NovelToon NovelToon
Rindu Yang Kusimpan

Rindu Yang Kusimpan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sephta Syani

Kiki seorang gadis desa yang sederhana memiliki kemauan untuk merubah hidupnya. Ia memutuskan pergi ke ibu kota dengan hanya berbekal tekadnya yang kuat.
Ibu kota dalam bayangannya adalah sebuah tempat yang mampu mengabulkan mimpi setiap orang nyatanya membuatnya harus berkali-kali menelan kekecewaan apalagi semenjak ia dipertemukan dengan seorang lelaki bernama Rio.
Apa yang terjadi dengan kehidupan Kiki dan Rio? apakah keinginginan Kiki akan terwujud?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephta Syani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 33

Sejak insiden kopi manis itu, Dian tak lagi berani terang-terangan menjebak Kiki. Tapi bukan berarti ia berhenti membenci. Ia hanya menjadi lebih halus, lebih licin. Ia tahu sorotan Rio kini mengarah padanya, jadi ia menunggu waktu yang tepat untuk membalas dan waktu itu datang lebih cepat dari yang ia kira.

***

Tina kini menjadi lebih sering datang ke cafe. Dia mulai terang terangan menunjukan gestur bahwa dia menyukai Rio. Dalam sepekan, Tina sudah membuat hampir semua karyawan kafe tahu bahwa ia menyukai Rio. Hal ini pun tak luput dari perhatian Dian. Kini Dian dan Tina menjadi lebih dekat.

“Cowok kayak Mas Rio tuh… susah dicari. Mandiri, tenang, dan punya mimpi. Gimana nggak jatuh hati?” katanya sambil terkekeh saat berbincang dengan Dian di dapur.

Dian hanya mengangkat alis. “Kalau kamu suka, ya kejar aja.” ucapnya sengaja karena dia tahu maksud tujuan Tina sebenarnya

“Sudah.” Tina tersenyum penuh makna. “Tapi sepertinya ada batu sandungan di sini.”

Dian mengerti maksudnya. Ia menatap Tina " aku tak akan menghadapinya sendiri lagi. " gumamnya dalam hati.

Tina cukup memanfaatkan posisinya sebagai "pelanggan tetap dan sahabat Rio". Bahkan tak jarang ia mengadu ke Rio soal pelayanan Kiki yang disebutnya tak ramah, kaku, dan seperti “tak menyukai kedekatannya dengan Rio.”

Rio sempat tertawa mendengar laporan itu. Ia tahu Kiki seperti apa. Dia yang mati matian selama ini mendekatinya saja sangat susah. tapi lama-lama, ia mulai terusik karena seperti racun, desas-desus itu perlahan menyusup ke pikirannya.

Kiki sendiri tak pernah berkomentar. Tapi ia tahu. Setiap kali Tina datang, tatapan sinis Dian dan lirikan menyelidik dari Tina membuat punggungnya terasa dingin.

Tina mulai memperluas aksinya. Ia mendekati staf lain, membelikan jajanan, membawa hadiah kecil, lalu menebar cerita bahwa Kiki sering menggoda bos di tempat kerja lamanya, membuat kesan seolah Kiki selalu "bermain hati" dengan atasan.

“Gadis pendiam itu, jangan-jangan cuma pura-pura polos,” bisik Tina ke barista junior yang langsung membesar-besarkan cerita.

Dalam waktu dua minggu, nama Kiki kembali tercoreng. Kali ini bukan karena kerjaan, tapi karena persepsi.

Tina semakin berani. Setiap kali ia datang, dia akan meminta Rio menemani. Jika begitu dia akan duduk lebih dekat ke Rio, bahkan jika Rio beralasan sibuk kadang membantu merapikan laporan kafe seolah sudah bagian dari tim.

Suatu malam, ketika kafe hampir tutup, Tina datang dan dengan santai duduk di kursi bar. Ia melihat Kiki membersihkan meja, lalu berkata keras-keras, “Kiki, kamu nggak perlu pura-pura rajin deh. Kalau niat nyari perhatian Mas Rio, ya nggak gitu caranya.”

Kiki menoleh perlahan. Matanya teduh, tapi tak lagi diam.

“Aku bekerja karena itu tugasku, bukan untuk pamer. Dan kalau aku ingin perhatian Mas Rio, aku cukup jadi diriku sendiri.”

Nada suaranya rendah, tapi tegas. Semua orang di dapur hening.

Tina menatap Kiki dengan sorot membara. Dian berdiri di belakangnya, diam, tapi menikmati setiap detik drama yang terjadi.

Rio, yang baru keluar dari ruang belakang, melihat suasana itu dan akhirnya angkat bicara.

“Ada apa ini?”

Kiki tidak menjawab. Ia hanya membungkuk, lalu kembali ke dapur. Tapi kali ini, bukan karena takut. Ia tahu, permainan mereka semakin kasar dan ini bukan lagi sekadar soal pekerjaan, tapi soal harga diri dan hati.

***

Malam itu, Kiki berdiri di depan cermin kecil di kamar kosnya. Ia menghela napas, menghapus sisa debu di pipi, lalu menatap bayangannya.

“Aku nggak akan lari,” bisiknya pelan.

“Karena kalau aku lari hari ini, aku akan lari selamanya.”

1
RITA SEPHYANI
terima kasih kak atas apresiasinya.
Irma Yulyanti
Di tunggu updatenya kak... 💪
Maria Fernanda Gutierrez Zafra
Duh, jleb banget!
RITA SEPHYANI: terima kasih, mohon dukungannya
total 1 replies
_Sebx_
Keren thor, semoga bisa lanjut sampai ke akhir cerita!
RITA SEPHYANI: terima kasih apresiasinya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!