanan, penuh ancaman.
"Tuan Sam..."
"Kau menikmatinya?" tanya Sam lagi.
"Tidak. Aku tiba-tiba saja ada di sini, aku...aku tadi tidak tahu jika—"
"Cukup Alia. Aku tidak memintamu menjelaskannya," sahut Sam.
Alia pun hanya terdiam.
Apa dia marah? Atau dia akan membuang ku?
"Sekarang berjalan lah ke arah pintu, dan buka knopnya," tutur Sam.
"Apa?"
"Kau tidak tuli kan Alia?" tanya Sam kesal.
"Baik," jawab Alia pada akhirnya.
Meskipun ia bingung karena pintu itu terkunci tapi ia tetap melakukan apa yang dikatakan Sam. Ia berjalan menuju pintu dan membuka knopnya.
KLEKKK!
Alia tercengang, karena pintu begitu mudah terbuka. Belum selesai dengan keterkejutannya, Alia kembali tercekat kala melihat Ardi Febrian ada di hadapannya. Pria itu berdiri dengan mengenakan kacamata hitam dan topi, bersama beberapa pria lainnya.
"Nona Alia, mari, Tuan Sam sedang menunggu anda," tutur Ardi sopan.
Astaga....
Alia sungguh sangat sangat tercengang.
Sam bahkan bisa membuka pintu ini tanpa memiliki kuncinya?
Alia dibuat merinding dengan kenyataan yang ada di hadapannya. Sam benar-benar mengerikan. Bagaimana caranya Alia bisa kabur dari pria semacam ini?
Mengerikan!
Alia pun hanya tersenyum kikuk, lalu mengikuti Ardi. Ia pun dibuat terkejut lagi, manakala melihat anak buah Devan bergeletakan, tapi tanpa ada luka.
Sungguh, apa yang telah Ardi lakukan pada mereka?
Dengan hati penuh tanda tanya dan gelisah, Alia pun melangkahkan kakinya, hingga kini ia telah tiba di depan sebuah mobil mewah milik Sam Kawter.
Pria itu membuka kaca dan menatap Alia.
"Masuk!"
Alia pun segera mengikuti perintah Sam. Mobil mulai melaju membelah jalanan kota, membawa Alia kembali ke Mansion megah milik Sam Kawter.
Mobil berhenti, Sam menatap Alia sejenak, kemudian menarik tangannya keluar dari mobil. Alia tersentak, namun mau tak mau ia mengikuti Sam.
Pria itu terus menarik tangan Alia menelusuri rumahnya. Hingga mereka tiba di kamar Alia.
Sam pun melepas genggaman tangannya.
"Mengapa kau tidak menghubungiku, Alia???" tanya Sam.
"Ponselku mati, Tuan."
Sam tersenyum miring.
"Lalu kau dengan senang hati mengikuti mobil itu dan melakukan segala yang diperintahkan dua pengawal bodoh itu? Hmm?" tanya Sam menggebu.
Alia terhenyak.
Apa ini? Di tempat Devan aku diinterogasi, disini aku diadili !
"ALIA!!!"
"Aku tidak tahu jika itu mobil dan pengawal milik Devan Tuan. Aku kira itu milikmu, jadi aku mengikutinya," sahut Alia.
Sam pun menarik alisnya sebelah.
"Benarkah? Lalu mengapa kau begitu senang ketika masuk ke apartemen itu hmm? Ekspresi mu berbeda jika aku membawamu ke rumahku, Alia."
Itu kan karena aku pikir aku akan bebas darimu!
"Apa kau begitu merindukannya? Apa kau tidak punya harga diri, Alia????" sentak Sam.
Alia kesal. Ia pun tak tahan lagi.
"Kenapa kau selalu memarahiku?? Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak tahu jika itu milik Devan. Aku senang karena aku pikir kamu membebaskan aku dari rumah ini dan ingin tinggal terpisah denganku," sahut Alia jengah.
Matanya mulai berair, merasa kesal dengan Sam dan juga Devan. Memangnya dirinya apa bagi mereka? Seenaknya saja marah-marah dan memperlakukannya bagai tawanan.
"Kau ingin bebas dariku??" tanya Sam.
Alia terdiam. Ia salah bicara lagi. Alia sudah pasrah, terserah deh Sam akan melakukan apa, Alia tak peduli lagi.
"Kau ingin bebas dariku, setelah apa yang aku berikan kepadamu, Alia???" Sam kembali meninggikan suaranya.
"JAWAB!!" sentak Sam menuntut.
Alia tercekat kala bentakan itu diterima di depan wajahnya. Namun rasa lelah dan hati yang sedih, membuatnya berani bicara.
"Aku lelah Sam Kawter. Kau membuatku tertekan. Aku diam salah, aku bicara juga salah. Aku melakukan sesuatu kau marah, tidak melakukan apapun juga kau marah. Lalu aku harus lakukan apa??"
.
.
.
.
Bagaimana menurutmu reaksi Sam?
.
.
Bersambung
jangan bertempur dengan masa lalu karena terlalu berat