NovelToon NovelToon
Dijodohin Dengan Kepala Desa

Dijodohin Dengan Kepala Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cintamanis / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: komurolaa

Ketika Olivia, gadis kota yang glamor dan jauh dari agama, dipaksa menikah dengan Maalik—kepala desa yang taat, dunia mereka berbenturan. Tapi di balik tradisi, ladang, dan perbedaan, cinta mulai tumbuh… pelan-pelan, namun tak terbendung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon komurolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[ BAB 26 ] Tak Akan Melepas

Olivia berhenti seketika. Suara kunci yang diputar terdengar begitu tegas, seperti palu yang mengetuk hatinya. Ia menoleh perlahan, matanya membara, melihat Maalik berdiri di depan pintu dengan dada naik-turun, wajahnya penuh kegelisahan.

"Maalik! Buka pintunya sekarang juga!" Olivia membentak, suaranya bergetar karena marah bercampur tangis.

Maalik menggeleng pelan, suaranya serak. "Saya nggak akan biarkan kamu pergi dalam keadaan kayak gini, Olivia."

Olivia menahan napas yang tercekat, jemarinya mencengkeram erat gagang koper. "Lo pikir gue main-main? Gue beneran mau cerai, Maalik. Gue mau pulang!" teriaknya.

"Saya tidak izinkan!" tegas Maalik, nadanya pecah menahan emosi.

"Gue nggak peduli. Gue mau ce—"

Kata-kata Olivia terputus seketika. Bibirnya dibungkam oleh ciuman Maalik yang datang tiba-tiba. Olivia terperanjat, tubuhnya berontak, kedua tangannya mendorong dada suaminya dengan penuh perlawanan.

Namun Maalik tak bergeming. Nafasnya memburu, namun kedua tangannya tetap menahan tubuh Olivia agar tidak pergi.

Ciumannya semakin dalam, penuh desakan, seakan ingin menghapus setiap kata cerai yang sempat terucap. Olivia meronta, tapi genggaman dan keteguhan Maalik membuatnya tak bisa lepas. Bibirnya dilumat dengan keras, seolah Maalik menolak memberikan ruang bagi istrinya untuk kembali melontarkan kata-kata yang paling ia benci.

Olivia terperangah, napasnya tercekat ketika bibir Maalik menutup mulutnya. Ia berusaha meronta, tangannya mendorong dada bidang suaminya, tetapi semakin ia melawan, semakin erat pula Maalik menahannya.

"Mmmhh..." Olivia menggumam protes, tubuhnya meronta, namun Maalik tak memberi celah. Dengan ketegasan penuh, ia menuntun tubuh istrinya hingga jatuh ke ranjang. Koper yang tadi digenggam Olivia terlepas dan jatuh ke lantai, terbuka sedikit, memperlihatkan baju-baju yang sempat dipaksa masuk.

Maalik menunduk, menahan kedua pergelangan tangan Olivia di sisi kepala. Napasnya panas, memburu di wajah istrinya. "Kamu tidak boleh mengucapkan kata itu, Olivia," bisiknya lirih, nyaris patah, di sela ciumannya yang masih menuntut.

Air mata Olivia turun deras. Ia merasa marah, sakit hati, sekaligus terhimpit oleh getaran aneh yang lahir dari desakan Maalik. "Lepas... Maalik...," suaranya pecah di sela tangis.

Namun Maalik justru semakin menekan keningnya pada kening Olivia, menatap langsung ke dalam mata yang basah itu. "Kalau kamu marah, kalau kamu benci saya, katakan semuanya. Hina saya, maki saya... tapi jangan pernah bilang kamu mau pergi. Jangan pernah bilang kamu mau cerai..." suaranya bergetar, lirih tapi sarat luka.

Olivia menutup mata rapat-rapat, hatinya diguncang. Ia ingin tetap keras, tapi pelukan Maalik terasa terlalu nyata, terlalu hangat untuk ia ingkari. Bibirnya kembali dibungkam, kali ini lebih lembut, lebih dalam. Ciuman itu bukan lagi sekadar paksaan, tapi jeritan hati yang tak ingin kehilangan.

Maalik melumat bibir istrinya perlahan, memberi ruang, seolah memohon agar Olivia merasakan isi hatinya melalui ciuman itu. Sementara tangannya mengusap lembut pipi Olivia yang basah oleh air mata.

Di antara detik-detik yang mencekam itu, pertengkaran mereka seakan melebur. Yang tersisa hanyalah dua hati yang sama-sama terluka, sama-sama ingin dimengerti, namun terikat dalam rasa yang tak bisa dengan mudah diputuskan.

----

Setelah berciuman cukup lama, Olivia terengah di pelukan suaminya. Nafasnya memburu, matanya masih basah, sementara Maalik pun sama. Ia bersandar di ranjang, memeluk istrinya erat-erat seakan tidak ingin ada jarak sedikit pun di antara mereka.

"Saya minta maaf, Olivia..." bisik Maalik dengan suara serak, penuh penyesalan. "Saya minta maaf..." Ia lalu menunduk, mengecup lembut puncak kepala istrinya, memberi kehangatan yang ingin menenangkan badai di hati Olivia.

Olivia hanya terdiam. Jemarinya sibuk mengusap sisa air mata yang membasahi pipinya.

Dengan penuh kesabaran, Maalik menunduk, menatap wajah istrinya. "Ibu saya bicara apa, Olivia?" tanyanya lembut, seakan takut pertanyaan itu akan membuat luka istrinya semakin dalam.

Olivia tetap tak segera menjawab, ia tetap diam.

Maalik lalu menggenggam tangan istrinya, meremasnya hangat. "Saya mohon... tolong katakan, Olivia. Jangan simpan sendiri. Saya ingin tahu..." ucapnya tulus.

Olivia menghela napas panjang, lalu akhirnya suara parau itu keluar, patah-patah namun jelas. "Nyokap lo bilang... mami sama papi gue nggak bisa ngajarin gue sopan santun..."

Maalik tertegun, hatinya serasa diremas kuat-kuat.

Olivia melanjutkan dengan sorot mata tajam, “Dia juga bilang… lo salah pilih istri.”

Sekejap, dada Maalik terasa terhimpit. Namun bukannya melepaskan, ia justru semakin mengeratkan pelukannya. Direngkuhnya Olivia erat, seakan ingin melindunginya dari setiap kata yang telah melukai. Bibirnya kembali menyentuh kepala sang istri, menghadiahkan kecupan penuh kasih

Dengan suara lembut yang nyaris bergetar, Maalik berkata, "Saya tidak salah memilih istri, Olivia. Tidak pernah sekalipun saya menyesal. Justru saya sangat bersyukur... Allah mempertemukan saya dengan Olivia Yvaine Hadikusuma."

Ia menarik napas, lalu melanjutkan dengan ketulusan yang dalam, "Saya juga berterima kasih kepada mami dan papi kamu... karena sudah mendidik anak mereka dengan penuh kasih sayang, sampai menjadi wanita yang kuat, penuh cinta, dan berani memperjuangkan dirinya. Saya tahu... Olivia keras kepala. Tapi keras kepalanya itu justru membuat saya belajar banyak. Membuat saya sadar betapa berharganya kamu untuk saya."

Tangannya mengusap lembut rambut Olivia, sementara pelukannya semakin hangat. "Saya tidak akan pernah biarkan siapa pun membuat kamu merasa tidak pantas. Kamu... adalah anugerah terbesar dalam hidup saya."

1
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor /Good/
komurolaa: terimakasih kak💗
total 1 replies
Gái đảm
Endingnya puas. 🎉
Hoa xương rồng
Teruslah menulis dan mempersembahkan cerita yang menakjubkan ini, thor!
komurolaa: terimalasih kak
total 1 replies
Dani M04 <3
Menggugah emosiku.
komurolaa: terimakasih sudah mampir kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!