Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Setelah selesai praktik Viola langsung menemui Kalingga di kantornya. Sengaja mau mengejutkan pria yang sangat dicintainya. Dia rela belum menikah sampai sekarang hanya demi seorang Mas Kalingga yang masih menempati hatinya. Menolak banyak pria yang datang hanya sebuah nama, Kalingga Utomo.
Selama dia menempuh pendidikan kedokteran sampai mendapatkan gelar Dokter spesialis, sudah banyak yang dikorbankannya. Terlebih perasaannya kepada Mas Kalingga. Harus mau menahan rindu dan cinta setiap waktu terhadap pria itu. Sekarang pengorbanannya pun tak sia-sia saat mengetahui kalau pria itu masih menyimpan namanya di tempat teristimewa di dalam hatinya.
Meski dia sempat patah hati berat saat mendengar pernikahan Mas Kalingga dengan wanita baru yang dikenal baik oleh Mas Kalingga. Belum lagi Mas Kalingga dan istrinya sudah dikaruniai dua orang anak perempuan yang sangat lucu dan cantik seperti Mama mereka.
Di kantor Mas Kalingga sudah ada Ibu yang sudah sampai lebih dulu. Memang sengaja datang ke sana setelah dihubungi Viola. Mereka berencana mengatur pernikahan untuk Mas Kalingga dan Viola.
Barulah Viola tiba di sana dan memang sangat mengejutkan Mas Kalingga. Kini Mas Kalingga paham, berarti Ibunya memang sudah janjian dengan Viola untuk bertemu di kantornya.
"Kalian bisa menikah tanpa diketahui Melati dan anak-anak." Ibu membuka obrolan.
"Ibu tahu ini bukan waktu yang tepat," Mas Kalingga masih ingin tetap menjadikan Melati hanya istri satu-satunya. Karena dia paham hatinya lebih tidak akan pernah bisa adil pada kedua wanita itu.
"Lalu bagaimana dengan Ibu yang selalu didatangi Bapakmu?. Kamu pikir Ibu tidak tersiksa?." Ibu bangkit lalu keluar dari ruangan kerja Mas Kalingga. Tapi tidak ada yang menyusulnya karena Ibu bisa menggunakan mobil dan supir kantor yang sudah disiapkan Mas Kalingga.
"Aku tidak apa-apa kalau harus menjadi istri kedua dan kita menikah siri saja dulu, nanti kalau semuanya sudah memungkinkan baru kita bisa mendaftarkan pernikahan kita." Viola membuka suara.
"Itu tidak semudah yang kita bicarakan, Vi."
"Aku tahu, Mas, ini tidak akan pernah mudah bagi kita. Tapi percayalah, Mas, semuanya akan bisa diatasi karena cinta kita."
"Aku juga sangat mencintai Melati, Vi." Mas Kalingga pun tidak bohong tentang perasaan cintanya terhadap Melati. Bodohnya dia masih terjebak di masa lalu.
"Iya, Mas, aku percaya cinta aku, kamu dan Melati bisa mengatasi semuanya."
Mas Kalingga tidak lagi bicara, pandangannya kini tertuju pada layar ponselnya. Di sana tertera nama supir kantor yang ditugaskan untuk mengantar jemput Ibunya.
"Ada apa, Pak?."
"Ibu masuk rumah sakit, tadi tidur di mobil kemudian pingsan, Pak."
"Baik, aku segera ke sana."
"Ada apa, Kalingga?."
"Ibu masuk rumah sakit."
Lantas keduanya segera bergegas, Viola ikut di mobil Mas Kalingga.
Tiba di rumah sakit Ibu sudah berbaring di ruang VIP namun sudah sadar. Baru saja perawat menggantikan pakaian Ibu yang basah karena keringat.
"Bagaimana keadaan Ibuku?," tanya Viola.
"Semuanya normal, Dokter Viola. Mungkin nanti Dokter Viola bisa bicara dengan Dokter Langit karena beliau yang memeriksa Ibunya Dokter Viola."
"Baik, nanti aku ke ruangan Dokter Langit."
Ibu membuang muka dari Mas Kalingga.
"Baik, aku akan menikahi Viola seperti yang Ibu inginkan." Akhirnya pria itu tidak sanggup menolak lagi keinginan dari Ibunya.
Ya, pria itu mengetahui dari supir yang mengantar Ibu kalau Ibunya mengigau sambil terus memanggil Bapaknya. Dia tidak mau menyiksa Ibunya semakin lama.
Barulah Ibu sudi menatap putranya.
"Sekarang juga, ya?."
Mas Kalingga mengangguk sambil berusaha tersenyum walau hatinya tak tega harus menyembunyikan pernikahan ini dari Melati dan anak-anaknya.
Pernikahan siri telah terjadi di rumah sakit itu, mas kawin yang diberikan pada Viola pun cincin kawin milik Mas Kalingga yang tidak pernah dipakainya lagi karena sudah tidak muat pada jari manisnya.
Viola menatap cincin itu yang sekarang melingkar pada jari manisnya karena ukurannya sesuai. Dia sudah menjadi istri dari pria yang sangat dicintainya.
Prang
Bunyi gelas yang jatuh di atas lantai, beberapa jari Melati terkena cipratan air panas yang mencoba dituangnya ke dalam gelas yang ada di tangannya. Hal bodoh yang pernah dilakukan seumur hidupnya, mengira gelas itu tidak ada akan pecah karena air mendidih itu.
"Tangan Mama melepuh," Lili mengambil tangan Mamanya yang sedang memungut pecahan gelas.
"Biar aku yang merapikannya, Ma. Sekarang kita obati dulu luka Mama."
Melati bangun dengan pikiran yang entah ke mana, perasaannya mendadak sangat tidak karuan sampai dia tidak menyadari tangannya sudah selesai diobati anak sulungnya.
"Mama harus hati-hati," suara lembut si sulung membuyarkan lamunan Melati yang entah sudah ke mana perginya. Sangat jauh sekali.
"Kak," suaranya begitu lirih sambil menatap si sulung.
"Ada apa, Ma?."
"Papa ada telepon Kakak? Tumben belum pulang."
"Aku menyusul Mama ke dapur karena Papa telepon aku. Kata Papa, Nini masuk rumah sakit dan harus dirawat jadi Papa menemani Nini di sana. Aku diminta Papa untuk menjaga Mama dan Adik."
Melati mengangguk-anggukan kepalanya.
"Sekarang kita tidur, ya, Ma?. Papa tidak akan pulang."
Melati hanya mengangguk lagi dan dia mengikuti Lili karena mau tidur bersama kedua anaknya. Kegelisahan hatinya akan bisa tenang di dekat Lili dan Sakura. Kebahagiaannya yang tiada terkira.
Di dalam hati yang terus berkecamuk, bibir Melati selalu basah dengan kalimat astagfirullah. Karena nyatanya kegelisahannya tidak kunjung menghilang. Jutsru dia semakin merasakannya, hampir saja mencekik lehernya kalau tidak segera bangun dan duduk di antara Lili dan Sakura yang tidur lelap.
Dengan langkah gontai Melati mengambil air wudu lalu melaksanakan salat dengan tujuan untuk mengusir berbagai macam perasaan yang sekarang bersemayam di dadanya. Begitu sangat sesak.
Di atas sajadah dia mengangkat tangannya meminta ketenangan hati yang terus bergejolak.
Sementara itu di rumah sakit, Ibu tersenyum puas karena keinginannya telah terpenuhi. Sekarang hanya tinggal menunggu kehamilan Viola saja, Ibu akan terus berdoa supaya Viola bisa hamil dan segera melahirkan anak laki-laki untuk pewaris keluarga.
Wanita itu telah menyuruh Mas Kalingga pulang ke apartemen Viola untuk melaksanakan kewajiban mereka sebagai pasangan suami istri. Ibu sudah tidak sabar untuk segera mendapatkan cucu dari Viola. Sebenarnya laki-laki atau perempuan sama saja, Ibu dan almarhum suaminya tidak masalah. Hanya saja Ibu tidak suka melihat Mas Kalingga yang begitu mencintai Melati dan kedua anak perempuannya.
Tidak ada wasiat atau Bapak yang mendatanginya di dalam mimpi meminta anak laki-laki. Hanya akal-akalannya Ibu saja. Ini semua dilakukannya hanya karena sangat iri terhadap Melati dan kedua anak perempuannya yang telah mengambil semua perhatian Mas Kalingga. Yang seharusnya perhatian dan cinta putranya hanya untuknya apalagi setelah kepergian suaminya.
Bersambung