Kalandra merupakan siswa pintar di sekolah dia selalu datang tepat waktu, Kalandra bertekad untuk selalu membahagiakan ibunya yang selama ini sendiri menghidupinya. Kalandara ingin memiliki istri yang sifatnya sama seperti ibunya dan setelah dia berkata seperti itu, ternyata semesta mendengar doanya Kalandra bertemu seorang gadis cantik ketika dia membaca buku di perpustakaan. Kalandra terpesona oleh gadis itu yang belakangan di ketahui bernama Aretha. Apakah Aretha juga punya perasaan yang sama seperti Yang Kalandra rasakan. Jangan lupa selalu tunggu cerita menarik dari Kalandra dan Aretha ya...!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani Syahada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 CPPP
Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya aku dan Retha pun sampai di rumah nenek Retha. Lelahku sedikit terobati ketika kita di sambut oleh kucing kecil yang aku pungut di jalan bersama dengan nenek Retha.
“Nak, kamu sudah boleh pulang? Kamu tidak perlu di rawat lagi? Tanya nenek Retha khawatir.
Aku dan Retha pun hanya terdiam sejenak karena capek berjalan, padahal jaraknya tidak terlalu jauh, mungkin karena tidak biasa jalan kaki makanya terasa capek.
“Maaf nek, kita diam sebentar karena capek berjalan tadi!” ujarku yang masih memapah Retha.
“Oh.. iya nak, masuk sini! Biar nenek yang pegang Retha, kamu obati dulu kakimu kayaknya berdarah deh..!” ujar nenek sambil menunjukkan kaki sebelah kiriku.
Aku baru menyadari, kalau kakiku terluka soalnya aku tidak merasakan sakit sama sekali, mungkin karena dari tadi di temani calon pacar, makanya sakitnya tidak di rasa, nenek Retha pun memberikan obat merah kepadaku.
“Ini nak, obat merah untukmu! Obati cepat! Nanti infeksi lo..!” ujar nenek Retha sambil memberikan obat merah kepadaku.
“Terima kasih nek, Andra malah tidak sadar kalau kaki Andra terluka!” ujarku sambil mengambil obat merah yang di berikan nenek Retha.
Ketika aku sibuk mengoles kakiku, nenek Retha memijat Retha dengan lembut bahkan dengan suara lembutnya nenek Retha berkata.
“Kalau kamu masih lelah cucuku, biar nenek saja yang memberi makan kucingnya, selama kamu di sini kamu yang rajin memberi makan kucing, sekarang biar nenek yang kasih, kamu istirahat ya”
Kata-kata lembut itu, membuat aku sedikit iri sama Retha karena dia begitu di cintai oleh neneknya.
Maklum saja, nenek dan kakekku sudah meninggal sejak aku kecil, baik itu dari pihak ayah maupun ibu, sehingga aku benar-benar hanya tinggal berdua dengan ibu. Selain itu, ayah maupun ibuku sama-sama anak tunggal sehingga ketika mereka menikah selalu berusaha untuk saling mengisi satu sama lain, meskipun hanya sebentar tapi aku yakin kenangan ayah dan kebaikannya akan selalu aku dan ibuku simpan sampai kapan pun.
Ketika matahari mulai tenggelam, aku baru menyadari kalau ternyata aku sudah berada di desa Retha selama itu, meskipun setengah harinya ketika aku terbaring di puskesmas namun tidak membuat aku kehilangan banyak momen dengan Retha karena di puskesmas itulah yang menjadi saksi tentang kemelut pikiranku selama ini, yang selalu membuat aku pusing.
Dan akhirnya terjawab, aku tidak menyangka kalau ternyata selama ini aku kurang peka, malahan aku berpikir kalau selama ini perasaanku tidak pernah terbalas tapi ternyata aku salah, aku malah terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, sehingga tidak bisa membedakan kenyataan dan hayalan.
Namun sekarang, aku sudah mendapatkan jawaban pasti, tinggal bagaimana aku menjaganya karena aku masih pemula yang tentunya harus banyak belajar agar hubungan ini tetap awet sampai ke tahap serius.
“Andra, sudah belum kamu olesi obatnya, malah melamun!” ujar Nenek Retha, yang sedari tadi ternyata memperhatikanku.
Sudah aku duga, disaat aku sibuk memikirkan sesuatu pasti ada seseorang yang memperhatikan dan mungkin saja itu yang membuat aku tidak peka, karena menganggap orang yang memperhatikan aku hanya sekedar padangan biasa.
Soalnya aku takut saja, kalau aku terlalu percaya diri nanti malah di bilang gede rasa lagi, makanya itu aku tidak terlalu memikirkannya dan hal itu justru malah membuatku pusing karena tidak bisa membedakannya. Sehingga membuatku menjadi orang yang di bilang tidak peka.
“Iya nek, ini dikit lagi, aku juga sekalian perban lukaku!” ujarku sambil mengambil P3K milik nenek Retha.
“Retha, tadi masih sibuk teleponan sama teman cowoknya, tenang cuma teman kok! Bukan pacar dia teman satu bangku dengan Retha!” ujar nenek Retha menjelaskan kepadaku.
Retha, punya teman cowok tapi kenapa dia tidak pernah membahasnya, apa mungkin karena aku tidak bertanya makanya dia tidak membahas hal itu, namun itukan urusan pribadi dia, mau berteman sama siapa pun itu haknya tapi entah kenapa, hatiku tiba-tiba sesak setelah mendengar Retha punya teman cowok, apa mungkin aku cemburu tapi masak iya aku sudah berada di tahap cemburu.
Sedangkan aku belum resmi menjadi pacarnya, apakah itu adalah hal yang wajar atau aku perlu bertanya kepada orang yang lebih berpengalaman, tapi di sini hanya nenek orang yang berpengalaman itu, apa aku tanya saja agar aku bisa lebih paham.
“Nek, Andra! Boleh tanya tidak, siapa cowok itu nek? Tanyaku dengan penasaran sampai-sampai aku terlalu maju ke depan nenek.
“Buset dah, maju banget kamu nak! Agak mundur dikit deh, ini nenek mau cerita tentang cowok itu! Ujar nenek Retha, sambil aku membuka telinga lebar-lebar, agar tidak ada info yang terselip nanti.
“Cowok itu namanya Aldo, dia dulu sekolah di sini! Namun setelah lulus SMP dia malah sekolah di Samarinda, padahal orang tuanya di sini! Ujar nenek Retha, sambil berbisik di telingaku.
Ketika aku mendengar hal itu, tidak tahu kenapa aku merasa seperti ada petir yang menyambar di siang hari pada langit cerah, aku sungguh tidak menyangka kalau Aldo adalah teman Retha, Aldo adalah orang yang menghancurkan sahabatku Zayan.
Seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya, Aldo merupakan orang yang membuat Zayan depresi berat dan membuatnya harus keluar sekolah.
Namun sekarang, aku harus mendengar fakta baru kalau ternyata dia adalah teman Retha tapi aku belum bertanya lebih lanjut siapa nama panjang Aldo itu, semoga bukan Aldo yang aku maksud.
“Nek, kalau boleh tahu siapa nama panjangnya? Tanyaku penasaran dengan menggenggam kuat tanganku.
“Oh... Nama panjangnya kalau tidak salah Aldo Putra Mahendra! Ujar nenek Retha dengan mengerutkan keningnya.
Aku benar-benar mendapat kabar yang tidak pernah aku duga sebelumnya karena ketika aku mendengar nama Aldo membuatku seketika merasakan dada menjadi sesak, karena menemukan fakta baru yaitu fakta kalau ternyata Aldo yang aku maksud adalah Aldo teman Retha tapi bagaimana bisa musuh sahabatku berteman dengan orang yang aku cintai, aku harus bagaimana menyikapi semua ini.
Ingin rasanya aku berteriak karena takdir yang rumit, aku benar-benar tidak bisa membayangkan hal ini. Padahal aku baru saja senang dengan pengakuan Retha tapi sekarang tiba-tiba di patahkan dengan fakta lain yang membuat aku kecewa.
“Nek, Andra! Pulang dulu ya.. ibu tiba-tiba mengirimi pesan!” ucapku dengan nada kecewa.
Namun aku tidak boleh memperlihatkan itu di depan nenek Retha karena dia tidak tahu masalah apa yang sedang terjadi.
“Loh.. kok, cepat banget nak, kamu belum makan dan belum pamit sama Retha! Ujar nenek Retha sedikit bingung karena aku tiba-tiba memutuskan pulang.
“Tidak apa-apa nek, Andra pamit sama nenek saja!” ucapku sambil mengambil helm di meja.
Aku benar-benar tidak sanggup melihat Retha dekat dengan Aldo, orang kurang ajar itu, yang sudah menyakiti dan memfitnah sahabatku sendiri.
Aku ingin sekali memukul dia tapi aku sudah lama tidak bertemu dia semenjak kelulusan sekolah SMP karena sejak itu dia seperti menghilang di telan bumi, apalagi dia juga tidak begitu mengenalku, namun tidak tahu kenapa rasa sakit ini sangat menusuk sampai tulang.
"Okelah nak, jika kamu memang buru-buru! Nenek tidak bisa memaksamu! Hati-hati ya.. Jangan ngebut-ngebut!" ucap nenek Retha, dengan mengulurkan tangannya kepadaku untuk salim.
"Baik nek, kalau begitu Andra, pamit ya..! Ucapku, dengan melambaikan tangan ke nenek Retha.