Nesa Callista Gambaran seorang perawat cantik, pintar dan realistis yang masuk kedalam kehidupan keluarga Wijaksono secara tidak sengaja setelah resign dari rumah sakit tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Bukan main, Nesa harus dihadapkan pada anak asuhnya Aron yang krisis kepercayaan terhadap orang lain serta kesulitan dalam mengontrol emosional akibat trauma masa lalu. Tak hanya mengalami kesulitan mengasuh anak, Nesa juga dihadapkan dengan papanya anak-anak yang sejak awal selalu bertentangan dengannya. Kompensasi yang sesuai dan gemasnya anak-anak membuat lelah Nesa terbayar, rugi kalau harus resign lagi dengan pendapatan hampir empat kali lipat dari gaji sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Day 1 Baikan Dengan Anak
“Salim dulu sama daddynya sayang.”
Aron menghampiri Arthur dan mencium punggung tangannya. “Semangat kerjanya Dad.”
“Thank you Son.” Jawab Arthur dengan canggung. “Kemarilah.” Walau sedikit kaku Arthur berjongkok dan merentangkan kedua tangannya. Aron berlari kepelukan daddynya, Arthur memeluknya dengan erat. Aron terisak di pelukan Arthur. Momen ini yang sudah dia tunggu dalam diamnya sejak lama.
“Daddy minta maaf!” Bisik Arthur. Aron mengangguk dengan sesegukan. Arthur mengecup kening putranya dengan lembut. Seharusnya dirinya melakukan ini sejak dulu.
Tes…
Nesa buru-buru menghapus air matanya yang menetes karna terharu. Pagi-pagi begini sudah ada drama realita pemanggil air mata bahagia. Ayah dan anak seharusnya memang seperti ini kan? Tidak ada tembok yang menghalangi untuk menunjukkan rasa sayang masing-masing. Mereka berdua sama-sama pantas mendapatkannya, perasaan dicintai dan diterima. Tidak tidak… tidak hanya mereka berdua, semua orang pantas untuk merasa dicintai dan diterima.
“Daddy pergi bekerja dulu. Jangan merepotkan pengasuhmu Son.” Arthur menghapus sisa air mata di pipi Aron.
“Aron memang good Dad.”
Arthur geleng kepala dalam hati, putranya sangat percaya diri agak mirip dengan seseorang. Arthur merasa pernah melihat orang dengan sifat yang sama. Arthur mendekati putra keduanya yang berada di gendongan Nesa lalu mencium keningnya juga. Nesa sontak menjauhkan wajahnya karena terlalu dekat.
‘Wah gila sih, masa cowok tidak kelihatan pori-porinya. Gue insecure jadi cewek huaaaa. Pengen kulit muka gue gitu juga…’ Batin Nesa penuh keiri dengkian.
“Mikir apa kamu?” Ujar Arthur membuat Nesa tersentak.
“Bapak ngagetin saya saja.”
“Sebenarnya kamu itu ada masalah apa sih, saya lihat kamu sering sekali melamun. Jangan sampai kamu tidak fokus menjaga anak-anak saya, kalau sampai terjadi sesuatu pada mereka saya akan….”
“Ya Allah Pak, day satu baikan sama anak bawelnya minta ampun deh. Saya itu tidak melamun kok, saya tadi cuma mau tanya sesuatu sama Bapak.” Ucap Nesa ngeles.
“Tanya apa?”
“Bapak pakai skincare apa? Spill dong Pak, mukanya bisa mulus gitu.” Ya Allah Nes… Arthur tidak habis pikir dengan asbunnya Nesa. Sebenarnya maminya mendapatkan pengasuh ini dari mana sih. Kok kelakuannya begini amat ya.
“Jadi dari tadi kamu lihatin wajah saya huh? Saya tau saya tampan.”
Nesa mengibaskan tangannya di depan Arthur. “Loh loh yang bilang Bapak jelek siapa? Buta itu dia Pak. Orang Bapak memang tampan kok, makanya saya tanya skincarenya apa.”
Arthur tiba-tiba sakit kepala, “ Terserah kamu, saya pusing.”
“Loh kok pusing Pak, wong saya cuma tanya skin care rutin loh Pak.” Memang sengklek betul si Nesa ini.
“Sssst… diam. Jangan bicara! Jaga anak-anak saya baik-baik. Saya ke kantor dulu.” Arthur segera pergi tanpa menunggu jawaban Nesa. Energinya terasa terkuras setiap berhadapan dengan gadis sengklek itu.
“Pak, tunggu. Pak…!”
Arthur mengela nafas dalam mendengar teriakan Nesa.
“Ckck ada apa lagi?”
“Bapak biasa saja dong, nih anaknya satu lagi kan belum salim. Bapak main pergi-pergi saja, anaknya sedih nih bapaknya pilih kasih.” Alah-alah Nes, muka Arav padahal tidak ada sedih-sedihnya sama sekali. Nesa memang juara satu kalau soal mengarang bebas.
Polosnya Arthur percaya dengan ucapan Nesa. Pria itu tersadar memang belum salim dengan anaknya yang kedua. Arthur berbalik menghampiri Arav dengan raut merasa bersalah. Apa Arav benar-benar berpikir dirinya ini pilih kasih?
“Selamat bekerja Daddy.” Ucap Arav diwakili Nesa. Gadis itu menuntun tangan Arav untuk mencium tangan daddynya.
“Daddy bekerja dulu. Baik-baik di rumah Son!” Arav menanggapinya dengan berceloteh.
“Bye bye Daddy.” Nesa melambaikan tangan Arav ke arah Arthur yang perlahan hilang bersamaan dengan pintu lift tertutup.
Arthur memasuki kantor pusat PT AAA Group dengan raut sumringah. Beberapa sapaan ditanggapi dan diberi anggukan kecil. Seluruh staf memandangnya lekat antara pandangan aneh dan tidak percaya. Dalam enam bulan terakhir bos mereka sangat datar dan tidak berperasaan. Kerja kerja kerja begitu mottonya. Satu lagi, pria itu tidak mentolerir kesalahan berulang. Istilahnya kesalahan satu kali belajar, kedua kali out tidak ada tawar menawar. Perusahaan miliknya hanya menampung orang-orang cerdas dan siap bekerja keras. Tidak ada istilah berleha-leha, target terus berjalan di depan mata. Kalau tidak bisa bekerja dibawah tekanan maka perusahaan ini bukan tempat yang tepat untuk anda, begitu kata manajemen perusahaan pada setiap karyawan baru yang sudah lulus seleksi. Satu staf keluar, ribuan pelamar sedang antre menunggu giliran di belakang. Semua staf berlomba-lomba untuk menunjukkan kinerja terbaik.
Di ekonomi sekarang sesungguhnya tekanan tidak menjadi problem yang besar jika diberi upah yang sebanding dengan tekanan pekerjaan dan tentunya perusahaan ini memberikannya bahkan lebih dari apa yang para staf harapkan. Semuanya terbayar sesuai kerja keras begitu juga dengan lemburannya. Seiring dengan meningkatnya omset perusahaan terutama dalam dua tahun terakhir, bonus tahunan yang mereka dapatkan juga berlipat. Staf yang bekerja di PT AAA Group bisa dipastikan hidup sejahtera bahkan mampu jika harus menanggung hidup aggota keluarga mereka dengan layak. Sebanding bukan?
“Selamat pagi Pak.” Sapa Gerald asisten Arthur memasuki ruangan dengan beberapa tumpukan dokumen yang harus dibubuhi tanda tangan oleh bosnya.
“Pagi.”
“Ini kontrak perjanjian dengan perusahaan B harus di tanda tangani Pak. Saya sudah cek terlebih dahulu background perusahaan mereka dan semuanya bersih Pak.”
“Kamu tekankan lagi bahan baku pembuatan kepada mereka. Minta bagian produksi untuk lakukan pemantauan berkala ke pabrik mereka secara langsung. Sekali mereka melanggar kesepakatan, blacklist!” Arthur membubuhkan tanda tangan setelah membaca kontrak secara keseluruhan.
“Baik Pak. Selanjutnya ini ada proposal dari Panti Asuhan Kirana untuk bantuan dana renovasi bangunan Pak. Silahkan Bapak lihat dulu jumlah dan rinciannya.” Ucap Gerald menunjukkan nominal yang perusahaan keluarkan secara rinci.
Arthur mengangguk setuju. “Minta seseorang untuk mengawasi penggunaan dana. Saya tidak menerima adanya penyelewengan sekecil apapun.”
“Baik Pak.” Gerald mengambil dokumen yang sudah selesai di tanda tangani oleh Arthur. Secepatnya dia harus mengurus pelaksanaannya.
“Gerald…”
“Ya Pak. Ada yang bisa saya bantu?”
“Terimakasih.” Ujar Arthur. “O ya di ulang tahun perusahaan nanti kamu pikirkan apresiasi apa yang bisa diberikan kepada setiap staf tanpa terkecuali. Saya tunggu proposalnya!”
Gerald masih terdiam mencerna kata-kata yang keluar dari mulut bosnya barusan. Selama Gerald bekerja untuk Arthur, tidak pernah sekalipun pria itu mengucapkan trimakasih padanya. Ini luar biasa, tadi pagi bosnya datang dengan wajah sumringah dan sekarang tiba-tiba mengucapkan terimakasih. Tidak ada tanda-tanda kebangkrutan pada PT AAA group, malah semakin jaya. Gerald berpikir keras kira-kita apa penyebab bosnya berubah begini.
“Apa kau bisu?”
“B-bagaimana Pak?” Ucap Gerald terbata.
“Saya tidak mengulang kata-kata saya dua kali.”
“Mohon maaf Pak. Akan segera saya kerjakan.” Syukurlah, Gerald bukan asisten yang baru bekerja satu dua tahun jadi kupingnya sudah sangat bisa diandalkan. Kalau tidak, dia akan secepatnya ditendang keluar dari perusahaan ini.
Oh Gerald
Sudahlah jangan mendramatisir, tidak semudah itu Arthur menendang asisten yang loyal padanya sejak masih jatuh bangun membangun perusahaan ini.