NovelToon NovelToon
Kitab Dewa Naga

Kitab Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Ahli Bela Diri Kuno / Ilmu Kanuragan
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mazhivers

Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 31

Raka dengan sigap mengayunkan Pedang Sinar Naga, cahaya putih kebiruannya membelah kegelapan gua. Salah satu makhluk itu bergerak cepat, cakarnya yang tajam berusaha meraih Raka. Namun, Raka berhasil menghindar dan menebaskan pedangnya, mengenai sisi tubuh makhluk itu. Makhluk itu menggeram kesakitan dan mundur selangkah, terlihat bekas luka bakar kebiruan di sisiknya.

Sementara itu, Maya dengan lincahnya menghindari serangan makhluk yang lain. Ia menggunakan potongan kayu yang ia bawa untuk menusuk mata makhluk itu, membuat makhluk itu mengaum marah dan mengayunkan cakarnya secara membabi buta. Sinta dengan cepat melompat ke punggung makhluk itu dan menusukkan pedang kecilnya ke lehernya berulang kali. Makhluk itu meronta-ronta, mencoba menjatuhkan Sinta.

Kakek Badra, dengan tongkat kayunya, memberikan serangan-serangan terarah ke kaki-kaki makhluk itu, mencoba membuatnya kehilangan keseimbangan. Pengalamannya bertarung terlihat jelas dalam setiap gerakannya yang efisien.

Pertarungan berlangsung sengit dan cepat. Kedua makhluk itu kuat dan ganas, namun Raka dan teman-temannya bekerja sama dengan baik. Raka, dengan Pedang Sinar Naga, menjadi ujung tombak serangan mereka, sementara Maya dan Sinta memberikan dukungan dari samping, dan Kakek Badra mengendalikan gerakan musuh.

Akhirnya, setelah beberapa saat bertarung dengan gigih, mereka berhasil melumpuhkan kedua makhluk itu. Satu makhluk terkapar dengan luka bakar parah akibat serangan Pedang Sinar Naga, sementara yang lainnya tergeletak tidak bergerak setelah serangan bertubi-tubi dari Sinta dan pukulan mematikan dari Kakek Badra.

Mereka bertiga terengah-engah, lega karena berhasil selamat. Raka melihat ke arah altar, tempat Perisai Naga Perkasa bersinar dengan cahaya keemasan yang hangat. Ia berjalan mendekat dan meraih perisai itu.

Perisai itu terasa ringan di tangannya meskipun tampak kokoh dan besar. Terbuat dari sisik naga yang sangat besar, permukaannya dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang menggambarkan naga-naga yang saling melindungi. Cahaya keemasan yang terpancar darinya memberikan rasa aman dan kekuatan.

"Kita berhasil," kata Maya dengan nada lega, menghampiri Raka.

Sinta mengangguk setuju. "Perisai ini pasti akan sangat berguna dalam pertarungan kita melawan Kaldor."

Kakek Badra tersenyum bangga melihat mereka. "Kalian telah menunjukkan keberanian dan kerja sama yang luar biasa. Kalian memang pantas mendapatkan perisai ini."

Raka merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir dari perisai itu saat ia memegangnya. Bersama dengan Kitab Dewa Naga dan Pedang Sinar Naga, ia merasa mereka kini memiliki harapan yang lebih besar dalam menghadapi Kaldor.

"Kita tidak boleh berlama-lama di sini," kata Raka. "Kaldor pasti akan merasakan hilangnya artefak ini. Kita harus segera mencari artefak suci berikutnya." Ia melihat peta di benaknya, mengingat lokasi-lokasi lain yang ditandai. "Aku melihat sebuah tempat di hutan belantara di selatan, ditandai dengan simbol mahkota. Mungkin artefak berikutnya ada di sana."

Mereka bertiga setuju dengan rencana Raka. Setelah beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, mereka meninggalkan gua di balik air terjun, membawa bersamanya Perisai Naga Perkasa. Pulau Seribu Naga telah memberikan mereka perlindungan yang mereka butuhkan, dan kini mereka siap untuk melanjutkan perjalanan menuju selatan, mencari artefak suci berikutnya yang akan membantu mereka dalam perjuangan melawan kegelapan.

Dengan Perisai Naga Perkasa di tangan, mereka kembali ke pantai tempat Pak Tua Barjo menunggu dengan perahunya. Pak Tua Barjo sangat gembira melihat mereka kembali dengan selamat, dan bahkan lebih terkejut lagi melihat perisai naga yang berkilauan itu. Tanpa banyak bertanya, ia segera menyiapkan perahunya untuk membawa mereka kembali ke daratan.

Perjalanan kembali ke daratan terasa lebih cepat dan tenang. Lautan tampak lebih bersahabat, seolah-olah alam pun ikut senang dengan keberhasilan mereka. Setelah beberapa hari berlayar, mereka akhirnya tiba kembali di pantai yang sama tempat mereka memulai perjalanan menuju Pulau Seribu Naga.

Dari sana, mereka memulai perjalanan darat menuju selatan, mengikuti petunjuk peta yang ada di benak Raka dari Kitab Dewa Naga. Hutan di selatan terasa sangat berbeda dari hutan yang mereka lalui sebelumnya. Pepohonan di sini lebih tinggi dan lebih renggang, membiarkan cahaya matahari menembus masuk dan menciptakan lantai hutan yang dipenuhi dengan berbagai macam tumbuhan perdu dan bunga-bunga liar yang berwarna-warni.

Saat mereka menyusuri hutan, Kakek Badra bercerita tentang artefak yang mungkin mereka cari, yang ditandai dengan simbol mahkota. "Mahkota Naga Agung," kata Kakek Badra. "Konon, mahkota ini dulunya dikenakan oleh pemimpin para dewa naga. Mahkota ini memiliki kekuatan untuk meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan magis pemakainya."

"Itu pasti akan sangat berguna bagi Raka," kata Maya, menatap Raka dengan penuh harap.

Raka mengangguk setuju. Ia merasa bahwa setiap artefak suci yang mereka kumpulkan akan semakin mendekatkan mereka pada tujuan akhir mereka untuk mengalahkan Kaldor.

Setelah beberapa hari berjalan, mereka akhirnya tiba di sebuah area hutan yang tampak berbeda. Di tengah hutan itu, berdiri sebuah pohon raksasa yang usianya tampak ratusan tahun. Batangnya sangat besar hingga membutuhkan beberapa orang untuk melingkarinya, dan dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit seperti tangan-tangan raksasa. Di antara akar-akar pohon itu, mereka melihat sebuah cahaya lembut yang berkilauan.

Mereka mendekati pohon itu dengan hati-hati dan melihat sebuah kolam kecil yang airnya memancarkan cahaya keemasan. Di tengah kolam, di atas permukaan air, melayang sebuah mahkota yang terbuat dari emas murni dan bertatahkan permata-permata yang berkilauan. Mahkota Naga Agung.

Saat Raka hendak mengulurkan tangan untuk mengambil mahkota itu, tiba-tiba dari dalam kolam muncul sesosok makhluk air yang anggun. Makhluk itu memiliki tubuh seperti wanita cantik dengan ekor ikan yang berkilauan dan rambut panjang yang terbuat dari air. Di kepalanya tersemat bunga-bunga air yang berwarna-warni.

"Selamat datang, para pengembara," kata makhluk air itu dengan suara yang lembut seperti gemericik air. "Aku adalah penjaga mahkota ini. Kalian telah berhasil menemukan tempat ini, tetapi untuk mengambil mahkota ini, kalian harus menjawab pertanyaanku."

Raka melangkah maju, menggenggam erat Pedang Sinar Naga namun tetap menunjukkan sikap hormat. "Kami datang dengan niat baik, wahai penjaga. Kami mencari Mahkota Naga Agung untuk membantu kami melawan kegelapan yang mengancam dunia."

Makhluk air itu tersenyum tipis, matanya yang bening menatap Raka dengan lembut. "Niat baik saja tidak cukup, wahai manusia. Mahkota ini memiliki kebijaksanaan yang tak terhingga. Hanya mereka yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang keseimbangan dan pengorbanan yang berhak menyentuhnya. Pertanyaanku adalah: apa yang lebih berharga dari kekuasaan?"

Raka terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan itu. Kekuasaan adalah sesuatu yang sangat diinginkan Kaldor, dan itu telah membawa kehancuran. Ia melihat ke arah Maya, Sinta, dan Kakek Badra, mengingat semua yang telah mereka lalui bersama.

"Menurutku," kata Raka akhirnya, "yang lebih berharga dari kekuasaan adalah kebebasan. Kebebasan untuk memilih jalan hidup kita sendiri, kebebasan untuk mencintai dan dilindungi. Kekuasaan tanpa kebebasan hanyalah tirani."

Makhluk air itu mengangguk perlahan, tatapannya beralih ke Maya. "Dan menurutmu, wahai gadis pemberani?"

Maya menatap mata makhluk itu dengan keyakinan. "Bagiku, yang lebih berharga dari kekuasaan adalah persahabatan dan kesetiaan. Bersama teman-teman yang setia, kita bisa menghadapi tantangan apa pun. Kekuasaan bisa membuat seseorang menjadi kuat, tapi persahabatan memberikan kita kekuatan yang sejati."

Kini giliran Sinta. Makhluk air itu menatapnya dengan senyum lembut. "Bagaimana denganmu, wahai gadis yang lincah?"

Sinta berpikir sejenak, mengingat desanya yang hancur. "Yang lebih berharga dari kekuasaan adalah kedamaian," jawab Sinta dengan suara yang sedikit bergetar. "Kekuasaan seringkali membawa peperangan dan penderitaan. Kedamaian memungkinkan kita untuk hidup bahagia dan membangun masa depan yang lebih baik."

Terakhir, makhluk air itu menoleh ke arah Kakek Badra, yang sedari tadi hanya diam mengamati. "Dan engkau, wahai tetua yang bijaksana? Apa jawabanmu?"

Kakek Badra menghela napas panjang, tatapannya penuh dengan pengalaman hidup. "Menurut pengalamanku, yang lebih berharga dari kekuasaan adalah pengetahuan dan kebijaksanaan. Kekuasaan tanpa pengetahuan hanya akan membawa kesesatan. Dengan pengetahuan dan kebijaksanaan, kita bisa membuat keputusan yang tepat dan membawa kebaikan bagi banyak orang."

Makhluk air itu tersenyum lebih lebar kali ini, tampak puas dengan jawaban mereka. "Jawaban kalian semua benar. Setiap hal yang kalian sebutkan memang lebih berharga dari kekuasaan itu sendiri. Kalian telah menunjukkan bahwa hati kalian memiliki pemahaman yang dalam tentang nilai-nilai sejati kehidupan."

Makhluk air itu kemudian melambaikan tangannya dengan anggun. Cahaya keemasan di sekitar mahkota di tengah kolam semakin terang. "Kalian berhak mengambil Mahkota Naga Agung. Gunakanlah kebijaksanaannya untuk memandu jalan kalian dan kekuatan magisnya untuk melawan kegelapan."

Raka mengulurkan tangannya dan dengan hati-hati mengambil mahkota emas yang melayang di atas air. Mahkota itu terasa ringan di tangannya, namun ia merasakan aura kebijaksanaan yang sangat kuat memancar darinya. Permata-permata yang bertatahkan di mahkota itu berkilauan indah, memancarkan berbagai macam warna.

"Terima kasih, wahai penjaga," kata Raka dengan rasa hormat. "Kami akan menggunakan mahkota ini dengan sebaik-baiknya."

Makhluk air itu mengangguk. "Semoga berhasil dalam perjalanan kalian, para pengembara. Ingatlah selalu nilai-nilai yang lebih berharga dari kekuasaan. Itu akan menjadi kekuatan terbesar kalian dalam menghadapi kegelapan." Setelah mengucapkan kata-kata itu, makhluk air itu perlahan-lahan menghilang kembali ke dalam kolam, meninggalkan mereka bertiga dengan Mahkota Naga Agung yang bersinar di tangan Raka.

1
anggita
like👍iklan👆. terus berkarya tulis. moga novelnya lancar.
anggita
saran sja Thor🙏, kalau tulisan dalam satu paragraf/ alinea jangan terlalu banyak, nanti kesannya numpuk/penuh. sebaiknya jdikan dua saja.
إندر فرتما
moga bagus ini alur cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!