NovelToon NovelToon
REINKARNASI BERANDALAN

REINKARNASI BERANDALAN

Status: tamat
Genre:Kebangkitan pecundang / Action / Time Travel / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:252
Nilai: 5
Nama Author: andremnm

Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 32. jaringan kosenrvasi...

Perjalanan mereka dari pantai ke jantung Sumatra adalah siksaan. Hutan bakau yang rimbun dan berlumpur terbukti menjadi perlindungan yang sempurna dari pandangan patroli militer, tetapi juga menjadi penghalang yang hampir tidak dapat ditembus.

Rani memimpin di depan, menebas akar-akar kusut dan cabang-cabang rendah dengan parang yang ia bawa. Dion dan Maya berada di tengah, bergantian memanggul tandu darurat yang membawa Arya.

Lumpur setinggi lutut membuat setiap langkah menjadi perjuangan yang melelahkan. Panas dan kelembapan hutan bakau mencekik mereka.

Dion: (Terengah-engah, berjuang melawan lumpur yang lengket) "Kita bergerak terlalu lambat, Rani! Dalam kecepatan ini, kita akan membutuhkan waktu dua hari untuk mencapai batas Taman Nasional!"

Rani: (Berhenti sejenak, wajahnya berlumpur) "Kita tidak punya pilihan. Di atas sana, mereka mengirimkan helikopter pengintai dengan pencitraan termal. Hutan bakau ini menutupi jejak panas kita. Jika kita bergerak ke daratan kering sekarang, kita akan menjadi sasaran empuk."

Maya: (Mengecek kondisi Arya) "Arya stabil, tapi dia butuh air bersih. Dia semakin dehidrasi. Dan... kita hampir kehabisan perbekalan medis dari ransel Rani."

Misi mereka telah berubah total. Bukan lagi tentang hacking atau melarikan diri dengan kereta, melainkan tentang bertahan hidup murni dan perlindungan medis.

Rani: "Kita akan mencapai sungai kecil dalam satu jam. Kita bisa mendapatkan air bersih dan mencuci lumpur ini. Tapi begitu kita keluar dari hutan bakau, kita harus bergerak tanpa henti. Kita harus mengandalkan insting Arya."

Dion: (Mengambil alih beban tandu) "Insting Arya? Apa yang membuat kontak di Taman Nasional ini begitu penting?"

Rani: "Arya bilang Jaringan Konservasi ini bukan hanya penjaga alam. Mereka adalah sel-sel perlawanan yang sangat tua. Mereka tahu hutan ini lebih baik daripada militer mana pun. Mereka hidup di luar jaringan, menggunakan taktik gerilya kuno. Mereka adalah satu-satunya orang yang bisa membawa kita ke luar negeri tanpa terdeteksi."

Saat mereka berbicara, Dion hampir tergelincir di akar bakau yang licin. Tandu Arya terayun, membuat mereka berdua panik.

Maya: "Hati-hati, Dion!"

Rani: "Kita harus beristirahat sebentar. Sembunyikan Arya di antara akar pohon yang besar ini."

Mereka berhenti sebentar untuk mengatur napas. Rani menyalakan panel komunikasinya. Berita global terus berdatangan, namun situasinya semakin rumit.

Rani: "Berita bagus: Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi berat terhadap Indonesia. Berita buruk: Komandan Jaya telah menyatakan Daftar Hitam sebagai 'propaganda asing yang memicu terorisme' dan telah mengaktifkan Protokol Alpha-9."

Dion: "Protokol Alpha-9? Apa itu?"

Rani: "Itu berarti penghilangan paksa. Jaya tidak lagi ingin menangkap kita. Dia ingin kita mati dan menghilang, agar cerita itu lenyap bersamanya. Seluruh Pulau Sumatra sekarang di bawah pengawasan ketat. Tim Pasukan Khususnya—tim yang setara dengan Naga Hitam—sudah dikerahkan ke hutan."

Maya: "Jadi... kita sedang diburu oleh Pasukan Khusus di hutan yang tidak kita kenal."

Rani: "Ya. Dan kita membawa target paling berharga di punggung kita."

Rani menunjuk ke Arya.

Rani: "Jika kita bisa bertahan hingga kita mencapai area kontak di tepi Taman Nasional, kita akan aman. Tapi sampai saat itu, setiap bayangan adalah musuh, dan setiap langkah adalah risiko."

Mereka menyelesaikan sisa air mereka dan kembali ke perjalanan yang melelahkan. Lumpur semakin dalam, dan semangat mereka mulai terkuras. Mereka harus segera keluar dari hutan bakau ini.

Setelah perjuangan yang brutal di lumpur hutan bakau, Rani akhirnya memberikan sinyal berhenti. Mereka telah mencapai tepi hutan yang lebih kering, dan di depan mereka, terhampar sungai kecil yang jernih—sumber kehidupan yang mereka butuhkan.

Rani: (Berbisik) "Sungai. Air bersih. Kita mandi, isi botol, dan istirahat singkat. Dion, kau jaga perimeter utara. Maya, kau di sini. Jaga Arya dan cari tanda-tanda jebakan."

Mereka dengan cepat menempatkan tandu Arya di tempat yang relatif kering. Maya segera membersihkan sisa lumpur dari luka jahitannya. Air sungai yang dingin terasa seperti surga setelah berjam-jam berada di lumpur panas.

Dion mengisi botol air mereka sambil mengawasi tepi sungai. Saat dia sedang mengisi botol terakhir, matanya menangkap sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Sebuah simpul tali kawat tipis terikat samar-samar di antara dua pohon, melintasi jalan setapak sempit yang baru mereka lalui.

Dion: (Berbisik, suaranya tegang) "Rani! Maya! Jangan bergerak! Jebakan!"

Rani segera menjatuhkan dirinya ke tanah, senapan siap siaga. Maya membeku, tangannya hampir menyentuh dahi Arya.

Rani: (Mengarahkan senapan ke tali kawat) "Di mana? Deskripsikan!"

Dion: "Tali kawat setinggi lutut. Simpul latch militer. Ini pasti memicu granat tersembunyi atau alarm suara. Ini bukan jebakan hewan."

Rani: "Jelas. Tim Pasukan Khusus telah tiba. Mereka memotong jalan kita. Jebakan itu untuk memperlambat kita. Dion, kau tidak menyentuhnya!"

Rani merangkak perlahan. Dia mengeluarkan pisau kecil dari sarungnya dan dengan hati-hati memotong tali kawat itu jauh dari simpul utamanya.

Klik.

Tidak ada ledakan, tetapi sebuah kotak komunikasi kecil yang tersembunyi di dalam tanah berkedip merah.

Rani: "Sial! Itu alarm. Mereka tahu kita ada di sini! Mereka akan tiba dalam waktu kurang dari lima menit!"

Dion: "Kita harus pergi! Sekarang juga!"

Tepat saat mereka bersiap untuk lari, dari balik pepohonan di seberang sungai, terdengar suara tembakan yang keras!

DOR! DOR! DOR!

Tembakan itu bukan ditujukan kepada mereka. Tembakan itu menargetkan area di belakang mereka—tempat mereka baru saja keluar dari hutan bakau.

Rani: "Tunggu! Itu bukan tembakan Cakra Manggala! Itu suara Senapan Berburu Kaliber Berat! Itu suara perlawanan!"

Dari balik pepohonan di seberang sungai, muncul seorang wanita tua dengan kulit cokelat terbakar matahari, mengenakan pakaian kamuflase hutan yang usang. Di bahunya, dia memanggul senapan berburu tua yang masih berasap. Dia memiliki tatapan tajam dan serius.

Wanita Tua: (Berteriak dengan logat lokal yang kental) "Cepat menyeberang! Mereka sudah dekat! Aku tahu siapa kalian! Kalian adalah tamu Kapten Arya! Cepat!"

Maya: (Terkejut) "Siapa kau?"

Wanita Tua: "Aku Ibu Sumi. Aku kontak dari Jaringan Konservasi! Aku akan memberikan kalian perlindungan! Tapi kalian harus tinggalkan semua barang yang berbau militer di sini!"

Rani: "Dion! Maya! Cepat! Bawa Arya! Ibu Sumi adalah kontak yang Arya janjikan!"

Mereka segera menyeberangi sungai. Airnya dingin, tetapi arusnya kuat. Dion dan Maya berjuang membawa Arya melintasi air.

Saat mereka mencapai tepi seberang, Ibu Sumi segera menarik mereka ke dalam hutan lebat.

Ibu Sumi: (Berjalan cepat, tanpa henti) "Mereka mencari tiga orang dewasa dan satu tandu. Aku akan membuat mereka mencari empat orang tanpa tandu! Kita menuju ke gua bawah tanah di Bukit Harimau! Cepat!"

Ibu Sumi menunjuk ke belakang mereka, ke arah area mereka menyeberangi sungai.

Ibu Sumi: "Rani, kau bawa ranselmu! Aku butuh granat suara untuk menutupi jejak kita! Tapi kita tinggalkan semua tanda militer lainnya!"

Rani, tanpa ragu, mengambil granat suara dari ranselnya, melemparkannya ke tengah sungai, dan kemudian menghancurkan panel komunikasinya dengan batu.

BUM!

Ledakan granat itu memicu rentetan tembakan dari Pasukan Khusus yang baru tiba di tepi sungai. Mereka tertipu, mengira ledakan itu adalah mereka yang meledakkan diri di tengah sungai.

Ibu Sumi: "Bagus! Sekarang lari! Ikuti aku! Aku akan membawa kalian ke tempat yang tidak pernah ditemukan oleh manusia modern!"

Mereka berlari menembus hutan, meninggalkan jejak kekacauan dan kebingungan di belakang mereka. Mereka kini berada di bawah perlindungan Jaringan Konservasi yang misterius.

Di bawah komando Ibu Sumi, pelarian mereka berubah dari upaya bertahan hidup yang panik menjadi gerakan yang terorganisir dan efisien. Ibu Sumi tahu hutan ini seperti punggung tangannya. Dia memimpin mereka melalui jalur yang hanya bisa dilalui oleh satu orang, menghindari semak berduri, dan menutupi jejak mereka dengan dedaunan yang baru tumbang.

Mereka membawa Arya dengan hati-hati, tandu daruratnya terombang-ambing di antara Dion dan Maya. Rani berjalan di belakang, mengawasi.

Ibu Sumi: (Berjalan tanpa henti, nadanya tenang) "Tim Pasukan Khusus itu hanya tahu peta dan koordinat satelit. Mereka tidak tahu bahasa hutan. Mereka tidak akan pernah menemukan kita selama kita berada di wilayah Bukit Harimau."

Dion: (Terengah-engah, berjuang mengikuti langkahnya) "Siapa kau sebenarnya, Ibu Sumi? Dan apa ini Jaringan Konservasi?"

Ibu Sumi: (Sedikit tersenyum, tanpa menoleh) "Aku hanyalah seorang nenek yang mencintai hutannya. Jaringan Konservasi adalah pengawas hutan ini. Kami menjaga alam dari orang-orang yang ingin merusaknya, seperti Komandan Jaya dan orang-orang Naga Hitamnya."

Rani: "Tapi Arya bilang kalian adalah sel-sel perlawanan yang tua. Bukan sekadar penjaga hutan."

Ibu Sumi: "Ah, Kapten Arya. Selalu dramatis. Kami adalah perlawanan yang paling tua, Nak. Sebelum ada militer modern, sebelum ada senjata. Kami menjaga Keseimbangan. Ketika Keseimbangan terancam, kami bergerak. Daftar Hitam kalian hanyalah bukti bahwa Keseimbangan sudah lama hancur."

Perjalanan mereka membawa mereka mendaki curam menuju bukit berhutan lebat. Setelah sekitar dua jam, mereka tiba di sebuah tebing batu yang ditutupi oleh air terjun kecil.

Ibu Sumi: "Kita di sini. Gua Tersembunyi."

Ibu Sumi dengan mudah menyibakkan tirai air terjun itu. Di baliknya, terdapat sebuah celah sempit di batu yang mengarah ke dalam kegelapan.

Maya: "Gua? Apakah ini aman?"

Ibu Sumi: "Ini adalah tempat persembunyian kami selama ratusan tahun. Hanya kami yang tahu jalannya. Kapten Arya sudah mempersiapkan tempat ini bertahun-tahun yang lalu. Di dalamnya, ada apa yang dibutuhkan oleh orang sakit itu."

Mereka memasuki gua. Di dalamnya ternyata kering dan luas. Cahaya dari celah di atas menyinari interior, menampakkan beberapa tempat tidur sederhana dari jerami, persediaan air, dan yang mengejutkan, sebuah meja medis darurat yang sudah disiapkan.

Di atas meja itu, ada botol-botol cairan IV, antibiotik, perban, dan, yang paling menarik, beberapa ramuan herbal lokal dengan aroma yang kuat.

Rani: (Melihat persediaan medis) "Luar biasa. Arya benar-benar mempersiapkan ini. Ada antibiotik kuat, tetapi ini... (ia menunjuk ramuan herbal itu) ...Ini untuk apa?"

Ibu Sumi: "Obat dari hutan. Itu akan membersihkan sisa racun dari luka. Aku akan memulihkan kesadaran Kapten Arya. Dia perlu bicara. Ada hal yang lebih penting daripada luka di bahunya."

Ibu Sumi meminta Dion dan Rani untuk memindahkan Arya ke meja medis. Dia segera menyiapkan ramuan itu, menghangatkan dan mencampurnya dengan air.

Ibu Sumi: "Ramuan ini akan membersihkan demamnya. Tapi kita harus membuatnya tetap hangat."

Sementara Ibu Sumi merawat Arya dengan pengetahuan kuno, Dion menyalakan radio komunikasi yang ia temukan di ransel Rani.

Dion: "Rani, berita di radio lokal... Komandan Jaya baru saja mengumumkan Darurat Militer Penuh di seluruh Sumatra bagian selatan. Mereka menutup pelabuhan, bandara, dan semua perbatasan darat. Mereka menyebut kita 'musuh negara' yang memicu kekacauan global. Hadiah untuk kepala kita... sangat besar."

Rani: "Hadiah besar? Itu bagus. Itu berarti Daftar Hitam berhasil memicu kekacauan yang kita butuhkan. Sekarang dunia akan bergerak."

Tiba-tiba, Arya terbatuk keras. Matanya terbuka. Wajahnya masih pucat, tetapi kesadaran telah kembali.

Arya: (Suaranya serak, lemah) "Sumi... Aku... senang... kau... datang..."

Ibu Sumi: "Diam, Anak Muda. Luka di bahumu sudah ku obati. Tapi kau punya hal penting untuk dikatakan kepada teman-temanmu."

Arya menoleh ke Maya dan Dion.

Arya: "Daftar Hitam... berhasil... tapi itu... hanya... umpan..."

Maya: (Mendekat) "Umpan? Apa maksudmu, Arya?"

Arya: "Bom yang sebenarnya... ada di dalam rekaman video 35%... yang... kalian unggah... Kalian... harus... mengaktifkannya... Itulah misi terakhirku..."

1
Calliope
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
andremnm: makasih🙏🙏
total 1 replies
Deqku
Aku jatuh cinta dengan ceritamu, tolong update sekarang juga!
andremnm: makasih ya
total 1 replies
tae Yeon
Terlalu emosional, sampai menangis.
andremnm: makasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!