S 2. Novel "Jejak Luka"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca Novel ini. Agar bisa mengikuti lanjutan kisah 'rudapaksa yang dialami oleh seorang gadis bernama Enni bertahun-tahun.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kekejaman seorang pria bernama Barry, Enni dibantu oleh beberapa orang baik untuk menyembuhkan luka psikis dan fisiknya di sebuah rumah sakit swasta.
"Mampukah Enni menghapus jejak trauma masa lalu dan berbahagia?"
Ikuti kisahnya di Novel "Menghapus Jejak"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia selalu. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Keluarga Mathias 3.
...~•Happy Reading•~...
Mendengar rencana Mathias mau kunjungi mertuanya, Ambar jadi bersemangat. Sebab selama Mathias di luar kota, Ambar belum ke rumah mertuanya. "Aku ikut juga, Pa. Biar El'el sama Seni di sini. Ngga usah diajak." Ucap Ambar, cepat.
"Ok. Kami tunggu di luar..... El'el, sama Mba Seni, ya. Papa dan Mama mau nengok Eyang." Pamit Mathias, dan kembali mencium puncak kepala putrinya yang matanya mulai redup.
^^^Ambar segera meletakan Miracle dalam box bayi, saat melihat Mathias sudah keluar kamar dengan langkah panjangnya.^^^
"Juha, Papa Thias mau ke rumah Eyang. Juha mau ikut, ngga?" Mathias bertanya saat melihat Juha dan Seni baru masuk rumah dari pintu depan.
"Ikut, Paaa... Kita naik brem breem?" Jawab Juha lalu melompat girang ke pelukan Mathias.
"Uuuaahhh.... Sebentar lagi, Papa Thias sudah ngga kuat gendong Juha." Ucap Mathias yang langsung menggangkat Juha ke pelukannya membuat Juha tertawa senang.
"Ooh iya, Papa Thias capek, ya. Juha turun saja, Pa." Juha segera melorotkan tubuhnya dari pelukan, sebab dia ingat Papa Thias nya baru pulang kerja. Mathias jadi menunduk untuk menurunkan Juha, lalu mengacak rambutnya.
"Kita ngga bisa naik brem breem, karna Mama mau ikut." Mathias berkata sambil mengusap punngung Juha.
"Mba Seni tolong siapin yang punya Eyang, ya."
"Sudah disiapin nyonya, tuan."
"Ooh, ok... Juha tunggu, ya. Papa Thias mau lihat mobil." Mathias segera berjalan ke garasi.
Tidak lama kemudian, Ambar bersama Juha menyusul Mathias ke garasi. "Kita naik mobil, Pa? Ngga jalan kaki saja?" Tanya Ambar.
"Kita naik mobil saja. Selain ada yang dibawa, aku lagi malas ganti baju, kalau keringatan." Ucap Mathias yang sudah turun dari mobil setelah menyalakan mesin mobil dan mendekati Ambar.
^^^Rumah Ambar satu komplek dengan rumah orang tua Mathias, tapi beda blok. Rumah Bu Titiek tidak jauh dari gerbang komplek. Sedangkan rumah Ambar ada di beberapa blok setelahnya.^^^
Ambar mengerti, lalu mengambil semua ole-ole yang dibawa Mathias untuk dimasukan ke mobil. Tidak lama kemudian, mereka bertiga sudah berada di rumah Bu Titiek. Juha langsung turun dan berlari masuk ke dalam rumah.
Juha berteriak senang, saat melihat Bu Titiek keluar dari kamar sambil didorong oleh suster. "Eyaaang..." Juha mendekati Bu Titiek yang melihatnya dengan wajah ceria. Juha langsung menekan tombol di kursi roda, agar kursi roda bisa turun, lalu mencium pipi Bu Titiek.
^^^Hal itu diajarin Ambar, agar Juha tidak naik ke pangkuan Bu Titiek untuk mencium atau memeluknya.^^^
"Aaah, Juha tambah besar dan pintar. Sini, peluk Eyang. Ade El'el sudah sepintar Mas nya ini?" Bu Titiek mencium pipi Juha kiri kanan dengan gemas.
"Ade El'el belum pintar Eyang. Juha sudah ajarin panggil Mas, Eyang, tapi Ade ngga bisa. Bisanya cuma ma ma, pa pa..." Juha meniru cara bicara Miracle.
"Hahaha... Nanti juga bisa. Juha kecil juga begitu... Mana Mama?" Tanya Bu Titiek yang belum melihat Ambar.
^^^Sebelum Juha menjawab, Mathias masuk ke dalam rumah setelah parkir mobil. Sedangkan Ambar ke dapur menemui Bibi untuk memberikan ole-ole yang dibawa Mathias.^^^
"Thiiiaass... Kapan pulaang." Bu Titiek menyebut nama putranya dengan senang saat melihat kedatangannya.
"Belum lama, Bu. Tadi istirahat sebentar." Mathias menunduk dan mencium pipi Ibunya sambil mengelus lengan Ibunya dengan sayang.
"Jadi tadi pagi telpon itu sudah pulang?" Bu Titiek heran, sebab Mathias sudah telpon pagi-pagi.
"Belum, Bu. Setelah itu, baru niat buat pulang." Mathias menjelaskan perjalanannya yang tiba-tiba. Bu Titiek makin tersenyum senang.
Ambar yang baru dapur, langsung salim dan mencium pipi mertuanya dengan sayang. "El'el ngga ikut?" Tanya Bu Titiek, karena Ambar datang sendiri.
"Ngga, Eyang... Tadi sudah tidur, ditinggalin sama Seni saja." Ambar menjelaskan, mengapa putrinya ditinggal di rumah.
"Selamat sore..." Sapaan tiba-tiba membuat semua yang orang menengok ke arah suara.
"Loh, Enni sudah pulang?" Tanya Mathias terkejut melihat Enni yang berjalan mendekati mereka,
"Iya, Pak. Trima kasih." Enni akhirnya bisa mengucapkan terima kasih secara langsung kepada Mathias.
"Loh, Dek Kiran belum kasih tau Thias?" Tanya Bu Titiek heran. Mathias menggeleng kuat, lalu mengeluarkan ponselnya untuk melihat. Mungkin ada pesan dari Kirana.
"Ooh, baru tadi pagi jelang siang di antar Nak Bagas." Bu Titiek menjelaskan kedatangan Enni ke rumahnya. Mendengar penjelasan Bu Titiek, Ambar memukul lengan Mathias.
"Ada apa...?" Bu Titiek melihat ke Ambar dan Mathias bergantian.
"Tadi Om Bagas telpon, Eyang. Tapi Papa Thias mengganggunya dan mereject telponnya." Ambar menjelaskan sambil geleng kepala. Ia jadi mengerti, mengapa tadi Bagas telpon dan kesal. Mungkin mau kasih tahu sudah antar Enni ke rumah.
"Thias, jangan sering ganggu Bagas. Dia lagi banyak kerjaan." Bu Titiek ingat pertemuannya dengan Bagas saat mengantar Enni.
"Hanya sedikit, Bu..." Jawab Mathias cepat sambil tersenyum.
"Astagaaa.... Omongan Juha sedikit rewel itu, ikut Papa Thias toh..." Ambar sontak memukul lengan Mathias lagi, karena menyadari yang dilakukan Juha hanya meniru.
"Enni, sini... Sudah kenal Ibu saya, ya... Ini istri saya Ambar, dan ini putra kami." Enni mendekat lalu menyambat uluran tangan Ambar dan menyebut namanya.
"Ngga usah. Sepertinya kita seusia..." Ambar tidak mau Enni memanggilnya ibu. "Ayoo, kenalan sama Tante." Ambar memegang punggung Juha untuk berkenalan dengan Enni.
"Juha, Tante cantik. Anak Papa Thias dan Mama Ambar. Cucu Eyang Titiek..." Juha memperkenalkann diri setelah mencium tangan Enni. Membuat semua tertawa cara berkenalan Juha.
"Belum lengkap Juha..." Bu Titiek mengingatkan sambil tersenyum.
"Oh, iya, Eyang. Mas nya Dek El'el..." Ucapan Juha membahasakan dirinya dan Adiknya membuat semua kembali tertawa, termasuk Enni.
"Dek Kiran bakalan tersingkir, karna Tante cantik ini." Mathias berkata sambil mengacak rambut Juha dan tersenyum pada Ibunya.
"Ngga, Papa Thias. Sekarang Juha punya satu Tante cantik, dan dua auntie cantik." Mereka kembali tertawa, mengingat Juha panggil Kirana dan Sari dengan Auntie cantik.
"Bisa istirahat, Nak Enni...?" Tanya Bu Titiek pada Enni yang masih ragu-ragu berdiri bersama mereka.
"Bisa, Bu. Trima kasih." Ucap Enni pelan.
"Suster, bilang Bibi siapin minum, ya..."
" Thias, mari ikut Ibu..." Ucap Bu Titiek mengajak Mathias ke kamar.
"Juha, ikut Mama dan Tante cantik ke ruang tengah, ya. Biarkan Papa Thias bicara dengan Eyang sebentar." Ucap Ambar cepat, sebab melihat Juha terus memegang tangan Mathias.
"Juha, ikut Mama dan Tante. Papa Thias mau gendong Eyang." Mathias melepaskan tangan Juha lalu menggendong Ibunya.
^^^Suatu kebiasaan yang dilakukan Mathias, jika sedang di rumah. Tidak mendorong Ibunya di kursi roda, tapi menggendong. Sedangkan kursi roda akan didorong oleh suster mengikuti mereka, jika diperlukan.^^^
"Nak, Ibu mau bertanya tentang Enni. Tolong ceritakan buat Ibu." Ucap Bu Titiek pelan, setelah Mathias membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
"Dek Kiran belum jelasin buat Ibu?" Tanya Mathias heran.
"Belum. Ademu sedang sibuk ngurusin rumah sakit. Makanya tadi Bagas dimintai tolong buat antar Enni ke sini." Bu Titiek menjelaskan apa yang dikatakan Bagas.
...~▪︎▪︎▪︎~...
...~●○¤○●~...