NovelToon NovelToon
Misi Jantung Berdebar

Misi Jantung Berdebar

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Bad Boy / Sistem / Cintapertama
Popularitas:106
Nilai: 5
Nama Author: Ray Nando

​Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.

​Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.

​“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kereta Terakhir: Gerbong Mayat Hidup

​Stasiun Bawah Tanah Gangnam biasanya adalah tempat paling sibuk di Seoul, lautan manusia yang bergegas pulang kerja. Namun malam ini, stasiun itu sunyi senyap.

​Lampu neon berkedip-kedip, menciptakan bayangan panjang di lantai keramik yang kotor. Papan iklan digital yang biasanya menampilkan wajah artis K-Pop kini hanya menampilkan static noise hitam-putih.

​"Baunya seperti kabel terbakar dan... keputusasaan," komentar Ujang, mengokang Minigun mainannya yang mematikan.

​Ray berjalan di depan, sarung tangan Thunder Gauntlets-nya memancarkan cahaya kuning redup, cukup untuk menerangi jalan. "Tetap waspada. Sinyal SOS itu berasal dari ujung Jalur 2. Kita harus menaiki kereta untuk sampai ke sana dengan cepat."

​Hana berjalan di tengah, jubah arsiteknya berkibar pelan. Dia melihat struktur stasiun dengan mata birunya. "Strukturnya tidak stabil, Ray-ssi. Dinding-dinding ini... bergetar. Seolah-olah stasiun ini bernapas."

​Mereka melompati gerbang tiket yang rusak dan menuruni eskalator mati menuju peron.

​Tepat saat mereka sampai di peron, angin dingin berhembus dari terowongan gelap. Suara gemuruh pelan terdengar, semakin lama semakin keras.

​WUUUUUSSS...

​Sebuah kereta api tua berwarna perak meluncur masuk ke stasiun. Tidak ada masinis. Kereta itu berhenti tepat di depan mereka dengan desisan uap hidrolik. Pintu-pintunya terbuka serentak.

​Ding-dong.

"Pintu dibuka. Hati-hati melangkah."

​Suara pengumuman itu terdengar normal, tapi terdistorsi, seperti kaset rusak yang diputar lambat.

​"Naik?" tanya Ujang ragu. "Ini terlihat seperti jebakan klasik."

​"Kita tidak punya pilihan. Monster di atas akan segera menyusul ke sini," kata Ray. Dia melangkah masuk ke gerbong pertama. "Ayo."

​Hana dan Ujang menyusul. Begitu kaki mereka menyentuh lantai gerbong, pintu kereta langsung tertutup rapat.

​KLANG!

​Kereta mulai bergerak. Lambat pada awalnya, lalu semakin cepat, melesat menembus kegelapan terowongan bawah tanah.

​Di dalam gerbong, Ray melihat sekeliling. Ada penumpang lain.

​Puluhan orang duduk di kursi atau berdiri memegang gantungan tangan. Mereka mengenakan setelan jas kantor yang kusut, seragam sekolah, atau baju kerja. Mereka semua menunduk, menatap ponsel yang layarnya mati.

​Hening. Tidak ada yang bicara. Tidak ada yang bergerak.

​"Permisi?" panggil Hana pelan.

​Salah satu penumpang, seorang pria dengan jas abu-abu, perlahan mengangkat kepalanya.

​Wajahnya rata.

​Tidak ada mata, hidung, atau mulut. Hanya layar glitch statis yang berputar-putar di mana wajah seharusnya berada.

​[MUSUH TERDETEKSI!]

[Tipe: Commuter Ghoul (Hantu Komuter).]

[Level: 10]

[Sifat: Marah karena lembur abadi. Akan menyerang siapa saja yang terlihat santai.]

​"Lembur..." suara parau keluar dari wajah statis itu. "Lembur... bayar... lembur..."

​Serentak, seluruh penumpang di gerbong itu mengangkat kepala. Wajah mereka semua sama: statis dan glitch.

​"Kerja... kerja... kerja..."

​Mereka bangkit berdiri, gerakan mereka patah-patah seperti boneka rusak.

​"Sial," umpat Ray. "Mereka zombi korporat!"

​Satu Commuter Ghoul menerjang Ray dengan pena tajam di tangannya.

​"MATI KAU KARENA PULANG CEPAT!" jerit hantu itu.

​Ray meninju wajah statis itu dengan Thunder Gauntlet.

ZAP!

Kepala hantu itu meledak menjadi data biner biru.

​"Habisi mereka!" teriak Ray.

​Kekacauan pecah di dalam gerbong sempit itu. Ujang tidak bisa menggunakan Minigun-nya karena jarak terlalu dekat dan takut merusak dinding kereta. Dia menggunakan laras senjatanya seperti pentungan besi, menghajar hantu-hantu yang mendekat.

​"Minggir! Aku juga benci hari Senin!" teriak Ujang sambil memukul mundur tiga hantu sekaligus.

​Hana terpojok di dekat pintu penghubung gerbong. Dua hantu siswa sekolah mendekatinya dengan buku pelajaran yang berubah menjadi rahang bergigi tajam.

​"PR... belum... selesai..." desis hantu siswa itu.

​"Ray-ssi!" jerit Hana.

​Ray sedang sibuk bergulat dengan hantu nenek-nenek yang sangat kuat. "Hana! Gunakan Redraw! Ubah lingkunganmu!"

​Hana memejamkan mata, menahan panik. Dia membayangkan lantai kereta. Dia membayangkan kursi-kursi besi panjang itu.

​"Jadilah kandang!" seru Hana.

​Dia menghentakkan tongkat baseball-nya ke lantai.

​[Skill: Furniture Manipulate]

​Kursi-kursi besi di kiri dan kanan gerbong tiba-tiba melepaskan diri dari bautnya, melayang, dan menekuk membungkus kedua hantu siswa itu, menjepit mereka seperti sandwich logam.

​"Bagus!" puji Ray. Dia menyelesaikan hantu nenek itu dengan satu uppercut listrik.

​Namun, pintu penghubung ke gerbong berikutnya terbuka. Ratusan hantu lain terlihat berdesakan di gerbong sebelah, mencoba masuk. Jumlah mereka terlalu banyak.

​"Kita harus pindah ke gerbong depan!" teriak Ujang. "Gerbong ini akan penuh!"

​Mereka bertiga berlari menerobos kerumunan hantu, memukul, menendang, dan menyetrum jalan mereka menuju pintu depan.

​Mereka sampai di pintu penghubung antar-gerbong. Ujang mendobraknya. Mereka masuk ke gerbong berikutnya, lalu Ray dan Ujang menahan pintu itu agar tidak terbuka lagi. Hantu-hantu di gerbong belakang menggedor kaca pintu dengan wajah mereka, menciptakan retakan.

​"Kita aman sebentar," napas Ray memburu.

​Tapi Hana melihat ke depan. Gerbong ini kosong, tapi di ujung sana... ada sesuatu yang berdiri sendirian.

​Seorang wanita dengan seragam kondektur kereta yang robek-robek. Dia memegang alat pembolong tiket yang besarnya tidak wajar—seperti gunting raksasa.

​[MINI-BOSS: THE CONDUCTOR (Sang Kondektur)]

[Level: 28]

[Hukuman: Memotong apapun yang tidak punya tiket.]

​"TIKET!" jerit Kondektur itu. Suaranya melengking memecahkan kaca jendela.

​Dia berlari ke arah mereka dengan kecepatan tinggi, menggunting kursi-kursi yang menghalanginya hingga terbelah dua. KRES! KRES!

​"Ujang! Tembak!" perintah Ray.

​"Sekarang boleh?" tanya Ujang.

​"SEKARANG!"

​Ujang memutar Minigun-nya. BRRRRT!

​Peluru energi menghujani Kondektur itu. Tapi wanita itu bergerak zig-zag dengan lincah, melompat ke langit-langit, merayap seperti laba-laba, menghindari tembakan.

​Dia mendarat di depan Ujang dan mengayunkan gunting raksasanya.

​Ujang menahan gunting itu dengan laras Minigun-nya. Besi bertemu besi. Percikan api memercik.

​"Kuat juga kau, Nyonya!" geram Ujang.

​Ray maju membantu, tinju listriknya siap menghantam rusuk Kondektur. Tapi Kondektur itu menendang Ray dengan kaki yang memanjang aneh (efek glitch), membuat Ray terlempar menabrak pintu.

​"Kalian... penumpang gelap..." desis Kondektur. Dia menekan Ujang semakin kuat. Laras Minigun Ujang mulai bengkok.

​Hana melihat situasi kritis itu. Dia tidak bisa bertarung fisik. Dia harus menggunakan otaknya.

​Dia melihat lantai gerbong. Di bawah lantai ada roda. Di bawah roda ada rel.

​"Ray! Ujang! Menyingkir dari tengah!" teriak Hana.

​"Apa?!"

​"Lakukan saja!"

​Ujang menendang Kondektur itu agar mundur, lalu melompat ke samping kiri. Ray berguling ke samping kanan.

​Kondektur itu berdiri bingung di tengah lorong gerbong.

​Hana mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, matanya bersinar biru menyilaukan.

​[Skill: Floor Ejection (Lontaran Lantai)]

​Hana "menghapus" bagian lantai tempat Kondektur itu berdiri.

​SREET!

​Lantai logam itu hilang seketika, menyisakan lubang persegi panjang yang langsung tembus ke rel kereta yang sedang melaju kencang di bawahnya.

​Kondektur itu melihat ke bawah, matanya membelalak kaget.

​"Tiketnya... hangus..."

​Dia jatuh ke dalam lubang.

​GRASSAAAKK!

​Suara tubuh yang tergilas roda kereta terdengar mengerikan, diikuti oleh ledakan piksel hitam.

​Hana segera "menggambar" lantai baru untuk menutup lubang itu kembali sebelum angin terowongan menyedot mereka keluar.

​"Hah... hah..." Hana jatuh berlutut, kehabisan tenaga. Hidungnya mimisan lagi.

​Ray segera menghampirinya, memberikan botol air minum (sisa jarahan dari Pixel Planet). "Kau gila, Hana. Tapi itu brilian."

​"Arsitek tidak bertarung," kata Hana lemah sambil tersenyum bangga. "Kami merenovasi masalah."

​Kereta mulai melambat. Pengumuman suara distorsi terdengar lagi.

​"Tiba di... Stasiun Terakhir... Bunker Harapan... Hati-hati melangkah..."

​Kereta berhenti. Pintu terbuka.

​Mereka bertiga melangkah keluar dengan waspada. Mereka bukan berada di stasiun biasa. Ini adalah sebuah gua beton raksasa di bawah tanah. Ada peti-peti perbekalan, generator listrik, dan tenda-tenda darurat.

​Namun, ada yang salah.

​Tempat ini kosong. Tidak ada manusia. Tenda-tenda itu robek. Ada bekas pertempuran—lubang peluru di dinding dan noda darah hitam yang mengering.

​"Ini Safe House?" tanya Ujang skeptis, mengamati sekeliling. "Lebih mirip kuburan."

​Ray berjalan mendekati sebuah meja komando di tengah ruangan. Ada sebuah monitor komputer tua yang masih menyala redup.

​Di layarnya, ada pesan berkedip:

​[LOG TERAKHIR]

[Safe House 7 jatuh. Pasukan Min-Ho menemukan kami. Kami pindah ke 'The Old Palace' (Istana Lama). Jika ada yang membaca ini... jangan percaya pada 'Matahari'.]

​"Jangan percaya pada Matahari?" ulang Hana bingung.

​Tiba-tiba, lampu sorot dari langit-langit gua menyala terang, membutakan mata mereka.

​Suara tepuk tangan pelan terdengar dari atas tumpukan peti kemas.

​"Bravo. Kalian berhasil melewati keretaku," suara wanita yang halus dan dingin.

​Mereka mendongak. Di atas tumpukan peti, berdiri seorang wanita dengan gaun merah menyala dan kipas tangan berbulu. Di sebelahnya, ada dua ekor harimau cyborg.

​[BOSS AREA: LADY SUN (Nyonya Matahari)]

[Afiliasi: Kang Group (Divisi Intelijen)]

[Status: Menunggu Tamu.]

​"Selamat datang di perangkap tikus," kata Lady Sun sambil tersenyum manis. "Min-Ho mengirim salam."

​Pintu gua di belakang mereka tertutup. Gas tidur berwarna ungu mulai disemprotkan dari ventilasi.

​"Tahan napas!" teriak Ray.

​Tapi gas itu bekerja terlalu cepat. Pandangan Ray mengabur. Dia melihat Ujang ambruk, lalu Hana.

​Sebelum kesadarannya hilang total, Ray melihat Lady Sun melompat turun dengan anggun.

​"Bawa gadis itu ke Istana," perintah Lady Sun pada pasukannya yang muncul dari bayangan. "Dan buang dua sampah ini ke Labirin Bawah Tanah."

​Gelap.

1
FANS No 1
💪🔥🔥
Ray void
selamat membaca😁😁🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!