Bagian pertama dari Kembar Pratomo Generasi Ke Delapan
Mandasari Pratomo, putri bungsu jaksa penuntut umum New York, Adrianto Pratomo, tidak menyangka pria yang dikiranya hendak melecehkan dirinya, ternyata hendak menolong. Ditambah, pria itu adalah anggota kopassus yang sedang pendidikan di Amerika dan Mandasari menghajar pria itu hingga keduanya masuk sel. Wirasana Gardapati tidak habis pikir ada gadis yang bar-bar nya nauzubillah dan berdarah Jawa. Akibat dari kasus ini pihak kopassus harus berhadapan dengan keluarga Pratomo. Namun dari ini juga, keduanya jadi dekat.
Generasi ke delapan Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kok Ada Yang Aneh
"Syaratnya apa Mbah?" tanya Santi ke dukun itu.
"Ayam cemani ... tahu kan? Yang warna hitam itu. Kamu persembahkan dan setiap malam satu suro, kamu harus kasih tumbal!"
"Tumbal apa, Mbah?"
"Kambing itu minimal. Dan kamu tidak boleh sholat! Sama saja bohong!" ucap dukun itu.
Santi tampak berpikir. Tapi Bu Herdiani selalu menutup restaurannya setiap jam dua belas siang sampai jam setengah satu untuk sholat dhuhur berjamaah di mushola restauran.
"Kenapa? Kamu tidak sanggup?" tanya dukun itu. "Kalau tidak sanggup, tidak usah kemari! Apalagi kamu masih ragu-ragu!"
Santi akhirnya mengangguk. "Sanggup mbah. Demi mendapatkan apa yang saya inginkan!"
"Bagus. Besok malam, tepat malam satu suro, kamu kemari bawa ayam cemani jantan! Jangan sampai tidak datang! Kalau kamu tidak datang, tidak usah kemari lagi!"
***
Rumah milik keluarga Pratomo Hadiyanto Manahan Solo
"Pagi se ... muanya ...." Oscar celingukan dari lantai dua dan tidak menemukan siapapun.
"Mas Oscar mau sarapan?" tanya Bik Ninik, istri penjaga rumah yang datang kalau ada anggota keluarga menginap disana. Wanita paruh baya itu sudah meladeni Keluarga Hadiyanto sejak Sagara dan Khadijah menikah.
"Eh?" Untung gue kumpul sama Sari dan keluarganya jadi bisa bahasa Indonesia dikit dikit. "Ada sarapan apa bik?"
"Ada waffle, nasi liwet tadi dibelikan mbak Sari sama jajanan pasar," jawab Bik Ninik.
"Semua!" Oscar pun turun lalu menuju ruang makan. "Sari sama Vendra kemana nik?" tanya Oscar sambil membuka kulit lemper.
"Jogging di Manahan mas. Tadi pacarnya mbak Sari datang terus ngajak ke stadion sana."
Oscar mengangguk. Jarak rumah keluarga Mandasari ke stadion Manahan itu hanya sepuluh menit jalan kaki. Kalau istilahnya Mavendra, gelundung pun sampai.
"Mas Oscar mau kopi apa teh?"
"Teh saja. Wasgitel kan?"
Bik Ninik mengangguk. "Sudah suka ya mas?"
"Iya. Di New York cuma ada di rumah Sari. Restoran atau toko-toko tidak ada," jawab Oscar dengan bahasa Indonesia logat New York.
"Mas, kalau mau pakai bahasa Inggris, Monggo lho. Saya bisa."
Oscar menggelengkan kepalanya. "Biar bisa Bik ... Eh, kok Bik Ninik bisa bahasa Inggris?"
"Disuruh belajar sama pak Sagara dan Bu Khadijah. Soalnya kan keluarga Pratomo kebanyakan juga bule macam mas Oscar. Jadi minimal bisa ngomong dan harus latihan terus," jawab Bik Ninik dengan bahasa Inggris.
"Fantastic! Keluarganya Sari memang keren sih didikannya."
"Iya mas. Makanya saya betah disini. Mereka itu apa istilahnya nguwongke uwong. Memanusiakan manusia, artinya."
"Ngewongke wong" dalam bahasa Jawa berarti "memanusiakan manusia". Ini adalah konsep yang menekankan pentingnya menghargai dan memperlakukan setiap individu dengan hormat, seolah-olah mereka adalah bagian dari diri kita sendiri.
Oscar tersenyum. "Begitulah keluarganya Sari tapi kalau mereka disenggol, juga serem lho Bik."
"Memang mas. Mereka baik tapi kalau kebaikan mereka disalahgunakan, yaaaa wassalam."
***
Stadion Manahan Solo
"Hah... Hah ... Hah ... Masa keliling dua kali saja aku sudah menggeh-menggeh ( ngos-ngosan)," ucap Mandasari sambil memegang perutnya yang agak sebah. "Apa karena kalau di Princeton atau Central Park hawanya ga selembab ini ya?"
"Bisa jadi Sari," senyum Wira sambil mengajak Mandasari jalan santai.
"Gue lupa elu tentara jadi muter begini mah cingcay ya Wiro Sableng?" ejek Mandasari sambil membuka Tumbler dari tas ranselnya.
"Yaaaa kan aku lebih berat latihannya, nona random."
"Heads up! On Your left! Tiga !" seru Mavendra yang masih berlari stabil.
Mandasari menyipitkan matanya ke adiknya yang meniru Steve Rogers ke Sam Wilson di film Captain America.
"Bagaimana ibu? Apa masih galau?" tanya Mandasari.
"Aku tadi habis subuh, banyak bercerita sama ibu. Bagaimana kamu, bagaimana orang tua kamu dan bagaimana keluarga kamu. Aku meyakinkan ibu bahwa kamu memang dididik untuk bisa mandiri, sudah diajari bela diri karena hidup kalian memang di negara yang sangat bebas. Jadi itu untuk pertahanan diri apalagi kamu cewek. Satu hal yang aku tekankan lagi, kamu dididik untuk selalu jujur."
Mandasari tersenyum. "Terima kasih Wiro Sableng."
"Ibu lebih percaya kamu daripada Santi. Entah kenapa, ibu merasa ada yang tidak beres. Mungkin karena dia cemburu sama kamu, jadinya gelap mata dan main serang kamu." Wira menoleh ke arah Mandasari. "Kamu ... nggak punya sixth sense kan?"
Mandasari menggelengkan kepalanya. "Nope. Sepupuku yang punya dan dia di Jakarta. Malahan dia punya pengawal yang tidak kasat mata dari brojol."
Wira melongo. "Serius?"
"Serius. Bokap dan nyokapnya kebetulan indigo, nurun deh ke Shea. Oom L itu sebenarnya anggota Mafioso de Luca dan punya kebun anggur di Sisilia cuma lebih suka di Jakarta sebagai konsultan Divisi kasus dingin Polda Metro Jaya meskipun bolak balik Jakarta Palermo sih. Kalau Tante Nyes, ahli gizi di PRC Hospital."
"Itu konsepnya gimana? Jadi konsultan polisi?"
Mandasari lalu bercerita soal keluarga de Luca yang nyeleneh sendiri. Wira tidak menyangka jika ada divisi kepolisian yang lurus dan Membagongkan dalam memecahkan kasus.
"Kamu kalau ketemu divisi itu, aku jamin, auto pening karena isinya orang-orang tidak benar otaknya alias sengklek tapi mereka jujur. Bukan uang yang dicari tapi kepuasan batin bisa memberikan jawaban ke keluarga korban, menghukum pelaku kejahatan dan memberikan jalan para arwah itu pulang ke tempatnya yang abadi," senyum Mandasari.
Wira menggelengkan kepalanya. "Keluarga kamu ...."
"Amazing Race kan?" kerling Mandasari.
"Membagongkan!"
Mandasari terbahak. "Dari dulu Bambaaannnggg!"
***
Herdiani tiba di rumah makannya yang berada di pusat kota dengan menggunakan taksi. Herdiani punya mobil, bisa menyetir tapi dipakai oleh Wira. Tadi putranya sudah menawarkan untuk dia drop tapi karena terlalu pagi, Herdiani menolak. Apalagi di jaman sekarang, transportasi online mudah diakses jadi kalau ada yang gampang, kenapa harus repot.
"Selamat pagi Bu," sapa Iin, manajer rumah makan di pusat kota.
"Pagi Iin. Eh, ini Jum'at ya?" tanya Herdiani saat melihat kondisi rumah makannya masih lengang.
"Iya Bu. Kan seperti biasa kita buka jam satu siang."
Herdiani mengangguk. "Ya sudah ... Aku sudah kaget kok masih santai."
Iin tertawa. "Saya ke dapur dulu Bu. Buat marinasi ayamnya."
"Datang jam berapa tadi ayamnya?" Herdiani memiliki pemasok peternak ayam potong dan selalu mengantarkan setiap pagi.
"Jam enam pagi tadi Bu. Sudah langsung dibersihkan dan dibumbui anak-anak. Yang semalam di marinasi, pasti bumbunya sudah merasuk Bu."
"Oke. Yang semalam dulu ya."
"Njih Bu."
Herdiani lalu berjalan menuju dapur dimana para pegawainya sibuk mengungkep ayam dan bahan makanan lainnya yang baru datang.
"Pagi Bu," sapa para pegawainya.
"Pagi." Herdiani tidak melihat Santi disana dan tidak seperti biasanya yang selalu stand by. "Dimana Santi?"
"Kurang tahu Bu. Semalam dia pergi dan tidak kembali ke mess," jawab salah seorang pegawainya.
"Apa dia pulang ke Sragen?"
"Kurang tahu Bu."
Herdiani mengernyitkan dahinya. Kok ada yang aneh.
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa gaeeesss
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
plisssssssssssssss
lagian d jamin itu setannya juga bakalan lari d bawah ketiaknya eyang Surti..
cba mnta bntuan shea aja,biar ada lwan'nya.....ya kali msti ngelwan yg gaib....