Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CUTI
Setelah huru-hara di sekolah berakhir. Kini hidup Bima sedikit tenang, meski sempat mendengar ada pertanyaan dari beberapa siswa terkait kepindahan Bu Tera dan Pak Jayadi. Pak Surya meminta pada civitas SMA untuk tidak bercerita apapun tentang Pak Jayadi dan Bu Tera pada siswa. Cukup bilang keduanya pindah satuan pendidikan, alasan tepatnya hanya ketua yayasan yang tahu. Pak Surya menghimbau untuk satu suara, mau bagaimana pun mereka pernah menjadi rekan kerja sehingga tetap menghormati nama baik mereka juga.
Kembali ke aktivitas masing-masing, dan pastinya ada selipan guyon dan drama makan siang di tengah-tengah kesibukan mereka. Hawa mengisi form cuti selama 3 hari. Dia akan mengikuti pelatihan digital marketing secara luring, alasannya biar langsung praktik dan bertemu dengan mentornya sekaligus. Hawa merogoh kocek sendiri, ia ingin menambah skill di bidang lain, agar punya kesibukan lain selain kerja di kantor. Mengingat misi hidup bahagia after patah hati akan diwujudkan.
Meski terlihat sudah move on, tapi hati orang siapa tahu. Sakit hati itu masih terasa sedikit, dan mendorongnya untuk tampil lebih baik lagi, ingin membuktikan pada Uki juga bahwa dia bisa hidup bahagia dengan berbagai pencapaian meski tanpa dirinya. Sekaligus membuka mata Uki bahwa Hawa lebih bervalue daripada Diana. Ia tidak mau diremehkan oleh perempuan yang bermodal cantik dan ngangkang doang, membalasnya dengan pencapaian yang Diana tak bisa lakukan.
"Berapa hari?" tanya Bima setelah menerima form cuti tersebut.
"Tiga hari, Pak!" jawab Hawa santai, meski wajah Bima seolah tak setuju membaca form pengajuan cuti tersebut.
"Kenapa kamu mau ambil course ini, online kan bisa?"
"Pak, belajar langsung dengan coachnya akan lebih optimal daripada kita belajar via e-course. Nanti juga bisa bertanya sepuasnya, menambah relasi juga," jawab Hawa senormal mungkin. Jangan sampai jiwa julidnya on karena kesal dengan respon Bima. Setiap karyawan punya hak cuti setiap bulan, sedangkan Hawa tak pernah mengambil cuti loh selama kerja di sini.
"Semoga bermanfaat, untuk ponsel yayasan kamu bawa atau di loker?"
"Di loker seperti biasa."
"Oke, silahkan serahkan ke saya saja selama kamu dinas luar!" ucap Bima sembari membubuhkan tanda tangan pada form cuti Hawa. Gadis itu girang, akhirnya bisa cuti juga meski dimanfaatkan untuk menambah ilmu.
Ia sendiri tak mau ambil pusing dengan permintaan Bima soal ponsel. Hawa segera menyerahkan ponsel itu, dan diminta meletakkan di meja Bima. Sepeninggal Hawa, Bima pun cek ponsel itu. Hanya ada 3 nomor yang di simpan Hawa, nomornya, nomor Bima, dan nomor ponsel ini. Bima tersenyum tipis, tanpa membuka blokir nomor Hawa di ponselnya, ia bisa mencari tahu kabar Hawa selama cuti lewat ponsel ini. Bagus juga karena Hawa tak bertanya mengapa ponsel yayasan diminta Bima, niat Bima pun makin tak terendus. Otw jadi stalker.
Nyatanya niat untuk jadi stalker tidak semulus yang Bima rencanakan. Dia sibuk rapat dengan jenjang SD dan SMP terkait evaluasi kerja tiap bulan, hingga ada beberapa kasus pembayaran yang belum menemukan solusi. Terlebih prestasi jenjang SD sangat minim, membuat Bima khawatir peminat peserta didik tahun depan berkurang. Bima meminta tim pengembangan SD belajar dari tim pengembangan SMA yang bisa branding sekolah dengan slogan Menuju Indonesia Emas 2045, diawali dengan Siswa Berprestasi.
Berdasarkan evaluasi kerja, memang tim pengembangan SD maupun SMP kesulitan deteksi siswa berbakat. Mereka sulit sekali ikut lomba, tak ada motivasi dari mereka sendiri. Kalau jenjang SMA ada motivasi untuk masuk PTN lewat jalur berprestasi, tapi jenjang SD dan SMP ada motivasi apa agar mereka berprestasi, itulah yang menyebabkan dua jenjang itu memiliki prestasi yang biasa saja.
Usai rapat, Bima pun langsung berkutat pada laptopnya, sehingga dia lupa akan ponsel itu, bahkan saat di rumah, ia baru ingat mau melihat kabar Hawa via status WA. Hari pertama cuti dilewati Bima tanpa kabar dari Hawa.
Sedangkan Hawa sendiri mengikuti pelatihan digital marketing penuh semangat, ia bertemu dengan beberapa ibu yang ingin mengubah nasib di bidang digital. Menurut pengakuan salah satu dari mereka, perempuan yang memutuskan fokus pada rumah tangga tidak ada nilainya. Sudah diminta mengatur keuangan keluarga yang pas-pas an, sedangkan kebutuhan semakin naik, bahkan ia rela melewatkan kebutuhan pribadinya sebagai perempuan demi dana darurat keluarga. Mereka pun banting setir, untuk mencari cuan di online tanpa meninggalkan tugasnya sebagai ibu rumah tangga.
Hawa terharu sekali melihat antusias mereka untuk merubah nasib, tiba-tiba teringat sang mama. Merasa bangga juga karena dengan beliau bekerja, Hawa tak pernah merasakan kekurangan, beliau pun tak pernah pusing memikirkan harga sembako yang naik. Cuma minusnya banyak waktu yang hilang bersama Hawa kecil dulu. Ah, memang dilema. Tapi semua bisa terlewati sesuai keyakinan masing-masing, karena seorang ibu pasti hebat untuk keluarga masing-masing.
Hawa pun sedikit trauma memiliki ibu yang bekerja dengan sistem kerja shift begitu, oleh sebab itu sebelum dia menikah, maka dia harus mencari side job, siapa tahu suaminya nanti meminta dia menjadi ibu rumah tangga. Maka Hawa tak mau untuk berdiam diri, dia juga harus berdaya meski hanya di rumah. Semangat semua perempuan hebat!
Selain semangat mencari ilmu, relasi, dan pengalaman baru, Hawa terkejut karena yang menjadi tutor pelatihan ini adalah Rafka, kakak kelas di SMA dulu yang juga ketua OSIS. Rafka dan Hawa kenal, mereka sempat satu organisasi selama satu tahun. Ternyata, narasumber yang seharusnya bernaman Karenina, dialihkan kepada Rafka, karena mendadak Karenina mendapat musibah tadi malam, sang ayah terkena serangan jantung, sehingga tidak bisa mengisi pelatihan kali ini.
Rafka sendiri kaget saat menatap Hawa yang duduk di bangku paling depan, tak menyangka setelah sekian tahun tak bersua, kini kembali berjumpa pada moment berbagi skill.
"Gimana Uki?" tanya Rafka yang tahu kisah asmara pasangan atlet voli sekolah itu, keduanya duduk berhadapan saat makan siang dengan nasi kotak. Bahkan Rafka sengaja tak berkumpul dengan panitia demi menemani adik kelasnya ini.
"Uki mungkin baik, udah putus aku, Kak!" ucap Hawa bicara santai sembari menyuapkan nasi. Tak ada jaim-jaimnya Hawa di depan Rafka, toh mereka pernah makan bersama saat LDKS dulu.
Mendengar kabar itu, Rafka langsung tersedak. Kaget saja, tak menyangka pasangan yang dianggap serasi dan berhubungan lama bisa putus juga. "Aku kira kamu udah nikah, Wa sama Uki!"
Hawa menggeleng. "Belum ada rencana, Kak. Tapi beruntung sih, gak ada rencana kalau berakhir begini."
"Turut berduka deh, Wa!"
"Aku gak mati kali, Kak!" Rafka langsung tertawa, juteknya Hawa ternyata masih sama saat SMA dulu.
"Kakak sendiri udah nikah?"
"Belum, calonku meninggal sebulan yang lalu, setelah kita lamaran malah!" Hawa langsung menatap Rafka, sendu. Tak bisa membayangkan sedihnya, patah hati karena dipisahkan oleh maut.
"Turut berduka cita ya, Kak!" Rafka hanya tersenyum tipis sembari mengangguk. Sedihnya masih terlihat, tapi Rafka berusaha kuat. Mau menyalahkan takdir, tetap saja sang kekasih tidak bisa kembali.
"Nomor kamu berapa, Wa? Ponselku hilang, makanya banyak nomor teman SMA yang hilang juga," ucap Rafka sembari menyodorkan ponselnya, meminta Hawa menuliskan nomor kontak. Mereka pun kemudian melanjutkan obrolan entah semasa SMA maupun pengalaman kerja.
"Sini Wa, poto dulu!" ucap Rafka sebelum kembali ke panitia. Keduanya berpoto dengan senyum bahagia, layaknya bertemu teman lama. Bahkan Hawa langsung mengunggah foto mereka ke status WA.
Ilmu baru, relasi lama, hai Kak Rafka, aku muridmu sekarang 😆😆😆. Begitu caption yang ditulis Hawa menyertai foto tersebut.
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭