NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah Dendam Masa Lalu

Rakha melompat menuruni dua anak tangga terakhir, nyaris kehilangan keseimbangan. Nafasnya berat, tapi pikirannya hanya satu: Emily.

Begitu keluar rumah tua itu, udara malam menusuk paru-parunya. Dari jarak beberapa meter, ia sudah melihat Emily di dalam mobil, wajahnya tegang sambil terus memandang ke arah seorang pria bertopeng hitam yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan.

Pria itu tak bergerak, hanya menatap mobil mereka. Seperti sedang menghitung langkah Rakha.

“Emily! Buka pintunya!” Rakha berlari.

Pria bertopeng itu akhirnya bergerak—langkahnya ringan tapi mantap, menuju ke sisi mobil. Rakha meraih batu di dekat kakinya dan melemparkannya keras ke arah pria itu.

Batu meleset, tapi cukup membuat pria itu berhenti sejenak, lalu menoleh ke Rakha. Mata mereka bertemu, dan Rakha bisa merasakan… tatapan itu bukan tatapan acak. Ada dendam di sana.

“Pergi dari sini!” teriak Rakha.

Pria itu malah tersenyum samar di balik maskernya, lalu berbalik dan berlari masuk ke gang gelap di belakang rumah tua itu.

Rakha cepat masuk ke mobil, menyalakan mesin, dan melaju menjauh dari tempat itu. Emily masih gemetar, tangannya mencengkeram kursi.

“Ayah… siapa dia?” tanyanya dengan nada berbisik.

Rakha menatap ke kaca spion, ke arah gang gelap yang semakin menjauh. “Entah… tapi ayah rasa dia bukan orang asing.”

"Lalu siapa?" Emily tambah penasaran.

Rakha tidak langsung menjawab pertanyaan Emily. Matanya fokus ke jalan, tapi pikirannya berputar cepat. Bayangan pria bertopeng itu terus menghantui.

Pesan-pesan ancaman di ponselnya minggu lalu… foto-foto yang diambil diam-diam… semuanya seperti mulai menyatu menjadi satu skenario.

“Ayah, kenapa ayah diam saja dari tadi? Jangan bikin aku tambah takut,” ucap Emily lirih, memeluk tubuhnya sendiri.

Rakha menarik napas panjang. “Beberapa hari ini… ada yang mengirim pesan ke ponsel ayah. Nggak jelas siapanya, tapi nadanya seperti mengenal ayah. Ayah pikir cuma orang iseng, jadi ayah nggak cerita sama siapa pun.”

Emily menoleh cepat. “Kenapa ayah nggak bilang?! Kalau aku tahu, aku nggak mungkin datang sendirian ke tempat itu.”

“Ayah nggak mau semuanya khawatir,” jawab Rakha, suaranya menegang. “Tapi ternyata orang itu… benar-benar ada. Dan dia sengaja memancing kamu.”

Emily memejamkan mata, menahan isak. “Berarti dia tahu kita. Dia tahu aku…”

Rakha mengeratkan genggaman di setir. “Bukan cuma tahu… dia seperti ingin ayah datang. Dan itu berarti…”

Rakha tak melanjutkan. Ujung pikirannya terlalu gelap untuk diucapkan. Yang jelas, dia tahu satu hal—pria bertopeng itu membawa dendam kepada keluarganya yang belum selesai.

Ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rara supaya bisa kembali lagi ke tempat itu setelah Emily sampai di rumah.

Sesampainya di rumahnya, Rakha mempersilakan Emily masuk dan duduk di sofa. Perempuan itu masih gemetar, jadi Rakha meminta bibi untuk membuat teh.

"Ibu kemana, Bi?" tanya Rakha. Dia merasa rumahnya sepi.

"Tadi ibu ke rumah Bu Soraya, Pak. Katanya Non Emily gak ada di rumah."

Rakha mengerutkan keningnya. Namun pikirannya sama sekali tak tenang. Ia mengambil ponsel, membuka kembali pesan-pesan misterius itu.

Pesan pertama: “Kamu pikir semua sudah selesai? Kamu salah.”

Pesan kedua, beberapa hari kemudian: “Aku akan mengambil apa yang paling berharga darimu.”

Lalu, pagi ini: “Datanglah. Atau kamu akan menyesal.”

Rakha menatap layar itu lama, lalu masuk ke ruang kerjanya, mengabaikan bibi yang mematung di tempat. Ia menyalakan laptop dan menghubungkan ponselnya, mencoba melacak lokasi asal pesan menggunakan software sederhana yang dulu pernah ia pakai saat menangani masalah keamanan perusahaan.

Beberapa kali ia mencoba—hasilnya sama: lokasi acak yang berpindah-pindah. Tapi ada satu hal yang mencurigakan.

Di meta data salah satu foto ancaman yang dikirimkan, masih ada koordinat GPS yang belum dihapus sempurna. Rakha segera menyalinnya ke Google Maps.

Titik itu… berada di pinggiran hutan kecil dekat gudang tua, tempat di mana radi Emily di jebak.

Rakha menutup laptopnya dengan cepat. Pandangannya tajam. “Kalau dia pikir aku akan diam saja, dia salah.”

Emily yang mendengar dari ruang tamu menatap cemas. “Ayah, mau ke sana?”

Rakha menatapnya, suara pelan tapi penuh tekad. “Ayah harus tahu siapa dia… sebelum dia datang lagi mengganggu keluarga kalian.”

"T-tapi ayah..." jelas Emily terlihat khawatir karena ini tentang keselamatan. Dia belum pernah mengalami hal ini dan ini pertama kalinya ada orang yang jahat kepada keluarganya.

"Tenang, ya. Ayah harus menyelesaikan semua ini. Ini demi keamanan kalian kedepannya." ucap Rakha. Mencoba menenangkan.

Emily hanya busa menatap kepergian Rakha yqng tidak bisa dicegahnya. Dia beralih ke dapur untuk menemui bibi.

***

Sesampainya di tempat tadi, Rakha langsung masuk ke dalam gudang tua itu.

Krek...

Tiba-tiba suara orang seperri menginjak ranting terdengar oleh Rakha. Ia mencoba mundur dan tetap waspada. Namun punggungnya membentur dinding yang dingin.

“Siapa kamu?!” suaranya tegas, meski nadanya sedikit gemetar.

Langkah kaki itu semakin dekat, dan samar-samar Rakha mulai melihat wajah seseorang saat cahaya remang dari celah atap menerpa—

matanya terbelalak.

“Rizal?!”

Pria itu tersenyum miring, tapi senyumnya tidak seperti yang pernah Rakha lihat saat mereka masih berbicara baik-baik. Ada tatapan penuh kebencian di sana.

“Kamu merebut semua yang harusnya jadi milikku, Om Rakha,” ucap Rizal pelan tapi penuh tekanan. Rizal adalah anak tertua dari Andri dan Erna,lebih tepatnya kakaknya Disa namun beda bapak.

“Perusahaan… keluarga… bahkan Emily.”

Rakha menghela napas, mencoba mengendalikan diri. “Emily tidak akan pernah menjadi milikmu.”

Namun, sebelum sempat bicara lebih jauh, Rizal mengangkat sesuatu dari belakang punggungnya—sebuah linggis berkarat.

Rakha langsung bergerak refleks. Ia menendang meja foto di tengah ruangan itu hingga berantakan, lalu melompat ke samping untuk menghindar dari ayunan linggis itu. Suara besi menghantam dinding membuat serpihan kayu beterbangan.

“Lo udah gila, Zal!” teriak Rakha.

“Bukan gue yang gila… tapi lo yang bikin semuanya hancur!”

Rakha tahu ia tidak boleh bertarung di tempat sempit ini. Matanya cepat menyapu ruangan, mencari celah keluar. Ada sebuah jendela tua di sisi kanan, kacanya sudah pecah setengah.

Tapi Rizal bergerak cepat, memblok jalannya. “Lo gak akan keluar sebelum gue puas.”

Rakha menggertakkan gigi. “Kalau lo nyentuh Emily atau Razka…”

Ia merunduk, meraih pecahan kayu panjang di lantai, bersiap menghadapi ayunan berikutnya.

Udara tegang. Dua pria itu saling menatap tajam di tengah gelap dan bau besi tua.

Satu langkah salah, dan malam itu bisa berakhir tragis.

Rizal kembali mengayunkan linggis, tapi kali ini Rakha menangkis dengan pecahan kayu di tangannya. Suara duk! menggema di ruangan, getarannya sampai ke tulang. Rakha mundur setengah langkah, lalu tiba-tiba meraih ponsel Rizal yang terlihat menyembul di saku jaketnya.

Rizal kaget, tapi Rakha sudah menekan tombol daya berkali-kali—cara cepat untuk mengirim sinyal darurat ke nomor yang sudah ia atur sebelumnya.

Nama Emily pasti sudah menerima notifikasi lokasi.

“Lo pikir bisa lolos begitu aja?!” Rizal menerjang.

Rakha menghindar, membuatnya terpojok dekat jendela. “Zal, berhenti! Lo masih bisa—”

“Gue udah gak punya apa-apa lagi!” Rizal memotong, matanya merah penuh dendam. "Gara-gara Razka hidup gue jadi berantakan." geramnya.

Linggis itu melayang lagi, tapi kali ini Rakha menunduk, menendang lutut Rizal sekuat tenaga hingga pria itu jatuh terduduk sambil mengumpat kesakitan. Tanpa pikir panjang, Rakha memanfaatkan momen itu untuk memanjat jendela yang separuhnya sudah pecah.

Kaca yang tersisa menggores lengannya, tapi ia berhasil keluar. Udara malam yang dingin menusuk paru-paru, namun Rakha tak berani berhenti. Ia berlari ke arah jalan setapak di antara pepohonan, berharap suara langkahnya bisa menyatu dengan deru angin.

Di belakang, terdengar suara Rizal meraung, “Om Rakhaaa!”

Rakha tidak menoleh. Yang ada di pikirannya hanya satu: Emily dan Razka harus selamat.

Rakha segera menghubungi kantor polisi menggunakan ponsel Rizal. Beruntung polisi itu cepat merespon dan akan segera datang ke lokasi.

***

"Ayah, awasss...!"

Bersambung

1
Nur Adam
lnju
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!