Anne Ciara atau Anci, harus merelakan semua kebahagiaannya karena harus bertunangan dengan cowok yang menjadi sumber luka dalam hidupnya. Tak ada pilihan selain menerima.
Namun suatu hari, seseorang mengulurkan tangannya untuk membantu Anci lepas dari Jerrel Sentosa, tunangannya.
Apakah Anci akan menyambut uluran tangan itu, atau Anci memilih tetep bersama tunangannya?
" Jadi cewek gue.. Lo bakalan terbebas dari Jerrel. " Sankara Pradipta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little ky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSFA 33
" Mama nggak seharusnya ngomong begitu sama mbak.. " Terry berteriak heboh mendapati mama dan mbaknya bertengkar karenanya.
Terry lalai, karena lupa menyembunyikan obat yang diberikan oleh dokter Reno karena sudah amat mengantuk tadi. Siapa yang tahu, kalau mamanya akan pulang lebih awal dan melihat obat yang dikonsumsi Terry nampak berbeda.
" Mbak mu udah merencanakan hal yang buruk, Terry. Mama hanya menegur mbak, siapa yang tahu mbak bakalan marah. " Jana tidak mau disalahkan walaupun sebenarnya ucapan Anci tadi menyentil egonya.
" Justru mbak yang nolong Terry supaya bisa sembuh. Bukan orang yang mama bela yang ternyata selama ini hanya menjadikan Terry alat untuk memenjarakan mbak Anci. "
BRAAAKKK..
Terry masuk ke kamar dan membanting pintu kamarnya kencang sampai menimbulkan bunyi yang menggema. Jana yang melihat itu terkejut, Terry tidak pernah seperti ini sebelumnya. Lalu apa tadi ucapan terakhit Terry..
Apa Jana sudah melakukan sebuah kesalahan?
Apa yang sebenarnya disembunyikan kedua anaknya?
Tiba-tiba saja perasaan Jana jadi tidak enak. Terlebih mang Dadang yang kembali dari mengejar Anci, namun tidak kembali bersama dengan Anci.
" Maaf, bu.. Saya kehilangan jejaknya mbak Anci. " sesal mang Dadang.
" Nggak apa mang.. Biarkan Anci merenungkan kesalahannya. " Jana masih tetap kekeh mempertahankan egonya.
" Tapi, bu.. " Bi Sri hendak menyanggah, tapi langsung dihentikan Jana.
Mang Dadang dan bi Sri hanya bisa saling pandang saja. Tidak berani membantah Jana. Mereka hanya orang yang dipekerjakan oleh Jana dan suami, jelas mereka tidak pernah memiliki hak untuk ikut campur masalah apapun yang dialami oleh majikan mereka.
****
Begitu masuk ke kamar, hal pertama yang dilakukan Terry adalah menghubungi San untuk mengabari kekasih mbaknya itu jika mbaknya kabur dari rumah setelah bertengkar dengan mamanya.
Sayangnya, tidak terhubung sama sekali karena ponsel San memang sudah tidak bisa digunakan. Cowok itu belum mengganti ponselnya karena sibuk mengurus papinya di rumah sakit.
Terry pun akhirnya menyerah, dan hanya mengirim pesan saja. Berharap besok pagi San akan membaca pesannya. Terry sangat khawatir sekarang ini, mbaknya pergi dalam keadaan emosi dan lagi semalam ini, kemana mbaknya akan pergi.
" Tuhan.. Tolong lindungi mbak Anci, dimana pun dia berada.. Amin. " Terry memanjatkan doa sebelum kembali tidur. Dia masih mengantuk efek obat, tadi pun dia terbangun karena mendengar suara ribut-ribut di depan kamarnya.
*****
Tok.. Tok..
Ting.. Tong...
" ANCIIII.. " pekik Cynthia kaget bukan main melihat Anci sudah ada di depan pintu rumahnya. Belum lagi penampilan Anci yang mirip orang baru saja terkena angin puting beliung.. Berantakan.
" Cyn.. Gue.. " belum Anci menyelesaikan ucapannya, Cynthia sudah menarik Anci masuk ke dalam rumah.
Cynthia mengambilkan Anci minuman dan segera menyuruh Anci untuk meminumnya.
" Thanks.. " Cynthia mengangguk kemudian menyimpan gelas yang tadi dia berikan pada Anci.
" Lo mau kemana malam-malam masih aja keluyuran di luar? " tanya Cynthia cukup khawatir.
" Gue... Misal gue nginep disini bokap nyokap lo marah nggak, Cyn? " bukannya menjawab, Anci justru balik bertanya.
" Boleh aja. Orang tua gue mendadak berangkat ke rumah paman gue. Awalnya gue mau telepon lo sama Intan buat temenin gue. Tapi nyokap keburu nyuruh gue nginep di rumah sebelah. " papar Cynthia.
" Rumah sebelah? Emang saudara lo tinggal di sebelah? " Cynthia menggeleng.
" Rumah Dendi.. "Anci terkejut. Hilang sudah sedihnya diganti dengan rasa penasaran tingkat tinggi.
" Ck.. Muka lo biasa aja sih, Ci.. Gue lebih seneng muka lo sedih kek pas berdiri di depan rumah gue daripada muka lo sekarang yang kelihatan tengil banget gitu. " Cynthia berdecak malas. Alis Anci sudah naik turun menggodanya.
" Cerita dong!! Nggak mungkin kalian cuma tetanggaan dong. " senyum Anci terkesan menggoda.
Cynthia geleng kepala. Cukup takjub perubahan suasana hati Anci. Tadi sok sedih, sekarang malah menggodanya. Bukan apa, Cynthia terlalu malas menceritakan hubungannya dengan Dendi yang gimana ya... rumit lah pokoknya.
" Barter deh.. Lo cerita masalah lo, gue juga bakal cerita. " tawar Cynthia.
Sengaja dia menawarkan hal ini karena tahu sekali Anci tipe orang yang cukup tertutup. Jarang sekali bahkan bisa dihitung jari Anci cerita masalah pribadinya. Apalagi masalah yang sedih-sedih, pasti dia simpan sendiri.
Kalau begini kan sama aja Cynthia nggak akan menceritakan apapun soal dia dan Dendi. Dia dan Anci, sama-sama malas membahas apa yang tengah keduanya alami versi masing-masing.
" Gue.. Berantem sama nyokap. " ujar Anci setelah cukup lama menimbang apakah dia cerita atau tidak. Tapi jiwa keponya meronta, jadilah dia pun mau membuka kesedihannya untuk dia ceritakan pada Cynthia.
' Yahhhhh.. Dia malah cerita. ' keluh Cynthia sembari menangis dalam hati.
" Mama tuduh gue mau nyelakain Terry setelah tahu obat Terry berubah dan Terry ganti dokter. " Cynthia masih diam, tidak berkomentar apapun. Sengaja ingin memberikan ruang pada Anci untuk cerita.
" Setelah semuanya, cyn.. Gue dituduh pengen buat Terry mati. Lalu selama ini yang gue lakuin apa coba. Bertahan jadi tunangan iblis yang lo tahu sendiri gimana sakitnya jadi gue.. Gue.. Gue.. " Anci tidak sanggup melanjutkannya. Dia justru menangis tersedu. Bahkan sampai sesenggukan.
Cynthia sampai speechless melihat Anci menangis. Nih cewek satu paling anti menangis dalam kondisi apapun. Malah sekarang Anci justru menangis sampai separah ini.
Cynthia langsung saja memeluk Anci untuk menenangkan sahabatnya satu ini. Kasian sekali Anci, harus menjalani hidup tidak bisa sebebas anak seusianya karena tanggung jawabnya pada keluarga. Cynthia iba, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena minimnya Anci bercerita situasi yang sesungguhnya.
*****
" Udah lega? " Cynthia ulurkan kotak tisu pada Anci setelah tangis cewek ini mereda.
Ada mungkin setengah jam lebih Anci menangis. Selama itu Cynthia tetap diam dan hanya memberikan pundaknya untuk Anci.
" Thanks.. Dan sorry, cyn. " Cynthia terkekeh.
" Takjub gue.. Lo bisa nangis. "
" Sama.. Akhir-akhir ini gue sering banget nangis, Cyn. Tepatnya setelah deket sama kak San. Kek ada sesuatu yang dia punya yang bisa menarik keluar semua perasaan yang gue simpan. " terang Anci yang sama takjubnya dengan Cynthia.
" Jatuh cinta, he... " Anci tersipu malu.
Obrolan mereka terganggu ponsel Cynthia yang tiba-tiba bergetar. Sepertinya ada yang menghubungi Cynthia via telepon.
" Apa?? " sapa Cynthia begitu mengangkat panggilan itu.
" Nggak jadi.. Ada Anci nginep rumah gue.. " Anci yang namanya disebut langsung menoleh.
" Nggak usah ember ya, lo.. Gue aduin bunda kalo lo itu punya mulut kek cewek, biar dikuncir bunda mulut lo. " sembur Cynthia tahu-tahu marah.
" Bawel lo.. " Cynthia matikan panggilan itu.
" Siapa Cyn? Emangnya gue kenal kok lo sebut nama gue. " tanya Anci penasaran. Pasalnya namanya tadi sempat disebut Cynthia.
" Tetangga sebelah.. Resek bener pakai segala ngancem bakalan lapor ke kak Jerrel kalau lo disini cuma gegara gue nggak jadi nginep rumahnya. Nyebelin banget kan. " gerutu Cynthia.
Cynthia berkerut saat tatapan matanya bertatapan dengan mata Anci, " Napa muka lo kek gitu? " tanyanya curiga.
" Eeeecccciiiiieeeeeeeeee.... " seru Anci kemudian terbahak karena sukses menggoda Cynthia.