"Om Bima! Apa yang Om lakukan padaku!"
Sambil mengernyitkan dahi dan langkah pelan mendekati Sang Gadis yang kini menjaga jarak waspada dan tatapan setajam silet menusuk netra tajam Bima.
"Seharusnya, Saya yang bertanya sama Kamu? Apa yang semalam Kamu lakukan dengan Alex?"
Bima, Pria yang masih menggunakan handuk sebatas lutut kini menunduk mendekati Laras, Perempuan yang seharusnya menjadi Calon Menantunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasehat Bima
"Papa,"
Laras memutar butuhnya, Bima menatap bergantian antara Laras dan Alex.
Tatapan Bima datar, berjalan perlahan, kemudian berhenti sejenak dihadapan Laras, "Sayang, Mas mau bicara berdua sama Alex, boleh?"
BENCI!
Alex membuang muka, melihat bagaimana Papanya dan Laras saling tatap dan sungguh, SAKIT!
"Iya Mas, Aku juga butuh udara segar, ngomong sama ANAK KITA yang satu ini bikin EMOSI, Aku mau cari minum dulu, Mas mau titip yang seger-seger gak?"
"Boleh, tapi jangan yang manis,"
"Iya, soalnya Istri Mas sudah Manis!" Laras tersenyum ceria, Bimapun membalas dengan senyuman lembut.
"Ya sudah Mas, Aku ke kantin Rumah Sakit dulu ya. Nanti Mas nyusul kesana aja. Aku males kalo kesini lagi,"
"Iya Sayang, nanti Mas nyusul ya kesana."
"Iya Mas."
Setelah Laras keluar dari ruangan Alex, Bima kembali dalam mode datarnya.
Alex membuang muka. Muak! Melihat Sang Papa dan Mantan begitu mesra.
"Papa sengaja kan?"
"Maksud Kamu?"
Alex kembali berhadapan muka, Bima melihat reaksi wajah Alex yang menatap tajam padanya, kini sengaja duduk di kursi sisi brangkar Putranya.
"Papa mau pamer, kalau Papa dan Laras sekarang sudah benar-benar Suami Istri? Lucu! Aku tahu Laras bagaimana, Laras gak mungkin secepat itu berpaling dari Aku dan cinta sama Papa."
Reaksi Bima diluar dugaan Alex. Tak ada kemarahan dalam raut wajah Bima, Alex menanti apakah Papanya akan menamparnya. Meluapkan kemarahannya. Atau bisa saja Papanya tadi berpikir bahwa saat Mereka berdua Laras dan Alex melepas rindu. Begitulah pemikiran Alex terhadap reaksi diam Papanya.
"Lex," Dengan mata tertuju pada Putranya yang kini malah gusar menanti reaksi sesuatu dengan imajinasinya.
"Papa jujur kecewa dengan diri Papa sendiri."
DEG!
Kata-kata pembuka Bima, menampar ekspektasi Alex.
"Papa, selama ini, mendidik Kamu, menjaga Kamu san memberi contoh pada Kamu, drngan harapan kelak Kamu bisa menjadi Laki-Laki yang baik, Laki-Laki yang bertanggung jawab, Laki-Laki yang bisa berkompromi dengan ego dan nafsu. Tapi hari ini, Papa merasa, semua didikan, wejangan dan contoh yang Papa berikan kepasa Kamu, sia-sia. Papa kecewa Lex," Tak ada nada tinggi, tak ada sorot mata menahan emosi, yang Alex bisa tangkap Papanya kini terlihat begitu kecewa.
"Papa," Kelu lidah Alex, ya sisi nurani seorang anak Alex masih ada namun ego dan nafsu amarah masih mendominasi dan tak terima jika kini Papanyalah yang bersanding dengan Laras.
"Lex, terkadang, Sebagai seorang Laki-laki Kita memang sering kali sulit melawan ego dan nafsu, Papa paham, Papa pun pernah muda. Tapi seorang Laki-laki sejati tidak akan lari dari tanggung jawab. Karena Kita diciptakan sebagai seorang pemimpin, dan seorang pemimpin harus berjiwa ksatria. Mampu mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Karena jika hanya umbar janji tanpa bukti, maka itu buka Laki-laki. Berani berbuat, maka berani bertanggung jawab."
Alex kehilangan kata-kata. Lidahnya terkunci. Kata-kata Bima semuanya benar, dan nurani Alex terketuk meski entah bagaimana menurunkan egonya yang masih setinggi gunung.
"Lex, Papa harap Kamu bisa berpikir lebih jernih, gunakan waktu istirahatmu dengan baik agar cepat pulih, dan pikirkan apa yang mau Kamu lakukan terhadap anak dalam perut Bella. Bayi itu darah dagingmu, Dia tidak salah. Yang salah adalah perbuatan Kalian. Jangan melimpahkan kesalahan Kalian berdua pada janin yang bahkan masih suci. Selesaikan urusanmu dengan Bella dan Papa minta satu bal sama Kamu, jangan jadi pengecut yang kelak Kamu sendiri yang akan menyesal. Binatang buas sekalipun tidak akan ada yang tega membunuh anak Mereka sendiri. Apa Kita yang manusia tega melakukan hal itu Lex,"
Bima menepuk lembut bahu Alex, meninggalkan ruang dan waktu, bagi Alex untuk berpikir.
Alex menutup matanya. Bayangan kilasan memori dengan Laras bergantian melintas dalam kepalanya.
Tak lupa Alex pun terbayang-bayangi bagaimana saat-saat Ia main gila dengan Bella hingga kini ada darah dagingnya dalam kandungan Bella.
Entahlah, Alex gamang. Hatinya masih belum bisa menerima apa yang kini mesti Ia pertanggung jawabkan.
Hatinya masih utuh untuk Laras.
"Ras," Hanya erangan suara lirih, seakan mengalirkan segala rasa yang berkecamuk dalam dada Alex.
Laras menikmati Jus buah campuran yang sengaja Ia pesan, dan untuk Bima Ia pesankan Jus Alpukat.
"Sayang," Bima mengusap kepala belakang Laras, memilih duduk di hadapan Istrinya yang menyambutnya dengan senyuman manis.
"Istri Mas kok minumnya belepotan gini," Bima mengusap perlahan sudut bibir Laras.
Ada sisa Jus disudut bibir kirinya berwarna merah.
"Iyakah? Duh, malu don!" Laras mengambil ponselnya membuka layar kamera dan memeriksa.
"Ih bener lagi, ah buah naganya ninggalin bekas merah, kirain Mas Bima modus doang mah megang-megang!"
Bima tertawa, Laras tetaplah Laras. Tapi inilah yang Bima sukai. Bahkan mulai terbiasa dan merindu jika jauh.
Bima meriah gelas jus milik Laras, "Mas ini punya Mas, kalo yang Mas minum sudah sisa Aku."
Bima meminum hingga tandas jus milik Laras yang sudah setengah, "Manis yang ini,"
"Aih, gombalannya Bapak-Bapak sekali! Terus ini Jus Alpukatnya buat siapa?"
"Buat Kamu juga boleh,"
"Kembung Mas tang ada Aku,"
Bima tersenyum. Rasanya segala penuh sesak didadanya hilang saat bersama Laras. Bahu yang letih menanggung banyaknya persoalan seketika luruh dan ringan manakala senyum dan keceriaan Laras selalu menjadi penawar hati Bima.
"Balik yuk!"
"Mas udahan, ngobrol sama Alexnya?"
"Udah. Biar Alex istirahat dulu. Lagian Mas sudah dari Dokternya. Dan Dokter bilang mungkin seminggu lagi Alex bisa pulang."
Laras manggut-manggut, kini melihat Bima heran, kenapa sejak tadi Suaminya terus menatap dengan senyum pada dirinya.
"Mas Bima kenapa, senyum-senyum terus, Aku tahu sih, Aku cantik, tapi gak usah gitu-gitu banget lah, Aku baper tahu!"
Gelak tawa Bima renyah, menularkan pada Laras yang jadi ikut tertawa juga.
"Makasi ya," Bima meraih jemari Laras diatas meja, menautkan milik keduanya, saling menggenggam dan memberikan kehangatan.
"Makasi? Jusnya?"
Senyum disertai gelengan kepala Bima sambil terus menatap Laras san tentu saja membuat Laras semakin salah tingkah.
"Duh, emang kalo senior mah beda! Asli Salting Brutal nih Om! Emang ya yang Tua lebih menggoda!"
Tawa Bima pecah, namun Bima tetaplah Bima. Di luar Ia akan setenang itu meski dalam hatinya gemas sendiri ingin segera mengurung Istri kecilnya di Kamar.
"Makasi, sudah mau ngaku kalau Mas Suami Kamu, dan bolehin Mas Sayang sama Kamu,"
"Mak tolong, Anak Gadis dibikin Baper sama Om-Om!"
"Ras, malu," Bisik Bima.
"Ya habisnya, Mas Bima, tiba-tiba melow banget, mana manis banget lagi!"
"Manis aja, Manis bangetnya kan ada di Kamu!"
"Tolong! Suamiku manis banget nih! Astaga, bisa kena diabetes Aku!"
tokoh utamanya karakternya tegas.
kebaikan bima dibalas dngn kehadiran laras yg msh fresh dan suci.
cinta bs dtng dngn sendirinya asalkan ketulusan sllu menyertainya.
lanjuut lagi thoorr..