NovelToon NovelToon
Kemelut Lara

Kemelut Lara

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Cerai / Keluarga / Angst
Popularitas:721
Nilai: 5
Nama Author: _NM_

Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.

Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

XXIII

Gia mendekat perlahan ke arah anak-anaknya. Menatap lekat-lekat kedua paras itu. Benar-benar perpaduan yang sempurna. Seolah gennya tampak kalah dengan gen mantan suaminya. Sehingga parasnya yang tak terlalu rupawan tak terturunkan kepada sang anak.

Gia mengusap-usapkan tangannya ke bajunya, memastikan tangannya tak kotor dari noda.

Gia mengusap kedua pipi anaknya perlahan, seolah takut melukai. Lihat saja pipi anak-anaknya tampak kemerah-merahan, tentu Gia takut jika sedikit saja menyakiti.

" Ara.. Kara.. " Lirih Gia, menatap manik anak-anaknya.

Senyuman kecilnya terus mengembang, berbanding terbalik dengan matanya yang menyiratkan akan pedihnya rindu yang tak dapat diluapkan sejak lama.

" Anak bunda.. "

Sangat menyesakkan.

Gia tak mampu lagi menahan air matanya untuk tak jatuh.

" Maaf yah, bunda baru bisa Dateng sekarang.. Maaf bunda pernah ninggalin kalian. " Gia tak melunturkan senyumannya sedikitpun.

Paling tidak tuhan telah berbaik hati kepadanya sekarang.

" Pasti berat yah selama ini. Tapi gak apa, sekarang bunda ada disini. Rumah bunda terbuka seluas-luasnya buat kalian. Bunda memang tak bisa memberikan lebih, apalagi mengembalikan waktu yang telah terlewati. Paling tidak kalian harus tahu, sejahat apapun diluar sana kalian masih punya bunda dirumah. "

Ara dan Kara tak ada niat untuk menyahut. Mereka tak tahu harus bersikap seperti apa.

" Bunda tahu bunda salah. Bunda minta maaf. Tapi tolong sekali-kali berkunjung yah, biar rindu bunda dapat terobati. " Ucap Gia melirih.

Tangannya bergetar. Rasa rindu semakin kuat menguar.

Gia melepaskan tangannya dari anak-anaknya, mulai mengundusi aroma tubuhnya. Kala telah memastikan tubuhnya tidak memunculkan bau tidak sedap, Gia kembali berucap pada anak-anaknya.

" Boleh bunda peluk? Bunda sudah mandi kok sebelum ini. Boleh yah..  " Pinta Gia, hampir terdengar seperti memohon.

Lama tak ada yang menjawab. Hampir 30 detik Gia menunggu jawaban yang terlontar dari mulut anak-anaknya. Tapi yang Gia dapati adalah anaknya bernama Kara itu menatap jam tangannya, lalu berbalik menatap sang ayahanda.

" Yanda.. Kara sama Ara ada les. Kalau gak berangkat sekarang bisa telat kita. " Ucap Kara.

Mendengar itu batin Gia mencelos perih. Baiklah tak apa, Gia sudah merasa cukup untuk saat ini. Gia tak mau keberadaannya menyusahkan anak-anaknya.

" Nanti biar Yanda izinin ke guru- "

" Yanda, Kara gak mau bolos. Kara mau les sekarang. Kalau Yanda gak bisa nganterin biar Kara sendiri yang jalan ke tempat les-an Kara. Toh Deket juga lesnya dari sini. " Potong Kara cepat.

Gia membelalakan melihat itu.

" Eh, berangkat aja sama Yanda. Gak papa, besok-besok lagi ketemu bunda. Kara sama Ara les-nya dianterin Yanda aja yah. "

Mengingat panasnya hari ini, Gia tak mau anak-anaknya panas-panasan hanya karena tak mendengarkan perkataan sang ayahanda.

" Ayo Yanda. " Saut Kara.

Jordan diam, menatap ke arah wanita yang tampak tegar meski telah mendapatkan penolakan secara halus dari sang anak. Membuat Jordan tanpa sengaja ikut merasa sesak melihat itu.

" Tolong anterin anak-anak. Ini panas banget, kasian kalau mereka jalan. " Lirih Gia menatap ke arah Jordan, senyum kecilnya menghiasi.

Meski begitu Jordan masih menangkap sendu yang tersembunyi dari pelupuk mata mantan istrinya itu.

Menghela napas perlahan Jordan menganggukkan kepalanya.

" Salim dulu sama bun- " Belum juga Jordan menyelesaikan ucapannya, Kara sudah menarik tangan Ara.

" Ara ayo pergi. " Peringat Kara pada Ara. Kata tahu, saudarinya tengah dikelutkan oleh keadaan, lihat saja mata bulat Ara menunduk ke arah kakinya yang terbalut sepatu.

Kara menarik pergelangan tangan saudarinya, menuju ke arah mobil. Meninggalkan Jordan dan Gia sendiri tanpa kata.

" Maaf. "

" Terimakasih. "

Kalimat itu berbarengan terucap dari bibir Jordan dan Gia.

Gia tersenyum kecil.

" Ngapain minta maaf, ini semua sudah sangat cukup. Sekali lagi terimakasih. Jangan terlalu memaksa anak-anak. " Lirih Gia.

Jordan menunduk, tak mampu lagi untuk menegakkan diri. Dia sangat malu, benar-benar malu. Sudah berapa banyak luka yang telah ia torehkan pada wanita yang berada dihadapannya itu. Dan kini saat dia ingin memperbaiki semuanya, keadaan malah semakin terasa rumit.

" Tolong jaga anak-anak. "

~|~

" Yanda, makasih banget yah udah mau main sama Shila. " Ucap Shila bergelayut manja pada lengan ayahnya.

Jordan sengaja memberikan waktu lebih untuk bersama anak-anaknya. Meski Jordan tak bisa mengembalikan masa kanak-kanak sang anak, Jordan tak akan terlalu dalam menyesali hal itu. Saat ini dia hanya fokus memberikan waktu yang sempat terbuang sia-sia atas kebodohannya dimasa lalu, karena sejatinya manusia tak akan pernah dapat merubah masa lalu, tetapi manusia dapat mengusahakan masa kini dan masa depan.

Saat ini Jordan tengah mengantarkan Shila dan Bara pulang kerumah sang bunda, setelah beberapa jam menghabiskan waktu diluar.

Jordan tersenyum senang, tangannya mengusap lembut kerudung sang putri.

" Apapun untuk anak-anak, Yanda. "

Shila tersenyum penuh haru.

Ya tuhan, siapa yang mengira penantiannya berbuah manis seperti ini? Sosok yang sempat hilang, kini jadi membawa seribu bunga. Entah wanginya saja yang indah atau memang benar-benar layak disebut keindahan? Shila tak tahu pasti. Shila hanya mengetahui bahwa kini dia harus memanjatkan beribu kalimat syukur pada sang Kholik.

" Yanda keluar sama kita emang gak dimarah Tante? " Kali ini bukan Shila yang berucap, kalimat itu keluar pada putranya yang berada di sisi lainnya.

Jordan saat ini tengah duduk dikursi tengah diapit oleh kedua putra putrinya.

Jordan menoleh ke arah Bara.

" Kenapa mikir gitu? " Saut Jordan mengerutkan keningnya.

Bara menggidikan bahunya, sebagai sautan pertanyaan sang ayahanda.

" Yah, siapa tahu kan. Yanda pasti dulu lebih sering menghabiskan waktu sama keluarga Yanda, eh sekarang Yanda malah lebih sering main sama kita. Mungkin sajakan Tante sedikit terganggu dengan keabsenan Yanda dirumah. " Bara berucap tanpa menolehkan kepala kepada Yandanya, masih menyender pada jendela mobil, menatap menerawang ke arah luar mobil.

Kalimat itu terdengar santai ditelinga, tapi entah kenapa cukup menusuk direlung hati Jordan. Bagaimana bisa selama ini Jordan menghabiskan waktu bersenang-senang dengan keluarganya, tanpa mengikut sertakan bagian keluarganya yang lain?

Bagi Jordan, kasih sayang Jordan kepada anak-anaknya terbagi sama rata. Tetapi mengapa Shila dan Bara tak mendapatkan kasih sayang sama halnya dengan Ara dan Kara? Inikah yang dikatakan sama rata? Bahkan beribu kata maaf tak dapat mengisi belasan tahun keabsenannya pada kehidupan anak-anaknya itu.

Shila dan Bara juga anak-anaknya, sudah sepantasnya mereka marah pada Jordan. Bukan seperti ini. Menyambut Jordan dengan tangan terbuka, dan mencoba mengerti dengan keadaan Jordan tanpa tahu keadaan pastinya.

Didikan macam apa yang telah diberikan mantan istrinya itu pada anak-anaknya ini? Gia sudah sangat berhasil mendidik kedua anaknya dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Sedangkan disisi lain Jordan tak dapat berbuat apa-apa, kala menatap hasil didikannya sendiri tampak tak sudi menemui ibu mereka. Bukankah Jordan susah sangat gagal mendidik anak-anaknya itu?

Rasanya Jordan tak pantas disebut sebagai seorang ayah, ketika adab tak dapat terpatri di dalam lubuk hati anak-anaknya.

Bukankah menghormati orang tua adalah bentuk dari adab. Dan juga, sebaik-baiknya ilmu jika tak disertai adab akan hancur pula ilmu itu.

Gia adalah ibu hebat. Mampu menanamkan adab didalam didikannya. Begitu juga, Jordan adalah ayah yang gagal untuk menanamkan perbuatan baik pada anak-anaknya.

Tapi bukan kah memang Jordan sedari dulu tak pernah baik? Masa lalunya bahkan tak lebih dari seorang pria brengsek yang semena-mena akan kehidupan seseorang.

Bukankah buah jatuh tak jauh dari pohonnya? Tentu itulah yang dapat anak-anak Jordan petik dari kehidupannya yang jauh dari kata baik.

1
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
mampir yaa /Hey/
Jeremiah Jade Bertos Baldon
Aku ngerasa masuk ke dalam cerita, coba cepetan lanjutin thor!
Dzakwan Dzakwan
Wuih, nggak sabar lanjutin!
Harry
Ngebayangin jadi karakternya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!