Pernikahan antara Ayyana Betari dan Prasetya Wiguna berjalan begitu harmonis bahkan keduanya mendapat julukan sebagai couple goals
Namun, pernikahan kedua Prasetya bersama seorang wanita atas permintaan sang ayah menjadi awal dari kehancuran biduk rumah tangga yang sudah berjalan empat tahun itu
Akankah Betari menerima pernikahan kedua suaminya dan menerima Sabrina sebagai madu? ataukah pernikahan atas dasar balas budi itu akhirnya menjadi noda dalam pernikahan antara keduanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon e_Saftri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Alvian
Semua orang panik, Sabrina sudah meraung memanggil nama sang ayah dan Alvian segera memanggil dokter. Sementara Prasetya diam saja sejak tadi, pikirannya jauh melayang pada sang istri
"Pras" Alvian menegur, memberi kode agar putranya itu membawa Sabrina keluar
Dengan sangat terpaksa, Prasetya memeluk tubuh gadis itu, memaksa membawanya keluar dan membiarkan dokter bekerja
Sabrina memberontak, dalam dekapan suaminya gadis cantik itu meraung, dia tidak ingin berada diluar
"Tenanglah Sabrina!" Satu kata, dan berhasil membuat gadis itu diam, Prasetya mungkin lelah menghadapi sikapnya yang bak anak kecil pikir Sabrina
Gadis cantik itu diam, hanya suara isakkan nya saja yang terdengar. Kakinya terasa lemas dan akhirnya ia terduduk di atas lantai dan bersandar pada dinding didepan ruang perawatan sang ayah dan Prasetya membiarkan itu
Pintu terbuka, semua orang mendekat, Sabrina berdiri menghadap sang dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut
"Bagaimana keadaannya dok?" Tanya Alvian
"Maaf tapi.."
"Enggak.. nggak mungkin! Kalian pasti salah... AYAH" Tangis gadis itu pecah, dunianya runtuh. Sang ayah pergi untuk selamanya
"Maafkan kami pak, kami sudah berusaha dengan baik tapi tuhan berkehendak lain" Sang dokter pergi, meninggalkan mereka yang tengah berduka
"Enggak.. JANGAN PERGI DOK! TOLONG PERIKSA AYA SEKALI LAGI!" Sabrina tak bisa menahan diri, dalam dekapan Prasetya gadis cantik itu tumbang dan tak sadarkan diri
"Sabrina"
Melihat keadaan yang tidak terkendali, Prasetya segera mengangkat tubuh sang istri dan membawanya guna mendapat tindakan perawatan, sementara Alvian akan mengurus kepulangan Jenazah sahabatnya itu
Hujan turun dengan perlahan, seolah bumi ikut berduka atas nasib malang yang menimpa seorang gadis belia yang malang
Hari ini harusnya menjadi hari bahagia baginya, impiannya sederhana, menikah dengan pria pilihannya, menjadi istri yang baik dan akan menjadi ibu suatu hari nanti
Namun semua hancur seketika, pria yang ia cintai pergi entah kemana. Kata mereka pria itu pergi bersama wanita lain namun Sabrina masih ragu
Dihari yang sama dirinya juga kehilangan sang ayah, satu-satunya orang yang ia miliki saat ini. Kenapa? Kenapa semua orang meninggalkan nya? Apa kesalahannya? Mengapa semuanya berakhir seperti ini
Lalu pernikahan ini? Kemana takdir hendak membawanya? Bagaimana pernikahan ini akan berjalan. Semua orang bicara buruk tentang calon suaminya yang memilih wanita lain. Wanita jahat yang merebut milik orang lain. Lalu apa bedanya dengan dirinya yang kini menikahi pria beristri, bahkan dirinya dapat melihat sebesar apa cinta yang dimiliki Prasetya pada istri pertamanya
Sabrina masih duduk memandang gundukan tanah yang masih basah, ia memeluk nisan bertuliskan nama sang ayah, kristal bening sedari tadi tidak berhenti dari pelupuk matanya
"Nak, ayo kita pulang!" Suara lembut Alvian menyadarkan Sabrina, gadis itu menyeka air matanya lalu mengangguk
Ia berdiri, Prasetya yang sejak tadi berdiri dibelakangnya segera membantu, merangkul tubuh lemah itu dan membawanya ke dalam mobil. Hari sudah sore dan mereka harus segera pulang
Rumah sederhana itu masih terdapat beberapa kerabat, pembacaan doa tahlil akan dilakukan malam ini dan Alvian akan mengurusnya
Prasetya memandang ponselnya yang berdering, nama sang istri tertera di sana, ia segera menggeser gambar telepon berwarna hijau dan segera menjauh dari kerumunan orang yang tengah mempersiapkan segala keperluan
"Halo sayang"
"Halo mas, mas Pras lagi apa?" Suara lembut itu semakin membuat hati Prasetya bak disayat
"Mas lagi bantu ngurusin buat acara tahlilan malam nanti"
"Tahlilan? Bukannya mas kesana untuk acara pernikahan? Kenapa jadi tahlilan?"
"Ada sedikit masalah, nanti mas cerita kalau sampe rumah" Prasetya masih belum bisa bicara banyak hari ini, ia takut semuanya akan terbongkar dan membuatnya kehilangan sang istri
"Mas kapan pulangnya?" Jujur saja, wanita cantik itu sudah sangat merindukan suaminya
"Mungkin akan sedikit lama sayang, kata papa tunggu sampai setidaknya satu minggu" Andai Tari tau, Prasetya menyesali keputusannya untuk mengikuti sang papa menghadiri acara pernikahan ini
Terdengar helaan napas dari wanita itu "ya udah, mas Pras hati-hati disana! Aku tutup dulu ya mas!"
"Iya sayang! Kamu jaga diri!" Ada sejuta kerinduan yang ingin sekali Prasetya ungkapkan
"I Love You" setelah mendapat balasan ungkapan cinta dari sang istri Prasetya segera menutup teleponnya lalu menyimpan benda pipih itu di saku celananya
Saat berbalik, pria itu dibuat terkejut karena ternyata sang istri berdiri dibelakangnya "Sabrina"
"Maaf, Sabrina ngagetin AA" Gadis cantik itu menundukkan kepalanya
"Iya tidak masalah, ada apa?"
"Aa dipanggil sama om Alvian!"
Prasetya mengangguk, lalu mengayunkan langkahnya masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan keberadaan Sabrina yang masih berdiri disana
Setelah acara selesai dan semua orang telah kembali kerumah masing-masing, Prasetya duduk diruang tamu bersama sang ayah sementara Sabrina, entah kemana gadis itu mungkin masih bersedih disebuah ruangan
"Papa jangan bercanda, Pras nggak mau tidur satu kamar dengan gadis itu" Tolak Prasetya dengan tegas
"Dia juga istri kamu Pras, kamu harus bisa bersikap adil!"
"Adil? Papa suruh Prasetya bersikap adil, papa yang sudah membuat Prasetya harus bersikap adil" Rasanya geram juga, bagaimana bisa ia bersikap adil saat dirinya saja tidak menerima pernikahan ini
"Kamu menyalahkan papa?"
"Aku hanya mencintai Tari pah, dan Papa tau itu"
"Papa mengerti Pras, tapi Sabrina juga istri kamu. Kamu juga harus memperlakukan dia sebagai istri!" Alvian sebenarnya tidak sampai hati pada sang putra, ia tau sebesar apa cinta yang dimiliki Prasetya pada Betari sang istri. Tapi Sabrina, dirinya juga harus memastikan kebahagiaan bagi putri sahabatnya itu
"Kalau papa ingin menyayangi Sabrina kenapa bukan papa saja yang menikahi dia"
"PRASETYA!" Bentak Alvian, ada apa dengan putranya itu sehingga memiliki pikiran seperti itu
Prasetya yang tidak ingin kehilangan kesabaran segera keluar dari rumah dan entah kemana yang jelas ia tidak akan berada dirumah ini untuk malam ini
"MAU KEMANA KAMU PRAS?" Alvian tak dapat lagi mencegah kepergian sang putra, bahkan deru mesin mobil sudah terdengar menjauh
Alvian hendak berbalik, namun menantunya tengah berdiri disana dengan nampan berisi dua gelas teh
"Sabrina, kamu disini nak? Tadi itu.."
"Tidak masalah om, Sabrina mengerti" Gadis cantik itu melangkah lalu meletakkan dua cangkir teh yang ia bawa diatas meja
"Kamu pasti kecewa"
"Sabrina baik-baik saja, om jangan khawatir"
"Mulai sekarang kamu panggil papa! Karena kamu adalah anak perempuan papa!" Alvian mengusap kepala gadis itu yang terbalut hijab instan berwarna hitam
"Sabrina baik-baik saja, om jangan khawatir"
"Mulai sekarang kamu panggil papa! Karena kamu adalah anak perempuan papa!" Alvian mengusap kepala gadis itu yang terbalut hijab instan berwarna hitam