Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Wajah Yang Kembali Memanas
Kimi menatap pantulannya di depan cermin dalam kamar tamu yang ditempatinya dan Bunda semalam.
Kimi bisa bernapas lega setelahnya ketika mengetahui Arkan tidak tidur diruangan yang sama dengannya tadi malam.
Entah bagaimana ia bisa menghadapi Arkan tadi malam, karena jantungnya yang akan berdegup kencang hanya saat mengingat apa yang dilakukan lelaki itu padanya. Kimi jadi tidak bisa mengerti dengan dirinya sendiri.
Kimi memerhatikan pantulannya dicermin. Ia sedang mengenakan kebaya warna Mauve dengan model yang lebih fresh, yang memiliki aksen brokat dan payet pada bagian dada, lengan, dan juga pinggang. Beserta rok lilit polos dengan warna senada yang membalut pinggangnya.
Namun, tiba-tiba saja terlintas dipikirannya tentang bagaimana pendapat Arkan padanya saat ini.
"Cocok ngga, yah?" Kimi bicara pada dirinya sendiri, lebih kearah bertanya.
"Bisa-bisa, Mas Arkan malah lihatnya kaya lebih tua. Lagi." Lalu Kimi mendekatkan wajahnya di depan cermin.
"Lipstiknya juga ketebalan, kayanya, deh?" Kimi baru saja hendak mengapus listiknya dan mengaplikasikannya dengan yang sedikit lebih tipis, saat tiba-tiba saja pintu kamar terbuka.
Dan membuatnya kaget saat yang muncuk dibalik pintu itu adalah orang yang ingin dia hindari dari sejak semalam.
Untuk sejenak Kimi merasa waktu terhenti, dan hatinya kembali berdesir saat bayangan itu kembali terlintas begitu saja. Lalu tanpa sadar kedua tangan Kimi bergerak mengipasi wajanya yang terasa memanas saat itu juga.
"Mas, mau ganti baju disini, dek!" Ucap Arkan setelah berdeham, lalu berjalan menghampirinya.
Lelaki itu hanya mengenakan baju kaos hitam polos saat ini. Karena, usai sholat berjamaah. Arkan sibuk kesana kemari memastikan berbagai hal yang harus disiapkan untuk acara nanti.
"Kemeja Mas ada dimana, yah, Dek? Ada ditempat yang sama, kan, kemaren?" Arkan berjalan menuju koper mereka yang terletak di samping lemari kayu. Lalu membukanya disana.
Melihat Arkan yang kesulitan menemukan kemejanya diantara tumpukan baju yang lain, membuat Kimi tergerak untuk mendekat setelah meminimalisir degup jantungnya yang sempat berdetak tidak karuan.
"Ketemu ngga, Mas?" Kimi bertanya seraya berjongkok didekat Arkan.
"Ngga, Dek." Jawab Arkan sedikit gugup dengan napas tertahan ketika ia mencium aroma floral dari tubuh Kimi saat wanita itu mendekat.
Arkan merasa kacau semenjak apa yang dilakukannya pada Kimi semalam.
Tidurnya jadi tidak nyenyak, kesulitan untuk fokus. Juga sedikit perasaan yang ingin selalu bersama Kimi meski tadi malam ia memilih tidur diruang tengah bersama bapak-bapak yang lain. Yang telah membantu ini-itu untuk acara.
"Sini, Mas. Aku carikan." Kimi menarik koper itu mendekat padanya, lalu mulai mengangkat tumpukan baju di dalam koper itu satu persatu.
"Ini kan, Mas." Ujarnya setelah menemukan kemeja dengan warna senada dengan Kimi.
Arkan mengangguk, lantas mengambil kemeja itu dari tangan Kimi.
"Kamu belum keluar, Dek?" Tanya Arkan lagi sembari melepas kaosnya.
Kimi memalingkan wajahnya. Entah kenapa, padahal sebelumnya ia juga pernah melihat Arkan mengganti pakaiannya di dalam kamar mereka saat Kimi sedang membaca buku di atas kasur mereka. Namun kali ini ia merasa jawabnya kembali memanas untuk suatu hal yang tidak ia mengerti.
"Ini mau keluar, Mas." Jawabnya pelan.
Arkan berucap lagi. "Barengan, aja. Dek!"
Untuk itu, Kimi akhirnya menunggu. Mendudukan dirinya ditepi kasur.
Untuk waktu yang cukup lama, Kimi memerhatikan Arkan yang memunggunginya sembari mengancingkan kemeja.
Kimi akhirnya keluar dari dalam kamar bersama Arkan. Langkah mereka langsung menuju pada halaman depan rumah, tempat berlangsungnya acara sekarang.
Mata Kimi tertuju pada pelaminan, yang berhiaskan dengan bunga hidup yang memberikan kesan keindahan juga kebahagiaan. Menciptakan suasana romantis dan segar dalam acara.
"Mau ambil makan dulu, Dek?" Arkan menatapnya dengan kedua alis terangkat saat ia tidak kunjung menjawab. Sebab atensinya sekarang tertuju pada calon mempelai pria yang duduk bersebrangan dengan penghulu. Buatnya justru teringat pada saat ia berada di dalam kamar mendengarkan kalimat qabul dari Arkan.
Lalu lamunannya terhenti saat ia merasakan sentuhan hangat pada tangannya. Dan kehangatan itu berasal dari telapak tangan besar itu.
"Kenapa, Mas?" Tanya Kimi saat melihat Arkan yang menatapnya seperti sedang menunggu jawaban darinya.
"Kamu mau makan dulu? Mas, ambilkan."
Kimi segera menggeleng. "Engga, Mas. Aku mau lihat akad dulu."
"Tapi kamu belum sarapan pagi tadi, Dek." Arkan menatapnya khawatir bahkan tangan mereka masih saling tertaut.
"Paling engga makan yang ringan-ringan dulu. Mau, yah? Mas ambilkan!"
Kimi menggeleng. "Nanti, Mas. Aku bisa ambil sendiri kalau aku mau." Kimi lalu melangkah mendekati panggung pelaminan tanpa melepaskan tautan tangan mereka berdua, yang otomatis membuat Arkan mengikuti langkahnya yang mengajak lelaki itu untuk mendekati kursi yang sudah disediakan di depan pelaminan.
Akan tetapi, karena banyaknya orang yang juga berdesakan untuk duduk dikursi yang sudah tersedia itu membuat Kimi nyaris terjatuh jika saja Arkan tidak menarik pinggangnya. Membawa tubuhnya untuk lebih dekat dengan Arkan hingga ia bisa menghidu aroma Aquatic itu lagi dari tubuh lelaki itu.
"Duduk, sini, Dek." Kata Arkan setelah menuntunnya untuk mendapatkan kursi yang di depan. Sampai kemudian mereka duduk pun Arkan masih saja merangkul pinggannya, seakan tak ingin lepas darinya.
Yang lebih aneh, Kimi tidak keberatan sama sekali. Ia membiarkan tangan Arkan bertengger dipinggangnya dengan jarak sedekat itu.
Meski sekarang jantungnya kembari berdetak dengan tidak normal. Menjadikannya tidak begitu fokus mendengar kalimat ijab dari Paman yang sekarang sedang menjabat tangan calon suami dari Namita.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Namita Yunasya binti Arifin Haidar dangan–"
Kimi hanya menoleh ke samping dalam jarak dekat pada wajah yang menatap pelaminan dengan senyum terkembang.
Sampai seruan kata sah itu terdengar Kimi hanya melihat pada mulut Arkan yang terbuka saat lelaki itu juga menyerukan kata sah tadi bersama yang lainnya.
Kemudian perhatian Kimi tercurah pada kedua bibir lelaki itu yang seketika saja membuat wajahnya kembali memanas.
"Kenapa, Dek?" Arkan menatap Kimi yang kini sibuk mengipasi wajahnya, padahal hari tidak begitu panas.
"Panas, yah?"
"Sedikit. " Kimi menjawabnya dengan sedikit terbata, mungkin karena wanita itu sekarang yang menundukan wajahnya.
Arkan jadi bingung harus melakukan hal apa untuk membantu Kimi, jadi ia hanya melonggarkan tangannya yang berada dipinggang Kimi dan memberi jarak sampai Kimi merasa lebih lapang.